10
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat penelitian ini adalah : 1.
Secara Akademis berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Departemen ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. 2.
Bagi Penulis, untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya di bidang Politik.
1.5. Tinjauan Pustaka
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antara konsep.
7
Dalam penelitian ini penulis akan mengambil teori-teori yang ada hubungannya dengan kepemimpinan dan persepsi.
1.5.1 Teori-Teori Kepemimpinan
Untuk mengetahui dan memahami teori-teori kepemimpinan, dapat dilihat dari beberapa literatur yang pada umumnya membahas yang sama. Dari literatur
itu diketahui ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya
kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Dan teori yang paling mutakhir melihat kepimipinan lewat perilaku organisasi
Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang tidak asing bagi literatur- literatur kepemimpinan pada umumnya antara lain:
7
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1995,hal.37.
Universitas Sumatera Utara
11 1.
Teori Sifat Trait Theory Teori Sifat barangkali dapat memberikan arti lebih realistik terhadap
pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi, yaitu suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat
kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dapat dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap
kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.
Keith devis merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi antara lain: a.
Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa melampui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas sosial.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif
mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. d.
Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu
berpihak kepadanya.
8
8
Miftah Toha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya,Jakarta:PT.Grafindo Persada,1993,hal. 287-288.
Universitas Sumatera Utara
12 2.
Teori Kelompok Teori Kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai
tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif antara diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan
pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan
mengembangkan peranan. Para pemimpin yang memperhitungkan pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan, dan pelaksanaan kerja.
3. Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler
Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan
oleh Fiedler dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris sebagai
berikut: a.
Hubungan pemimpin-anggota. Hal ini merupakan variabel yang paling penting didalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.
b. Derajat dan struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang amat
penting, dalam menentukan situasi yang menyenangkan. c.
Politisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan dimensi yang amat penting ketika di dalam situasi yang amat
menyenangkan.
9
4. Teori Jalan Kecil – Tujuan Path – Goal Theory
Secara umum berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.
9
Ibid, hal 285.
Universitas Sumatera Utara
13
1.5.2.Tipologi Kepemimpinan
Sebagai titik tolak dalam pembahasan tipologi kepemimpinan yang secara luas dikenal bahwa dewasa ini, kiranya revalan untuk menekankan bahwa gaya
kepemimpinan yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk mengetahui situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya
kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya. Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi
kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya ialah:
1. Tipologi yang otokratik
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Egoismenya yang sangat besar akan
mendorongnya memutar-balikkan kenyataan yang sebenar-benarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterprestasikannya sebagai
kenyataan. Dengan egoisme yang sangat besar demikian, seorang pemimpin yang otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam
kehidupan organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu dibagi dengan orang lain dalam organisasi, ketergantungan total para anggota organisasi
mengenai nasib masing-masing dan lain sebagainya. Berangkat dari presepsi yang demikian, seorang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai
organisasi yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan dinilainya benar apabila
tindakan itu mempermudah tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan
Universitas Sumatera Utara
14 dengan demikian akan disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan
kekerasan. Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin otoriter akan
menunjukkan berbagai sikap yang menonjolkan keakuannya antara lain
dalam bentuk : a.
Kecenderungan memperlakukan para bawahan sampai dengan alat-alat dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka. b.
Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesain tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan. c.
Pengabaian peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan tertentu itu diharapkan dan bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja.
Sikap pemimpin demikian akan menampakkan diri pula pada perilaku pemimpin yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan pihak lain,
terutama dengan para bawahannya dalam organisasi. Yang menjadi masalah dalam hal kepemimpinan otokratik ialah keberhasilan mencapai
tujuan dan berbagai sasaran-sasaran itu semata-mata karena takutnya bawahan terhadap pemimpinnya dan bukan berdasarkan keyakinan bahwa
tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai dan disiplin kerja yang terwujud pun hanya karena bawahan selalu dibayang-bayangi
ancaman seperti pengenaan tindakan disiplin yang keras, penurunan pangkat, dan bahkan tanpa kesempatan membela diri.
Universitas Sumatera Utara
15 2.
Tipologi Yang Paternalistik Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarkat
yang masih bersifat tardisional,umumnya dimsyarakat pedesaan. Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan
organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada umumnya berwujud keinginan agar pemimpin
mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk. Para
bawahan biasanya mengaharapkan seseorang pemimpin yang paternalistik mempunyai sifat-sifat tidak mementingkan dirinya sendiri melainkan
memberikan perhatian terhadap kepentingan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi sebaliknya, pemimpin yang paternalistik mengharapkan bahwa
kehadiran atau keberadaanya dalam organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain. Dengan perkataan lain, legitimasi kepemimpinannya dipandang
sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa harus
berkonsultasi dengan para bawahannya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternalistik
mengutamakan kebersamaan. 3.
Tipe Yang Kharismatik Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh
banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tertentu tidak dikagumi.
Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatikan bahwa para pengikut
Universitas Sumatera Utara
16 seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang
dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin yang diikutinya itu. Penampilan fisik ternyata bukan ukuran yang berlaku umum
karena ada pemimpin yang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik yang kalau dilihat dari penampilan fisiknya saja sebenarnya tidak atau kurang
mempunyai daya tarik. 4.
Tipe Yang Laissez Faire Dapat dikatakan bahwa persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang
peranannya sebagai seorang pemimpin berkisar pada pandangannya bahwa pada umumnya organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang
mengetahui apa-apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota
dan seorang pemimpin tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasaional. Dengan telah mencoba mengidentifikasi
karakteristik utama seorang pemimpin yang laissez faire ditinjau dari kriteria persepsi, nilai dan perilaku diatas, mudah menduga bahwa gaya
kepemimpinan yang digunakannya adalah sedemikian rupa sehingga: a.
Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif. b.
Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pemimpin yang lebih rendah dan kepada para petugas oprasional, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ternyata menuntut keterlibatannya secara langsung. c.
Status quo organisasional tidak terganggu.
Universitas Sumatera Utara
17 d.
Pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang
bersangkutan sendiri. e.
Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai intervensi pimpinan dalam perjalanan
organisasi berada pada tingkat yang minimum. 5.
Tipe Yang Demokratik Tipe pemimpin yang paling ideal dan paling didambakan adalah pemimpin
yang demokratik. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan
komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari benar bahwa akan timbul
kecenderungan dikalangan para pejabat pemimpin yang paling rendah dan dikalangan para anggota organisasi untuk melihat peranan suatu kerja dimana
mereka berada sebagai peranan yang paling penting, paling strategi dan paling menentukan keberhasilan organisasi mencapai berbagai sasaran organisaional,
perilakunya mendorong para bawahan menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan
pendapat, saran, dan bahan kritik dari orang lain, terutama bawahannya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratik tidak akan takut membiarkan para
bawahannya berkarya meskipun ada kemungkinan parkarsa itu akan berakibat kesalahan. Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang demokratik berada
disamping bawahan yang berbuat kesalahan itu bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga
Universitas Sumatera Utara
18 bawahan tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan demikian menjadi
anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab. Karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratik yang sangat positif ialah dengan cepat
menunjukkan penghargaannya kepada para bawahan yang berprestasi tinggi.
10
1.5.3.Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar
belakang historis, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika
profesi kepemimpinan.
11
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interprestasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan
mengemukakan berbagai segi, antara lain:
Latar Belakang Sejarah Pemimpin dan Kepemimpinan Kepemimpinan muncul bersama-sama dengan adanya peradaban manusia
yaitu sejak zaman nenek moyang manusia berkumpul bersama, lalu bekerja bersama-sama untuk mempertahankan ekstensi hidupnya menentang kebuasan
binatang dan alam sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerjasama antar manusia, dan ada unsur kepemimpinan.
Sebab Munculnya Pemimpin
Dua teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin yaitu: 1.
Teori Genetis menyatakan sebagai berikut :
10
Prof.DR.Sondang P.Siagian MPA, Teori dan Praktek Kepemimpinan,Jakarta:Penerbit Rineka Cipta,1998.,hal. 27-45.
11
Dr.Kartini Kartono, Op.cit ,hal.31.
Universitas Sumatera Utara
19
Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat- bakat lama yang luar biasa sejak lahirnya.
Dia ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi
yang bagaimanapun juga, termasuk yang khusus.
Secara filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis. 2.
Teori Sosial menyatakan sebagai berikut :
Pemimpin itu harus disiapkan, dididik, dan dibentuk, tidak terlahir begitu saja.
Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan
pendidikan, serta didorong oleh kemauan sendiri.
Teori ekologis atau sintesis muncul sebagai reaksi daria kedua teori tersebut lebih dahulu, menyatakan bahwa seorang akan sukses menjadi
kepemimpinan, dan bakat-bakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan
ekologisnya.
12
Syarat-syarat kepemimpinan
Konsepsi mengenai persayaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu :
a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
12
Ibid, hlm. 34-35
Universitas Sumatera Utara
20 b.
Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh dan pada
pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. c.
Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari
kemampuan anggota biasa.
1.5 4. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan
Fungsi-fungsi kepemimpinan secara singkat adalah sebagai berikut : 1.
Pemimpin Sebagai Penentu Arah Telah umum diketahui bahwa setiap organisasi, diciptakan atau dibentuk
sebagai wahana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, baik yang sifatnya jangka panjang, jangka sedang, maupun jangka pendek yang tidak mungkin
tercapai apabila diusahakan dan dicapai oleh para anggotanya yang bertindak sendiri-sendiri.
2. Pemimpin Sebagai Wakil Presiden dan Juru Bicara Organisasi
Tidak akan ada yang mempersoalkan kebenaran pendapat yang mengatakan bahwa dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya, tidak ada
organisasi yang bergerak dalam suasana terisolasi. Artinya, tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannya tanpa memelihara hubungan
yang baik dengan berbagai pihak di luar organisasi yang bersangkutan sendiri. 3.
Pimpinan Sebagai Komunikator Yang Efektif Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan melalui
proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Berbagai kategori
Universitas Sumatera Utara
21 keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui
jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi
1.5.5.Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang seperti
yang ia lihat. Adapun gaya kepemimpinan yang dikenal antara lain :
1. Gaya kepemimpinan Kontinum
Ada dua bidang berpengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Kedua bidang
pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
2. Gaya Kepemimpinan Grid
Dalam pendekatan ini, manager berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang dipihak lain. Managerial Grid ditekankan
bagaimana pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.
13
1.5.6. Kepemimpinan Politik
Secara teoritis, untuk membangun sebuah sistem yang demokratis dibutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat pada demokrasi.
14
Pemimpin yang tidak memiliki komitmen yang kuat kepada demokrasi,
13
Miftah Toha,op.cit,hlm.306.
14
Alfian,Masalah dan Prospek Pembangunan Politik di Indonesia: Kumpulan Karangan,Jakarta: PT.Gramedia Pustaka utama,hlm,179.
Universitas Sumatera Utara
22 berdasarkan kekuasaan yang dimilikinya, akan dengan mudah menghancurkan
sendi-sendi demokrasi yang ada dalam sistem tersebut.
Kris Nugroho membedakan dua tipe kepemimpinan politik. Pertama,
kepemimpinan politik yang personal dan kepemimpian politik pluralistik.
