Kiprah Soeharto di Era Revolusi Fisik

43 Menyusul menyerahnya Jepang dan Tentara Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada hari jum’at, 17 Agustus 1945 pada jam 10 pagi. Yang berarti dimulainya suatu babak baru bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini berarti pula babak baru bagi karier militer Soeharto.

2.2.3 Kiprah Soeharto di Era Revolusi Fisik

Saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Soeharto sedang berada di Brebeg untuk melatih para prajurit dari batalion Blitar untuk menjadi Bundancho komnadan regu. Di Yogyakarta inilah Soeharto mendengar bahwa kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan di Jakarta. Pada tanggal 19 Agustus 1945, melalui surat kabar Matahari, Soeharto memastikan kebenaran berita tentang kemerdekaan Indonesia serta terpilihnya Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden RI. Di masa-masa ini juga Soeharto masih “buta” terhadap masalah politik, mencoba memperdalam pengetahuan Soeharto dengan bergabung pada Kelompok Phatuk, sebuah kelompok yang secara aktif menyelenggarakan diskusi- diskusi masalah politik dan kenengaraan. Sementara itu Presiden Soekarno menghimbau kepada seluruh mantan anggota PETA, Heiho tentara Jepang local yang terdiri dari relawan dan milisi, Kaigun angkatan laut Jepang dan KNIL untuk bergabung dan bersatu di bawah Badan Keamanan Rakyat BKR, yang didirikan oleh Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 22 Agustus 1945. Soeharto mematuhi himbauan ini, Soeharto bersama dengan kolega- koleganya mantan anggota PETA kemudian bergabung dengan BKR. Maka Universitas Sumatera Utara 44 terbentuklah BKR dengan senjata seadanya, atas pertimbangan senioritas, kemudian terpilih Umar Slamet sebagai ketua BKR sedang Soeharto menjadi wakilnya. BKR inilah yang kemudian mengawali karir cemerlang Soeharto di bidang militer. Semakin hari semakin banyak pihak yang bergabung dengan BKR pimpinan Umar Slamet dan Soeharto. Masalah utama mereka saat itu bukan semangat juang tetapi kurangnya persenjataan yang memadai. Untuk itu diputuskan merebut senjata dari setiap tentara jepang yang ditemui. Untuk melucuti tentara-tentara Jepang, Soeharto sebagai wakil komandan lalu melakukan inisiatif memimpin sebagai BKR yang berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat-TKR pada tanggal 5 Oktober 1945 ditambah para pemuda dan rakyat untuk menyerbu asrama jepang. Soeharto berhasil melaksanakan niatnya merebut persenjataan dari asrama jepang di Kotabaru. Tentara jepang yang tidak menyangka akan mendapat serangan, akhirnya menyerahkan senjata setelah sebelumnya terjadi pertempuran 12 jam. Ratusan senapan, mesin dan juga senjata lainnya berhasil dirampas.ini pertama kali Soeharto yang pada saat itu baru berusia 24 tahun menunjukkan keterampilannya dalam mengambil sebuah keputusan yang secara politis memiliki arti penting bagi karir Soeharto. Karena prestasinya, Soeharto kemudian diangkat menjadi pimpinan Batalion X dengan pangkat mayor. Bersama tiga Batalion lainnya, Soeharto tergabung dalam divisi IX yang dipimpin oleh Jendral Mayor Soedarsono. Pada tanggal 19 Oktober 1945, sekutu yang diboncengi NICA Netherland Indies Civil Administration datang ke Indonesia melalui Semarang. Tujuannya, melucuti dan Universitas Sumatera Utara 45 juga memulangkan tentara Jepang. Pada masa itu beredar kabar kedatangan Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia. 40 Sekutu telah tiba di Magelang dan Ambarawa. Ini berarti keselamatan Yogyakarta, sebagai salah satu kota terpenting di awal berdirinya RI, terancam. Para pimpinan militer pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 12 November 1945. hasilnya, Panglima Divisi V Banyumas Kolonel Soedirman terpilih sebagai pemimpin tertinggi. Soeharto bersama Batalion X ditugaskan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah resimen yang dipimpin oleh Letkol Sarbini dengan tujuan menghambat gerak laju tentara sekutu di Magelang. Soeharto dengan pasukannya ditugaskan menduduki Banyubiru. Tugas, sekutu menembakkan meriam ke Banyubiru dari arah Ambarawa. Sekutu akhirnya dapat dipukul mundur ke Semarang. Kolonel Soedirman lalu secara resmi dilantik menjadi Panglima Besar TKR, atas jasa Soeharto, Soedirman mengangkat Soeharto sebagai Komandan Resimen III dari Divisi IX Istimewa dengan pangkat letnan kolonel. Berdasarkan dokumen Belanda, sekitar bulan Maret 1946 dikabarkan Soeharto mengepalai tiga batalion, yaitu Batalion X dibawah pimpinan Mayor Sudjono, Batalion XX di bawah Mayor Sardjono, dan Batalion XXV dibawah pimpinan Basyuni. Dan karena adanya reorganisasi, pada bulan Mei 1946, Soeharto masuk ke dalam Divisi III Pekalongan, Kedu, dan Yogyakarta hasil penggabungan antara Divisi IX Istimewa dengan Divisi V Pekalongan Kedu. 41 40 lihat Bintang Indonesia, Opcit. Hal. 15. 41 A.Yogaswara, Opcit. Hal 38. Universitas Sumatera Utara 46 Tahun 1946 adalah tahun yang menjadi titik balik dari kehidupan Soeharto. Bermodalkan kualitas diri yang dimilikinya, Soeharto sangat menikmati kehidupan militer yang menjanjikan. 42 meskipun pada tahun 1946 juga, Soeharto mengalami kemalangan, Ibundanya meninggal dunia, namun secara umum tahun 1946 telah menjadi awal bagi kecermelangan karier militer Soeharto di masa- masa mendatang.

2.2.4 Menikah, Rehat Sejenak dari Ingar-Bingar Revolusi