48 mengurus penyerahan kedaulatan kepada Indonesia. Soeharto dipercaya bertugas
untuk menjaga ketertiban di Yogyakarta pada saat serah terima dari Belanda.
2.2.6 Menumpas Berbagai Pemberontakan
Tahun 1950-1959 adalah masa yang penuh ketidakpastian bagi Indonesia. Hasil perundingan KMB telah membuat Indonesia pecah menjadi enam belas
negara bagian. Secara otomatis, hal ini ,memunculkan ancaman bagi persatuan nasional. Meskipun hanya dalam beberapa minggu negara-negara bagian lain dari
RIS meleburkan diri ke dalam republik Indonesia, namun tetap saja muncul segelintir orang yang menolak untuk bergabung dengan RI. Akibatnya, dibeberapa
daerah muncul pemberontakan-pemberontakan yang disulut oleh bekas pasukan bentukan Belanda, seperti KNILKL, bekas laskar gerilya yang menolak
bergabung dengan APRIS Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, maupun pemberontakan yang bersifat kedaerahan seperti Permesta, PRRI, DITII
dan sebagainya. Selain itu, juga muncul keretakan dalam tubuh Angkatan Darat.
Perkembangan keadaan telah membuat Angkatan Darat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kumpulan militer “Profesional” yang
menginginkan tentara menjadi pasukan teknis, efisien, dan berukuran kecil, sementara kelompok kedua terdiri dari bekas anggota PETA atau angkatan
lainnya yang berpengalaman dalam pertempuran fisik di masa revolusi namun
Universitas Sumatera Utara
49 takut tersingkir oleh rencana rasionalisasi TNI.
46
Masalah ini diperparah dengan bergabungnya beberapa kesatuan pada pemberontakan-pemberontakan di daerah.
Secara tidak sengaja, masa yang penuh ketidakpastian ini, telah menyediakan banyak kesempatan bagi Soeharto untuk lebih meningkatkan karier
militernya di masa mendatang. Soeharto memperoleh kepercayaan untuk menyelesaikan gejolak di beberapa tempat yang pada akhirnya turut mengangkat
namanya di jajaran Angkatan Darat. Pada masa ini jugalah Soeharto mulai belajar bagaimana membangun bisnis yang menguntungkan dengan memanfaatkan
jaringan serta koneksi startegis yang dimilikinya. Januari 1950, pemerintah RIS menambah jumlah pasukan APRIS ke Makasar,
kedatangan APRIS yang merupakan wujud TNI ini menimnbulkan ketidaksukaan pada pasukan KNIL di Makassar yang dipimpin oleh Andi azis, maka
menyebabkan pemebrontakan Negara Indonesia Timur pimpinan Kapten Andi Aziz di Makassar Sulawesi Selatan. Andi, dibantu pasukan KNIL berhasil
menguasai Makassar. Panglima Divisi Jawa Tengah, Kolonel Gatot Subroto diperintahkan membentuk satuan tugas untuk menghancurkan pemberontakan itu.
Kolonel Gatot Subroto kemudian menunjuk Soeharto untuk memimpin ekspedisi ini. Soeharto berangkat ke Makassar dengan pasukan bernama Brigade Garuda
Mataram, dan pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpas. Semasa di Makassar ini, Soeharto mengenal keluarga Habibie, dimana
salah seorang anaknya, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie yang saat itu berusia empat belas tahun, kelak akan menggantikan Soeharto sebagai presiden. Masih di
46
Elson, dalam buku A.Yogaswara, Opcit, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
50 kota yang sama, kembali muncul gerakan pemberontak. Kali ini menamakan
dirinya Batalion laskar rakyat yang dipimpin Arief Radhi, pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan pertempuran. Markas Besar Angkatan Darat kemudian
mengirimkan perwira lain untuk memulihkan situasi di Makassar, yaitu Kahar Muzakar yang diterjunkan ke tanah kelahirannya untuk membantu Soeharto
bernegosiasi dengan kelompok gerilya yang masih menolak untuk dimasukkan kedalam APRIS. Kahar kemudian memegang komando militer di Sulawesi selatan
setelah Soeharto dan pasukannya ditarik dari Makassar. Di tahun 1952, Kahar Muzakar malah memimpin pemebrontakan terhadap pemerintah pusat dan
dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk benar-benar memadamkan pemberontakan itu.
Pada tahun 1951, Soeharto ditunjuk memimpin Brigade Pragola dari Divisi Dipenegoro yang berkedudukan di Salatiga, Jawa Tengah. Pada akhir 1952,
Seharto dipindahkan ke Markas Divisi Solo, kemudian pada tanggal 1 Maret 1953, Soeharto ditunjuk untuk memimpin Resimen 15 di Solo yang baru saja
kehilangan komandannya, Mayor Kusmanto, Kerasnya suasana di Solo, membuat Soeharto merasa perlu untuk memfokuskan perhatiaanya pada pasukan di bawah
komandonya. Suhu politik jelas-jelas mendominasi para tentara di Solo. Selama berada disini, Soeharto hanya berhasil menyingkirkan sebagian saja dari
pertikaian ideologi yang terjadi di dalam militer.
47
Masa berdinas di Solo juga dimanfaatkan oleh Soeharto untuk melakukan- melakukan aktivitas-aktivitas baru seperti mengikuti kursus militer, bergabung
47
Roeder, Ibid,Hal.91.
Universitas Sumatera Utara
51 dengan anggota Klub Bridge, dan mengikuti kursus penerbangan di Aero Club.