15
Tipe kepemimpinan personal lebih didasarkan pada kedudukan sebagai bagian dari elit
masyarakat, sedangkan kepemimpinan pluralistik didasarkan pada dukungan yang luas dari masyarakat yang secara politik pluralistik. Menurut Nugroho,untuk
alasan pembenaran politik tertentu, kekuasaan personal dalam satu segi mendukung terciptanya kohesivitas elite massa serta mampu meredam krisis
politik yang akan terjadi. Namun, untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratis, kekuasaan personal merupakan hambatan bagi terbentuknya system
politik demokrasi. Untuk menuju system politik yang bersangkutan perlu mengembangkan budaya politik yang berorentasi pada pluralistik politik.
16
Tipe pemimpin ini mendasarkan legitimasi kepemimpinannya pada sifat- sifat gaib unggul atau paling sedikit pada kekuatan-kekuatan khas dan luar biasa.
Artinya, status kepemimpinan tersebut diperoleh berdasarkan ’mitos-mitos’ tertentu yang melekat pada dirinya.
1.5.7 Teori Persepsi
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu
15
Kris Nugroho,Mengembangkan Kepemimpinan Demokratis dari Kekuasaan Personal ke Pluralistik,Makalah pada Seminar Nasional XI dan Kongres III Asosiasi Ilmu Politik Indonesia
AIPI,Jakarta:25-27 Januari 1994,hlm.4.
16
Ibid,hlm.307
Universitas Sumatera Utara
23 merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu
pencatatan yang benar terhadap situasi. Untuk lebih jelasnya lagi dibawah ini terdapat beberapa pengertian
mengenai persepsi yang dikemukakan oleh para ahli, seperti :
Sondang P Siagian menyatakan bahwa persepsi itu adalah apa yang ingin dilihat seseorang itu belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya.
17
Wiliam James dalam Isbandi Rukminto Adi menyatakan persepsi terbentuk
atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh panca indera serta sebagian lainnya diperoleh dari pengelolaan ingatan memori kita
dan diolah kembali berdasarkan pengalaman ynag kita miliki.
18
Somanto menyatakan bahwa persepsi merupakan bayangan yang menjadi
kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Defenisi ini menekankan bahwa persepsi merupakan hasil yang ditangkap dari mengamati suatun objek apa
yang dituju.
19
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang antara lain
20
: 1.
Psikologi Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan psikologi. 2.
Famili Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua
yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan
17
Sondang P.Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya,Jakarta:Bina Aksara,1989,hal.89.
18
Isbandi Adi Rukminto,Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial,Jakarta:PT Rajawali Grafindo Persada,1994, hal.105.
19
Musty Soemanto, Psikologi pendidikan,Jakarta:Rineka Cipta,1990,hal.23.
20
Ibid.hal.143-144.
Universitas Sumatera Utara
24 melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka
yang diturunkan kepada anak-anaknya. 3.
Kebudayaan Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu
faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.
1.5.8. Persepsi Sosial
Aspek sosial dalam persepsi memainkan peranan yang amat penting dalam perilaku organisasi. Persepsi sosial adalah berhubungan secara langsung dengan
bagaimana seseorang individu melihat dan memahami orang lain. 1.
Karakteristik orang-orang yang menilai perceiver dapat dikemukakan antara lain:
2. Mengetahui diri sendiri itu akan memudahkan melihat orang lain secara tepat.
3. Karakteristik diri sendiri sepertinya bisa mempengaruhi ketika melihat
karakteristik orang lain. 4.
Aspek-aspek yang menyenangkan dari orang lain sepertinya mampu melihat oleh orang-orang yang merasa dirinya berlebihan.
5. ketepatan menilai orang lain itu tidaklah merupakan kecakapan tunggal.
Empat karakteristik ini mempunyai peranan yang besar bagi seseorang dalam melihat orang lain pada situasi lingkungan tertentu. Persepsi seseorang
terhadap orang lain tidak bisa dilepaskan dari tempat karakteristik ini, sehingga dengan demikian dapat dipahami mengapa seseorang ketika melihat orang lain
ukurannya selalu dipulangkan pada dirinya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
25 Adapun karakteristik dari orang –orang yang dilihat atau dinilai dalam
proses persepsi sosial itu antara lain : 1.
Status orang yang dinilai akan mempunyai pengaruh yang besar bagi persepsi orang yang menilai.
2. orang yang dinilai biasanya ditempatkan dalam kategori-kategori tertentu. Hal
ini untuk memudahkan pandangan –pandangan orang yang menilai. Biasanya kategori tersebut biasanya terdiri dari kategori status dan peranan.
3. sifat perangai orang-orang yang dinilai akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap persepsi orang lain pada dirinya.
21
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Metode Penelitian
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian seseorang, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
22
Menurut Whitney dalam Moh Nasir, metode diskriptif adalah pencarian
fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah- masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap- sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
23
21
Ibid,hal 157
22
Hadari Nawawi,metodologi Penelitian Sosial,Yogyakarta:Gajah Mada university Press,hlm.63.
23
Mohammad Nasir, Metode Penelitian,Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988,hal 63-64.
Universitas Sumatera Utara
26
1.6.2. Lokasi Penelitian
Untuk mendapatkan informasi yang mencakup masalah maka penulis melakukan Studi lapangan pada lokasi penelitian di Kecamatan Medan Amplas.
1.6.3. Populasi dan Sampel
1.6.3.1 Populasi
Populasi penelitian yaitu seluruh masyarakat yang berusia 40 tahun keatas di Kecamatan Medan Amplas.
1.6.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan
cara tertentu untuk menentukan jumlah sampel, maka digunakan rumus “ Taro Yamane” dengan presisi 10 yakni
24
:
1
2
d N
N n
Dimana : n
: Jumlah Sampel N
: Jumlah Populasi d
: Presisi 10 dengan derajat kepercayaan 90 berdasarkan rumusan diatas, maka dapat diketahui bahwa jumlah sampel dari
penelitian ini adalah n
= 1
01 ,
981 .
