32
BAB II BIOGRAFI H.M. SOEHARTO
2.1 Asal Usul H.M.Soeharto
2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto
Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah
diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua. Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung
Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta. Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu petugas irigasi
desa, dan Sukirah.
29
Dalam “Taksonomi” Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto berarti kekayaan.
30
Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk Lor Utara dan Kemusuk Kidul Selatan. Kakek buyut Soeharto, Demang
Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa,
sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu, merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama
untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu.
29
Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39.
30
Retnowati Abdulgani-KNAPP, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President,Jakarta:Kasta Hasta Pustaka, 2007, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
33 Kakek Soeharto dari pihak ayah bernama Kertoirono. Ia mempunyai dua anak,
Kertoredjo yaitu ayah Soeharto dan seorang anak perempuan yang bernama Prawirohardjo.
Dalam tradisi Jawa Tengah, adalah hal yang wajar bagi seorang pria untuk mengganti nama ketika menikah. Oleh karena itu Kertoredjo mengubah namanya
menjadi Kertosudiro ketika menikah, menggunakan nama keluarga istrinya. Kertosudiro bekerja sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu. Jabatan ini termasuk
tinggi bagi mereka yang tinggal di lingkungan pedesaan. Ibu dari Soeharto adalah anak dari Notosudiro, Ibunya bernama Sukirah, perkawinan orangtua Soeharto
berdasarkan perjodohan, dimana ayah Soeharto sebelumnya sudah pernah menikah dan mempunyai anak dua dari perkawinan sebelumnya.
Tahun 1921 bukanlah tahun yang mengembirakan, bukan pula saat yang menjanjikan kesejahteraan bagi penduduk Kampung Kemusuk. Tiga tahun setelah
berakhirnya perang Dunia I ditandai dengan krisis ekonomi yang merata sampai ke Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau penghasil rempah-rempah lainnya dalam
koloni Hindia Belanda. Dalam kondisi kesejahteraan yang terbatas itulah, Kertosudiro berharap kelak putranya tumbuh menjadi orang yang kaya dan
berkedudukan tinggi. Harapan itu dimulai dengan kenyataan yang tidak terlalu baik, tidak lama setelah melahirkan Soeharto, Sukirah dan Kertasudiro bercerai.
Sukirah kemudian menikah lagi dengan Atmopawiro dan memiliki tujuh anak yang salah satunya adalah Probosutedjo, yang pada masa pemerintahan Orde Baru
Universitas Sumatera Utara
34 dikenal sebagai konglomerat kontroversial, sedang Kertosudiro juga menikah lagi
dan memperoleh empat orang anak.
31
Soeharto adalah putra satu-satunya dari perkawinan Kertosudiro dan Sukirah. Belum genap berumur 40 hari, Soeharto dibawa ke rumah adik
kakeknya, Kromodiryo, seorang dukun bayi yang juga membantu kelahiran Soeharto, hal ini disebabkan karena kesehatan Sukirah memburuk, akhirnya
Soeharto harus tinggal dirumah Kromodiryo lebih lama kurang lebih empat tahun. Di rumah Kromodiryo, Soeharto menemukan kehangatan kasih sayang, dirumah
Kromodiryo, Soeharto belajar berdiri dan berjalan. Kromodiryo membawa Soeharto kecil ke mana pun ia pergi dan
mengajarkan Soeharto berdiri dan menapaki langkah-langkah pertamanya. Apabila Kromodiryo harus melaksanakan tugas sebagai bidan, kakeknya akan
membawa Soeharto kesawah. Anak laki-laki kecil itu dipanggul di pundak kakeknya sementara sang kakek mencangkul tanah untuk bertani. Kehidupan desa
sangat menyenangkan bagi Soeharto. Pada masa kecilnya, ia mengalami kecelakaan pada saat memotong sebatang pohon pisang dan pisaunya jatuh
mengenai jari kakinya, neneknya Kromodiryo sangat menyayangi Soeharto, ketika melihat mengalami kecelekaan tersebut neneknya langsung membalut luka
Soeharto dengan penuh kasih sayang. Bagi Soeharto, masa-masa itu adalah masa yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Tahun-tahun di masa kecilnya itu
membawa pengaruh sangat besar baginya, dan ini terlihat dari kebiasaan Soeharto
31
A.Yogaswara,Biografi Daripada Soeharto dari Kemusuk Hingga”Kudeta Camdessus”,Jakarta: Media Pressindo,2007, hal 20.
Universitas Sumatera Utara
35 yang lebih suka makan makanan sederhana dan memakai pakaian yang
sederhana.
32
Ketika berumur empat tahun, Soeharto diambil kembali oleh Sukirah dan diajak tinggal bersama Atmopawiro yaitu ayah tiri Soeharto. Atmopawiro sayang
pada putra tirinya dan bahkan membelikan Soeharto seekor kambing. Tindakan ini dengan tegas memperlihatkan kasih sayangnya pada Soeharto karena kambing
adalah ternak yang bernilai tinggi di Indonesia. Setelah mulai beranjak besar, Soeharto menghabiskan waktu senggangnya dengan mengembala.
2.1.2 Masa Sekolah H.M. Soeharto