Selain itu Soeharto mencoba merintis sebuah koperasi untuk membantu mencukupi kesejahteraan keluarga prajurit,Soeharto tinggal di Solo selama tiga
tahun. Pada awal tahun 1956, Soeharto ditarik ke Jakarta untuk menjadi Staf
Umum angkatan Darat SUAD. Hanya dalam hitungan bulan saja, Soeharto kemudian kembali ke Divisi Diponegoro TT-IV dan Soeharto dipercaya menjadi
Kepala Staf Territorium IV yang berkedudukan di Semarang, jabatan ini menandai berakhirnya pekerjaan sebagai Komandan Lapangan dan awal dari
pekerjaan Staf. Soeharto menjalankan perannya sebagai kepala Staf di Divisi Diponegoro dalam waktu yang relatif singkat. Pada tanggal 3 juni 1956, Soeharto
diangkat menjadi pejabat sementara Panglima Diponegoro menggantikan Kolonel M.Bachrum. tanggal 1 januari 1957, pangkat Soeharto naik menjadi Kolonel
Infanteri, kenaikan pangkat ini seiring posisi Soeharto yang naik menjadi Panglima Divisi Diponegoro.
Soeharto meninggalkan Semarang pada tahun 1959 setelah diperintahkan mengikuti Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat Seskoad di Bandung. ini
menjadi hal pertama bagi Soeharto mengikuti pendidikan staf militer tertinggi semenjak memasuki institusi TNI. Setahun kemudian pangkat Soeharto naik
lagi,mendapat satu bintang. Usai menamatkan pendidikan di Seskoad, Soeharto menjadi Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat. Pada waktu bersamaan, Soeharto
menyandang jabatan Panglima Korps Cadangan Umum Angkatan Darat dan Panglima Pertahanan Udara Angkatan Darat. Pada tahun 1961, untuk pertama
Universitas Sumatera Utara
52 kalinya, Soeharto mendapat tugas ke luar negeri melakukan inspeksi atase militer
di Beograd, Paris, dan Bon. Soeharto ke luar negeri menemani Jendral A.H. Nasution.
Tanggal 1 januari 1962, pangkat Soeharto dinaikkan menjadi Mayor Jenderal dan secara resmi menjadi Panglima Komandan Mandala sejak tanggal 23
Januari 1962. penunujukan diri Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala ini menandai berakhirnya kekelaman karier militer Soeharto yang selama ini berjalan
biasa-biasa saja. Segera sosok Soeharto menjadi sosok popular yang sering menghiasi suratkabar di Jakarta. Pers menjuluki Soeharto sebagai Seorang militer
yang memiliki wajah yang bersih, murah senyum, rambut berombak tersisir ke belakang, tapi selalu menjadi “momok bagi Belanda”. Prestasi Soeharto di
Serangan umum 1 Maret diangkat ke permukaan.
48
Pada tahun 1963, pangkat Soeharto naik menjadi Mayor jenderal. Seiring kenaikan pangkat, Soeharto diberi kepercayaan sebagai panglima komando Antar
Daerah Indonesia Timur merangkap Panglima Mandala untuk pembebasan Irian Barat sekarang Papua. Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-SPKI yang
menewaskan enam jenderal dan satu Letnan Angkatan darat. Peristiwa ini membuat situasi dan kondisi negara menjadi tidak stabil. Soeharto kemudian
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Panglima Anglatan Darat saat berpangkat Mayor Jenderal, Soeharto ditunjuk sebagai
Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno.
48
A.Yogaswara,Loc.cit, hal.103
Universitas Sumatera Utara
53 Pada Maret 1966, Soeharto menerima surat perintah 11 Maret
Supersemar dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno. Bermodal Supersemar, Soeharto kemudian memulihkan stabilitas nasional. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis
Indonesia PKI sekalipun sempat di tentang Presiden Soekarno. Soeharto juga melakukan penangkapan besar-besaran terhadap orang yang diduga terlibat
G-30-S. Banyak yang menilai, sebenarnya Supersemar merupakan alat legitinmasi
Soeharto untuk rengkuh kekuasaan yang lebih besar, tapi Soeharto pernah membantah, Soeharto mengatakan “Saya tidak pernah menganggap Supersemar
itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan, suart perintah 11 maret itu juga bukan alat untuk mengadakan coup secara terselubung, supersemar itu adalah
awal perjuangan Orde Baru”.
49
Pernyataan tersebut berbanding terbalik, karena itulah kasak-kusuk tentang abash tidaknya Supersemar dan ada atau tidaknya,
masih menjadi bahan perdebatan hingga sekarang setelah Soeharto jatuh dari kursi kekuasaan. Perpindahan kekuasaan ke tangan Soeharto tidak bisa diterjemahkan
secara hitam putih bahwa terjadi peralihan ke demokrasi atau transisi ke demokrasi, karena kegelapan peralihan kekuasaan itu sudah menjadi bukti
ketidakjelasan jarum jam perjalanan bangsa di bawah Soeharto. Soeharto sendiri selalu mengklaim bahwa kenaikannya ke panggung kekuasaan adalah melalui
jalur konstitusional, dan merupakan suatu proses transisi ke demokarsi, tetapi
49
lihat Bintang Indonesia, Op.cit, hal.16.
Universitas Sumatera Utara
54 banyak ahli sejarah yang menduga bahwa aspek konstitusional yang mengantar
Soeharto ke meja pejabat presiden sudah “by design” dirancang sebelumnya, bahkan konsep-konsep pembangunan awal Soeharto yang praktis dan pragmatis
itu sudah dirancang jauh sebelun Soekarno mundur.
50
Dan hal ini semua belum terjawab secara jelas sampai sekarang.
2.2.7 Jalan Menuju Kursi Presiden