33 981
. 33
2
n =
81 ,
340 981
. 33
= 99,706 → 100 orang
24
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Prenada Media, 2005, hal. 105
Universitas Sumatera Utara
27 Perolehan sampel dari rumusan diatas adalah 100 sampel, dari sampel
tersebut ditentukan jumlah sampel masing-masing kelurahan yang ada di kecamatan Medan Amplas, untuk menentukan jumlah sampel masing-masing
kelurahan, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Stratified Proposional Sampling, teknik pengambilan sampel ini berguna untuk memperoleh
sampel yang mempunyai karakteristik dalam populasi.
25
Untuk mendapatkan sampel dengan teknik Startified Proposional Sampling digunakan dengan cara
sebagai berikut.
26
Sampel 1 = Sampel
Total x
Populasi Total
1 Populasi
Dengan menggunakan rumusan diatas, maka perhitungan komposisi jumlah sampel adalah sebagai berikut :
1. Kelurahan Medan Amplas =
100 33981
3733 x
= 10,98
→ 11 orang 2.
Kelurahan Harjosari I =
100 33981
8873 x
= 26,11
→ 26 orang 3.
Kelurahan Sitirejo II =
100 33981
3239 x
= 9,53
→ 10 orang 4.
Kelurahan Sitirejo III =
100 33981
3476 x
= 10,22
→ 10 orang
25
James A Black Dean J.Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung : PT. Eresco, 1993, hal. 245.
26
Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005,, hal.129.
Universitas Sumatera Utara
28 5.
Kelurahan Harjosari II =
100 33981
8718 x
= 25,65
→ 26 orang 6.
Kelurahan Kembang Deli =
100 33981
5092 x
= 14,98
→ 15 orang 7.
Kelurahan Bangun Mulia =
100 33981
850 x
= 2,50
→ 2 orang
1.6.4. Teknik Penarikan Sampling
Dalam penelitian ini penarikan sampel dilakukan berdasarkan teknik Purposif Sampling, yaitu teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti yang
mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya. Unit sampel selanjutnya dihubungkan dengan kriteria-kriteria yang
ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Selanjutnya penarikan sampel dilakukan dengan memilih orang-orang tertentu yang dianggap mewakili populasi dan
dinilai representative yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
27
1.6.5. Teknik Pengumpulan Data
Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam persiapan penelitian adalah mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia. Pemanfaatan perpustakaan
diperlukan baik untuk penelitian lapangan Field Research maupun bahan dokumen data Sekunder.
27
Handari Nawawi, Op.cit.,hal. 157.
Universitas Sumatera Utara
29 Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian dan
pengumpulan data sebagai berikut: a.
Metode Penelitian Lapangan Field Research Methods yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung pada objek penelitian. Studi lapangan yang
dilakukan adalah data langsung ke lokasi penelitian yang dijadikan sebagai pembahasan dengan cara angket.
b. Metode Penelitian Keperpustakaan Library Research Methods yaitu sumber
yang diambil langsung berasal dari data buku, majalah, surat kabar, dan literatur lain yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Dengan demikian
diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja teoritis.
1.6.7. Teknik Analisa Data
Tahapan penganalisaan data merupakan tahapan penyederhanaan data. Setelah data dan informasi terkumpul, maka selanjutnya adalah mengolah data
dan menganalisisnya. Data yang diperoleh dari daftar pertanyaan yang dijabarkan kepada responden ditampilkan dalam bentuk tabel tunggal lalu dianalisis. Setelah
dianalisis, maka ditarik kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dianalisis. 1.6.6. Defenisi Konsep
Yaitu menganalisis data berdasarkan kesimpulan teori yang sudah berlaku umum untuk mengamati suatu fenomena agar tidak terjadi tumpang tindih atas
perhatian dan pemahaman atas permasalahan yang menjadi subjek penelitian. Oleh karena itu sehubungan dengan masalah yang dikemukakan dalam
penelitian, maka untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang dipergunakan penulis :
Universitas Sumatera Utara
30 1.
Kepemimpinan H.M. Soeharto. 2.
Persepsi Masyarakat yang berusia 40 tahun keatas.
1.6.8. Definisi Oprasional
Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, defenisi oprasional
adalah penjelasan tentang bagaimana suatu variabel-variabel akan diukur. Defenisi oprasional mempermudah peneliti mengoprasionalkan dengan cara
memberikan parameter dan indikator-indikator dari variabel.
28
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu, Persepsi Masyarakat dan Kepemimpinan H.M. Soeharto.
1. Persepsi Masyarakat
a. Pengetahuan Masyarakat terhadap kepemimpinan H.M Soeharto. Dalam
hal ini meliputi cara berfikir masyarakat terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto
b. Tanggapan masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto. Tanggapan
adalah suatu proses meresponi situasi atau kondisi yang ada yang menghasilkan pendapat.
c. Sikap masyarakat terhadap kepemimpinan H.M.Soeharto. Sikap adalah
tingkah laku atau perbuatan yang ditunjukkan seseorang terhadap sesuatu gejala.
d. Situasikondisi masyarakat sehingga dapat mempengaruhi persepsinya
terhadap kepemimpinan H.M. Soeharto. e.
Informasi yang dimiliki masyarakat tentang kepemimpinan H.M. Soeharto.
28
Masri Singarimbun, Op.cit, hal.69.
Universitas Sumatera Utara
31 2.
Indikator Kepemimpinan H.M. Soeharto adalah: a.
Bentuk kepemimpinan H.M. Soeharto b.
Kebijakan yang telah dibuat oleh H.M. Soeharto dalam Kepemimpinannya c.
Pelaksanaan kebijakan melalui kekuasaan dalam kepemimpinan H.M. Soeharto.
1.6.9. Sistematika Penulisan
Bab I :Pendahuluan Yang menjelaskan berupa latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka serta metodologi penelitian.
