85
2.2.13 Jatuhnya Rezim Orde Baru
Selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, Soeharto telah menjadikan dirinya sebagai sosok “power”. Hampir tidak ada yang dapat menggoyangkan kursi
kekuasaan Soeharto. Kalaupun ada tokoh yang berani muncul menyaingi pamornya, dapat dipastikan tokoh tersebut, tidak dalam waktu yang lama, akan
tersingkir oleh upaya-upaya politik yang kadangkala dilakukan secara terang- terangan.
Dengan membangun jaringan-jaringan loyalis dalam pemerintahan dan diimbangi dengan jaminan pembangunan pondasi ekonomi keluarga serta kroni-
kroninya, Soeharto tidak diragukan lagi telah begitu menikmati berjalan diatas rel kekuasaanya. Dan kekuasaanya yang hampir tidak terbatas itu ambruk diterjang
badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak juli 1997. keruntuhan Orde baru selain badai krisis ekonomi, juga sesungguhnya, diprakondisikan dan
didahului oleh runtuhnya ideology yang mengawalnya. Ideologi yang sejatinya bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Soeharto diselewengkan menjadi alat
legitimasi. Namun dalam perkembangannya, fungsi ideologi sebagai alat legitimasi sudah tidak efektif lagi. Ideologi mengalami devaluasi makna atau
inflasi setelah masyarakat kian cerdas oleh pengaruh-pengaruh pendidikan, globalisasi, dan pergaulan yang intens dengan transformasi kehidupan modern.
Ideologi lalu menjadi “macan ompong” ditengah-tengah kian lemahnya legitimasi kekuasaan Soeharto.
76
76
Dr.Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.88.
Universitas Sumatera Utara
86 Ompongnya kekuatan ideologi yang selama ini dipakai Soeharto untuk
membungkus kebijakan-kebijakannya, membuat setiap sepak terjang Soeharto menjadi kian terbaca. Penyalahgunaan kekuasaan yang pada masa lalu tidak
terbaca dan tidak terduga oleh masyarakat karena tertutup rapat oleh bungkus- bungkus ideologi, kini menjadi begitu transparan. Tidak heran jika ketidakpuasan
masyarakat pada rezim ini mulai terang-terangan. Rakyat atau para elite pendukungnya pun tidak lagi ideologis. Ikatan nilai dan norma-norma ideologi
tidak lagi mampu mengabadikan kesetiaan. Akhirnya, setelah melakukan berbagai akomodasi politik dan perubahan
susunan cabinet yang kemudian ditolak oleh para menteri dan sejumlah tokoh, pada hari kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 10:00 pagi di ruang uapacara Istana
Merdeka, Soeharto menyamapaikan pidato Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia. Pidato kemunduran Soeharto menjadi batas sejarah antara
Orde Baru dan Orde Reformasi. Juga menandai matinya ideologi Soeharto dan rezimnya, Meski demikian, nilai-nilainya tidak serta merta seutuhnya runtuh, juga
kasusnya. Isu tentang pengadilan pengadilan Soeharto hingga sekarang masih tetap menarik dan memperoleh dukungan dan penolakan pro-kontra.
2.3 Kehidupan Soeharto Ketika Meniggalkan Jabatan