70 Maret 1998 dengan segara dibubarkan pada tanggal 22 Mei 1998,dengan Wakil
Presiden BJ.Habibie dan kabinet ini terdiri dari 34 menteri, semua pemain lama dalam masalah-masalah perekonomian yang sudah beredar sejak tahun 1993,
Soeharto mengangkat putri sulungnya,Tutut sebagai Menteri Sosial dan Bob Hasan yang notabene sahabat dekat Soeharto sebagai Menteri Perindustrian dan
perdagangan. kabinet pembangunan ketujuh ini berakhir, karena pada tanggal 21 mei adalah tanggal yang paling penting dalam sejarah kekuasan Soeharto,
Soeharto menyerahkan kekuasaannya selam 32 Tahun kepada BJ.Habibie.
2.2.9 Basis-Basis Penopang Soeharto
Kokohnya kekuasaan Soeharto tidak muncul begitu saja, tetapi dibangunan di atas berbagai basis material, moril dan spiritual. Basis material
merupakan sumber utama yang memberikan legalisasi yiuridis-konstitusional terhadap kekuasaan Soeharto. Sumber ekonomi yang melimpah dalam
pemerintahan Soeharto, dengan manajemen pengelolaan secara individual yang memberikan tekanan yang luas terhadap instruksi Soeharto dalam berbagai bentuk
kebijakan di satu sisi memberikan dasar kepercayaan masyarakat luas terhadap keberhasilan Soeharto yang membangun basis ekonomi dari kehancuran menuju
kesuksesan, tetapi cara pengelolaan basis ini yang memberikan porsi yang besar terhadap peran kekuasaan Soeharto melahirkan celah-celah baru dalam
perekonomian Indonesia. Dengan adanya pengelolaan ekonomi yang bersifat pribadi tersebut,
Soeharto dapat dengan leluasa memanfaatkan hasil-hasil pertumbuhan dan pembangunan. Soeharto juga dengan leluasa mendistribusikannya secara khusus
Universitas Sumatera Utara
71 kepada keluarga, dan patron-patron bisnisnya. Membengkaknya berbagai proyek
yang tidak dapat dipertanggung jawabkan selama pemerintahan Soeharto dan meluasnya KKN, merupakan satu cirri khas dari pemerintahan ini.
64
Basis legitimasi sendiri merupakan hal yang mudah untuk didapatkan dalam
pemerintahan Soeharto, karena dengan dukungan sumber-sumber ekonomi yang ada, Soeharto dengan mudah mendapatkan dukungan atas kekuasaanya melalui
pemerintah dan berbagai organisasi korporatis yang patuh dan loyal terhadap Soeharto. Mesin-mesin politik ini dapat dengan cepat digerakkan oleh Soeharto
untuk melakukan pengontrolan, pengawasan, dan mobilisasi terhadap masyarakat dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Legitimasi yang bertumpu pada kinerja
mesin-mesin kekuasaan Soeharto, memberikan dukungan moril terhadap Soeharto untuk terus bertahan di atas piramida kekuasaan. Penggunaan simbol-simbol
kejawen dan bahsa-bahasa kekuasaan yang banyak diwarnai oleh unsure-unsur Jawanya, merupakan usaha Soeharto untuk mendapatkan dukungan budaya
sebagai basis spiritual bagi kekuasaannya.
Basis- basis penopang Soeharto diatas menurut Liddle dinilai sebagai
sumber daya Soeharto yang melingkupi koersif, persuasif, dan material. Sumber daya koersif merupakan kapasitas Soeharto untuk memaksa warga negara agar
tunduk dan patuh pada garis komando dan kebijakan Soeharto. Koersif disediakan terutama bagi mereka yang tidak mendukung “konsensus nasional” atau merong-
rong stabilitas nasional dan membangun dukungan terhadap kekuasaan. Sumber daya persuasif bersifat simbolis atau ideologis, yaitu kapasitas untuk memperoleh
64
Gregorius Sahdan,S.IP, Op.cit, hal. 147.
Universitas Sumatera Utara
72 dukungan dari masyarakat bahwa seluruh institusi yang dibentuk dan kebijakan-
kebijakan Soeharto ditujukan pada kebaikan bersama.
65
Karena perbedaan pandangan dengan para pakar politik, di sini sumber daya koersif dan persuasif
birokrasi, tentara, dan Golkar dilihat sebagai mesin-mesin penggilas dalam kekuasaan Soeharto, sedangkan sumber daya materil ekonomi, legitimasi dan
budaya dinilai sebagai basis ekonomi, budaya dan legitimasi dalam kekuasaan Soeharto.
2.2.10 Basis ekonomi