Bab II :Biografi H.M. Soeharto Bab III
:Penyajian dan analisa data yang disajikan dan dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang
dilakukan di lapangan. Bab IV : Penutup
Berisi Kesimpulan dan Saran
Universitas Sumatera Utara
32
BAB II BIOGRAFI H.M. SOEHARTO
2.1 Asal Usul H.M.Soeharto
2.1.1 Masa Kecil H.M.Soeharto
Jawa tengah merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan jawa kuno, terdapat sebuah desa bernama Kemusuk. Desa kecil dan damai ini hampir tidak pernah
diperhatikan orang sampai salah satu putranya menjadi presiden Indonesia kedua. Putra itu adalah H.M. Soeharto yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Kampung
Kemusuk, Argomulyo, Desa Godean, sekitar 15 kilometer dari kota Yogyakarta. Ia adalah anak pasangan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu petugas irigasi
desa, dan Sukirah.
29
Dalam “Taksonomi” Jawa, Soe berarti lebih baik dan harto berarti kekayaan.
30
Pada masa itu, desa kemusuk dibagi menjadi dua bagian yaitu Kemusuk Lor Utara dan Kemusuk Kidul Selatan. Kakek buyut Soeharto, Demang
Wongsomenggolo, merupakan salah satu pendiri desa Kemusuk. Garis keluarga Soeharto dari pihak ayah Soeharto berasal dari bagian sebelah selatan desa,
sedangkan garis keluarga ibunya berasal dari Kemusuk Utara. Pada zaman itu, merupakan hal yang lazim bagi orang-orang yang tinggal dilingkungan yang sama
untuk menikah satu dengan yang lain.Hal ini mengingat sangat sulit dan tidak terpikirkan untuk dapat bertemu dengan orang yang berasal dari luar daerah itu.
29
Bambang Sulistiyo,dikutip dari GATRA, 2008, hal.39.
30
Retnowati Abdulgani-KNAPP, Soeharto The Life and Legacy of Indonesia’s Second President,Jakarta:Kasta Hasta Pustaka, 2007, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
33 Kakek Soeharto dari pihak ayah bernama Kertoirono. Ia mempunyai dua anak,
Kertoredjo yaitu ayah Soeharto dan seorang anak perempuan yang bernama Prawirohardjo.
Dalam tradisi Jawa Tengah, adalah hal yang wajar bagi seorang pria untuk mengganti nama ketika menikah. Oleh karena itu Kertoredjo mengubah namanya
menjadi Kertosudiro ketika menikah, menggunakan nama keluarga istrinya. Kertosudiro bekerja sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu. Jabatan ini termasuk
tinggi bagi mereka yang tinggal di lingkungan pedesaan. Ibu dari Soeharto adalah anak dari Notosudiro, Ibunya bernama Sukirah, perkawinan orangtua Soeharto
berdasarkan perjodohan, dimana ayah Soeharto sebelumnya sudah pernah menikah dan mempunyai anak dua dari perkawinan sebelumnya.
Tahun 1921 bukanlah tahun yang mengembirakan, bukan pula saat yang menjanjikan kesejahteraan bagi penduduk Kampung Kemusuk. Tiga tahun setelah
berakhirnya perang Dunia I ditandai dengan krisis ekonomi yang merata sampai ke Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau penghasil rempah-rempah lainnya dalam
koloni Hindia Belanda. Dalam kondisi kesejahteraan yang terbatas itulah, Kertosudiro berharap kelak putranya tumbuh menjadi orang yang kaya dan
berkedudukan tinggi. Harapan itu dimulai dengan kenyataan yang tidak terlalu baik, tidak lama setelah melahirkan Soeharto, Sukirah dan Kertasudiro bercerai.
Sukirah kemudian menikah lagi dengan Atmopawiro dan memiliki tujuh anak yang salah satunya adalah Probosutedjo, yang pada masa pemerintahan Orde Baru
Universitas Sumatera Utara
34 dikenal sebagai konglomerat kontroversial, sedang Kertosudiro juga menikah lagi
dan memperoleh empat orang anak.
31
Soeharto adalah putra satu-satunya dari perkawinan Kertosudiro dan Sukirah. Belum genap berumur 40 hari, Soeharto dibawa ke rumah adik
kakeknya, Kromodiryo, seorang dukun bayi yang juga membantu kelahiran Soeharto, hal ini disebabkan karena kesehatan Sukirah memburuk, akhirnya
Soeharto harus tinggal dirumah Kromodiryo lebih lama kurang lebih empat tahun. Di rumah Kromodiryo, Soeharto menemukan kehangatan kasih sayang, dirumah
Kromodiryo, Soeharto belajar berdiri dan berjalan. Kromodiryo membawa Soeharto kecil ke mana pun ia pergi dan
mengajarkan Soeharto berdiri dan menapaki langkah-langkah pertamanya. Apabila Kromodiryo harus melaksanakan tugas sebagai bidan, kakeknya akan
membawa Soeharto kesawah. Anak laki-laki kecil itu dipanggul di pundak kakeknya sementara sang kakek mencangkul tanah untuk bertani. Kehidupan desa
sangat menyenangkan bagi Soeharto. Pada masa kecilnya, ia mengalami kecelakaan pada saat memotong sebatang pohon pisang dan pisaunya jatuh
mengenai jari kakinya, neneknya Kromodiryo sangat menyayangi Soeharto, ketika melihat mengalami kecelekaan tersebut neneknya langsung membalut luka
Soeharto dengan penuh kasih sayang. Bagi Soeharto, masa-masa itu adalah masa yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Tahun-tahun di masa kecilnya itu
membawa pengaruh sangat besar baginya, dan ini terlihat dari kebiasaan Soeharto
31
A.Yogaswara,Biografi Daripada Soeharto dari Kemusuk Hingga”Kudeta Camdessus”,Jakarta: Media Pressindo,2007, hal 20.
Universitas Sumatera Utara
35 yang lebih suka makan makanan sederhana dan memakai pakaian yang
sederhana.
32
Ketika berumur empat tahun, Soeharto diambil kembali oleh Sukirah dan diajak tinggal bersama Atmopawiro yaitu ayah tiri Soeharto. Atmopawiro sayang
pada putra tirinya dan bahkan membelikan Soeharto seekor kambing. Tindakan ini dengan tegas memperlihatkan kasih sayangnya pada Soeharto karena kambing
adalah ternak yang bernilai tinggi di Indonesia. Setelah mulai beranjak besar, Soeharto menghabiskan waktu senggangnya dengan mengembala.
2.1.2 Masa Sekolah H.M. Soeharto
Soeharto yang beranjak besar disekolahkan Sukirah di Desa Puluhan, Godean. Namun karena Sukirah dan Atmopawiro pindah ke daerah kemusuk
Kidul, maka Soeharto pun pindah sekolah ke desa Pedes. ketika Soeharto memasuki usia delapan tahun. Kertosudiro, ayah kandungnya memutuskan agar
Soeharto dipelihara oleh adik perempuannya, Ibu Prawirowihardjo di Wuryantoro. Sebuah tempat yang lebih makmur apabila dibandingkan dengan Kemusuk.
Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani, sebuah jabatan yang cukup tinggi di kalangan orang desa, diharap dapat memberi Soeharto pendidikan yang
lebih baik. Kehidupan Prawirowihardjo sebagai seorang mantri tani membuat kehidupan Soeharto merasa lebih baik daripada sebelumnnya. Pada masa ini,
Soeharto banyak belajar tentang segala sesuatu, dari masalah pertanian hingga keagamaan. Karena Prawirowihardjo adalah seorang mantri tani atau petugas
32
Retnowati AbdulGani- KNAPP, Op.cit, hal.6.
Universitas Sumatera Utara
36 tanah, sebuah jabatan yang cukup tinggi di kalangan orang desa. Dari
mengikutinya, Soeharto menjadi tahu banyak hal mengenai kegiatan bercocok tanam. Sebuah kegiatan yang pada akhirnya menjadi kegemaran Soeharto hingga
usia tua. Dan pada masa-masa ini telah membangkitkan rasa simpati Soeharto yang mendalam terhadap para petani.
33
Kehidupan di Wuryantoro telah membangun karakter Soeharto. Sebagai seorang penganut islam yang taat, Ibu Prawirowihardjo mengajarkan Soeharto
bukan hanya tentang pentingnya sekolah tetapi juga pentingnya pendidikan kerohanian dan agama. Soeharto meluangkan waktu malamnya belajar membaca
Al-Qur’an di langgar. Pada masa-masa ini hati Soeharto terhgerak untuk mengikuti ajaran nenek moyang, suatu perkembangan penting yang kemudian
melekat dan mempengaruhi Soeharto selama hidupnya. Ini juga merupakan periode dimana Soeharto belajar tiga prinsip “jangan” dalam hidup ini. “Jangan
kagetan”, “jangan terkagum-kagum” dan “jangan mencemooh”. Atau “sabar, nrimo, melek”-jadilah orang yang sabar,apa pun yang terjadi terimalah, jangan
mengeluh serta gunakan selalu kewaspadaan.
34
Soeharto menjalani pendidikan kerohaniannya dengan sungguh-sungguh. Diantaranya Soeharto berpuasa di hari senin dan kamis, serta tidur dibawah atap
luar rumah. Orang jawa umumnya percaya bahwa dengan berpuasa dan bersemedi seseprang dapat memperoleh kekuatan batin untuk dapat mengatasi segala cobaan
hidup. Soeharto juga bergabung dengan Hizbul Wathan, sebuah kelompok keagamaan. Pelatihan-pelatihan tersebut dilakukan dalam rangka menghormati
33
Ibid, hal.21
34
Ibid, hal.8
Universitas Sumatera Utara
37 nenek moyang yang telah tiada. Sedangkan sentimen nasionalisme soeharto
terasah dan berkembang lewat pelajaran di bangku sekolah dan agama Islam dipelajarinya di malam-malam yang dilewatinya di langgar. Ketiga faktor ini tidak
dapat diragukan lagi, telah membentuk watak dan sikap hidup Soeharto di kemudian hari.
Selama tinggal dengan keluarga Prawirohardjo, Soeharto memperoleh kesempatan yang baik untuk memperoleh pengetahuan langsung tentang
pertanian. Hal yang satu ini merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan Soeharto dalam memimpin Indonesia. Soeharto sering mendampingi pamannya
melakukan kunjungan ke lahan-lahan yang telah siap untuk ditanami padi. Dalam kesempatan – kesempatan seperti ini, sering terjadi tanya jawab, di mana
pamannya dapat menerangkan secara detil tentang cara bertani yang lebih canggih kepada para petani. Soeharto sangat mengagumi pada dedikasi pamannya
terhadap pekerjaanya. Kegigihan dan daya cipta pamannya secara mendalam telah memberi inspirasi pada Soeharto dan menjadi prinsip- prinsip yang telah
membimbingnya dalam kehidupan Soeharto dikemudian hari. Pada masa inilah Soeharto menyerap budi pekerti dan falsafah hidup dari
lingkungannya. Ini adalah masa di mana Soeharto merasa paling dicintai. Dia mencintai dan dicintai oleh mereka-mereka yang telah merawatnya seperti anak
kandung walaupun dari ibu atau bapak yang tidak sama. Pergaulannya dengan orang tuangnya, saudara, teman dan keluarga yang lain selama masa kanak –
kanaknya memainkan peran yang penting saat Soeharto harus mengambil keputusan sebagai presiden nantinya. Pengalaman masa kecilnya terutama
Universitas Sumatera Utara
38 penderitaan yang dialami Sukirah dan berbagai kesulitan keuangan yang dihadapi
Kertosudiro mengajarnya agar jangan menjadi orang miskin. Kasih sayang Kromodiryo, Prawirohardjo dan perhatian dari Atmopawiro mempengaruhi
keputusan Soeharto untuk selalu merawat para kerabatnya di kemudian hari. Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar selama lima tahun,
Soeharto meneruskan pelajarannya di Schakel School, sebuah sekolah menengah pertama di Wonogiri, disana Soeharto tinggal bersama Hardjowijono, teman ayah
Soeharto yang merupakan pensiunan pegawai kereta api. Hardjowijono adalah murid Kyai Darjatmo, seorang guru agama terkenal yang bisa menyembuhkan
penyakit dan meramal masa depan. Soeharto belajar filsafat dari beliau dan sering ikut dengannya ke mesjid dimana ia mengajar. Termasuk diantara para pengikut
Kyai Darjatmo adalah dari kalangan intelek, birokrat, pedagang dan petani. Pada masa-masa ini Soeharto belajar untuk meracik obat-obat tradisional dari berbagai
tanaman yang tumbuh di sekitar daerah itu. Kemudian soeharto pindah bersekolah di sekolah menengah
Muhammadiyah di kota Jogja, dari kehidupan di Jogja ini, Soeharto mendengar awal-awal protes bangsa Indonesia terhadap penjajahan pemerintahan kolonial
Belanda. Tidak lama setelah itu, angin perang mulai menyapu seluruh wilayah Pasifik. Karena terlalu disibukkan oleh urusan perang, belanda tidak menggubris
gerakan –gerakan pertemuan di bawah tanah yang diselenggarakan oleh para politisi muda Indonesia. Mereka banyak mengadakan rapat untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari penjajahan belanda. Soeharto tidak
Universitas Sumatera Utara
39 terlalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan ini karena ia sedang berkonsentrasi untuk
menyelesaikan pendidikannya yang baru selesai pada tahun 1939. Setelah lulus di tahun 1939, ia dituntut untuk mencari nafkah sendiri.
Setengah menyalahkan keadaan, Soeharto mencatat,”sangat sulit memperoleh pekerjaan tanpa bantuan orang yang berkedudukan ataau berpengaruh, tanpa
uluran tangan orang kaya ataupun pengusaha besar saat itu”.
35
Soeharto kembali ke Wuryantoro, kemudian ia diterima bekerja di sebuah bank desa Volks-bank
sebagai pembantu klerek yang bertugas berkeliling kampung untuk bertemu dengan para petani, pedagang kecil ataupun pemilik warung kecil yang ingin
mengajukan pinjaman.
2.2 Jatuh Bangun Karier H.M Soeharto
Di usia 17 tahun, Soeharto pernah berprofesi sebagai asisten pegawai bank desa Volksbank di Wuryantoro, pada masa itu pegawai bank desa adalah tugas
utama Soeharto, yang setiap bertugas mengenakan seragam pakaian adat jawa lengkap, mendampingi pegawai bank mengambil aplikasi pinjaman.
36
Soeharto dipecat sebagai pegawai bank disebabkan seragam pakaian adat yang
dikenakannya dalam bertugas rusak dan tidak dapat menggantikan seragam yang baru. Setelah kehilangan pekerjaan,Soeharto kembali terjebak pada kehidupan
yang tidak menentu. Dan dalam ketidak menentuan tersebut, Soeharto seperti juga masyarakat yang bernasib sama dengannya di masa itu, mengalihkan pandangan
mereka kearah kemiliteran. Imbas perang Duni ke II yang juga telah sampai ke
35
Ibid, hal.23
36
dikutip dari tabloid Bintang Indonesia, 2008, hal.14.
Universitas Sumatera Utara
40 Indonesia menjadikan kemiliteran sebagai “sebuah pekerjaan” yang tampak lebih
bersinar dibanding bidang pekerjaan-pekerjaan yang lain. Soeharto sempat berfikir melamar menjadi tentara Angkatan laut, namun niat itu dibatalkan, karena
Soeharto tahu akan menempati posisi sebagai juru masak.
2.2.1 Menjadi Anggota KNIL
Karier Soeharto sebagai parjurit diawali dengan Soeharto mendaftar ke KNIL Koninklijk Nederlans Indisch leger sebutan bagi Angkatan Bersenjata
hindia-Belanda,yang kemudian Soeharto mendapat surat panggilan untuk bergabung dengan KNIL. Kelak Soeharto mencatat,” Pada mulanya saya sama
sekali tidak akan mengira bahwa lamaran yang saya ajukan akan merupakan anak kunci yang membuka pintu lapangan hidup yang menyenangkan”.
37
Soeharto bergabung dengan KNIL pada 1 juni 1940 dan itu merupakan 1940 langkah
pertama yang mengawali karir militernya yang panjang. Soeharto memulai pelatihan militer dasar di gombong, sebelah barat Yogya.
disinilah kualitas kepemimpinan Soeharto dan keterampilan berpikirnya yang sangat startegis diasah. Ada dua cara menjadi anggota KNIL, cara panjang dan
cara pendek. Cara panjang atau yang disebut Langverband adalah dinas yang diperuntukkan bagi mereka yang belum pernah mengeyam bangku pendidikan
hingga kelas tiga HIS Holands Inlandse School-SD di zaman Belanda. Lulusan Langverband membutuhkan waktu yang lama , yaitu sepuluh tahun, untuk
menjadi kopral. Sedangkan cara pendek atau Kortverband diperuntukkan bagi mereka yang telah lulus HIS atau lebih. Lulusan kortverband kemudian dapat
37
A.Yogaswara. Opcit. hal 27
Universitas Sumatera Utara
41 melanjutkan pendidikannya ke Kader School untuk menjadi kopral. Karena
tingkat pendidikan yang dimiliki Soeharto, maka Soeharto masuk Kortcerband.
38
Setelah lulus dengan memperoleh predikat terbaik, Soeharto ditempatkan di Batalion XII di Rampal, malang. Pada tanggal 2 desember 1940, Soeharto
memperoleh pangkat kopral. Kemudian Soeharto dikirim kembali ke Gombong untuk menjalani latihan lanjutan dan mendapatkan pangkat sersan. Pada saat itu
jepang mulai mendekat dan Soeharto pergi ke Bandung sebagai prajurit cadangan di markas besar tentara Circasua. Soeharto hanya sempat tinggal selama seminggu
disana karena pada tanggal 8 Maret 1942 belanda menyerah dengan jepang.
2.2.2 Menjadi Anggota PETA
Situasi negeri semakin memburuk, Soeharto memutuskan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Yogya menjadi pilihan Soeharto, karena Yogya
memiliki prospek yang lebih baik. Soeharto mulai belajar mengetik, tetapi Soeharto terhenti karena ia jatuh sakit. Secara tidak sengaja , suatu hari Soeharto
mendengar adanya rekrutmen anggota baru keibuho, sebutan bagi polisi di masa pendudukan jepang. Awalnya Soeharto ragu untuk mendaftarkan karena takut
ketahuan sebagai bekas anggota KNIL. Kondisi serta kebutuhan yang akhirnya membuat Soeharto berani mendaftarkan diri. Soeharto yang pernah memperoleh
pendidikan kemiliteran di masa Belanda dapat melalui semua tes dengan baik. Bahkan selama tiga bulan pelatihan, Soeharto menjadi lulusan terbaik. Atas saran
Kepala Polisi Jepang. Soeharto mendaftarkan diri ke PETA Pemebela Tanah Air.
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
42 PETA adalah angkatan pertahanan yang dibentuk pada Oktober 1943 oleh
Jepang, dengan orang Indonesia sebagai angkatannya. Anggota PETA dilatih dengan tujuan mempertahankan tanah airnya dari serbuan tentara sekutu yang
mencoba merebut kembali Indonesia dari tangan Jepang. Pada tahun 1944, Soeharto mengikuti kursus perwira untuk menjadi Chudancho atau komandan
kompi di Bogor. Latihan untuk menjadi Chodancho dan Daidancho atau komandan batalion tidak terlalu keras dan lebih rileks. Soeharto menyelesaikan
kursus taktik dan strategi militer di tahun 1944 dan kemudian ditugaskan ke Seibu, markas PETA di Solo, dan bertanggung jawab atas pelatihan di sana.
Selama di PETA, Soeharto mencatat bahwa rasa patriotisme serta nasionalismenya mulai bangkit.
39
Ini tidak terlepas dari propaganda Jepang yang menanamkan semangat anti-Barat. Selain itu, tekanan keras yang diberikan
Jepang kepada rakyat Indonesia telah membangkitkan semangat kekeluargaan dan persatuan dikalangan prajurit PETA. Semboyan “Tiga A” yang digembar-
gemborkan Jepang, yaitu Jepang pemimpin Asia, jepang pelindung Asia, Jepang cahaya Asia, terbukti hanya bohong belaka. Perlakuan jepang terhadap Indonesia
justru mencerminkan sikap memandang rendah. Akibatnya, mulai muncul pemberontakan PETA di Blitar pada februari 1945,
PETA kemudian menjadi bagian inti dari angkatan perang Indonesia yang baru. Kesatuan ini bukan merupakan kelanjutan angkatan perang belanda atau
Jepang, tetapi dilahirkan pada masa-masa angkatan revolusi, bentukan para pemuda dan pejuang kemerdekaan yang mandiri.
39
Ibid, hal 30
Universitas Sumatera Utara
43 Menyusul menyerahnya Jepang dan Tentara Sekutu pada tanggal 14
Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada hari jum’at, 17 Agustus 1945 pada jam 10 pagi. Yang berarti
dimulainya suatu babak baru bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini berarti pula babak baru bagi karier militer Soeharto.
2.2.3 Kiprah Soeharto di Era Revolusi Fisik
Saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Soeharto sedang berada di Brebeg untuk melatih para prajurit dari batalion Blitar untuk menjadi Bundancho
komnadan regu. Di Yogyakarta inilah Soeharto mendengar bahwa kemerdekaan Indonesia telah dikumandangkan di Jakarta. Pada tanggal 19 Agustus 1945,
melalui surat kabar Matahari, Soeharto memastikan kebenaran berita tentang kemerdekaan Indonesia serta terpilihnya Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai
presiden dan wakil presiden RI. Di masa-masa ini juga Soeharto masih “buta” terhadap masalah politik,
mencoba memperdalam pengetahuan Soeharto dengan bergabung pada Kelompok Phatuk, sebuah kelompok yang secara aktif menyelenggarakan diskusi-
diskusi masalah politik dan kenengaraan. Sementara itu Presiden Soekarno menghimbau kepada seluruh mantan anggota PETA, Heiho tentara Jepang local
yang terdiri dari relawan dan milisi, Kaigun angkatan laut Jepang dan KNIL untuk bergabung dan bersatu di bawah Badan Keamanan Rakyat BKR, yang
didirikan oleh Komite Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 22 Agustus 1945. Soeharto mematuhi himbauan ini, Soeharto bersama dengan kolega-
koleganya mantan anggota PETA kemudian bergabung dengan BKR. Maka
Universitas Sumatera Utara
44 terbentuklah BKR dengan senjata seadanya, atas pertimbangan senioritas,
kemudian terpilih Umar Slamet sebagai ketua BKR sedang Soeharto menjadi wakilnya. BKR inilah yang kemudian mengawali karir cemerlang Soeharto di
bidang militer. Semakin hari semakin banyak pihak yang bergabung dengan BKR pimpinan Umar Slamet dan Soeharto. Masalah utama mereka saat itu bukan
semangat juang tetapi kurangnya persenjataan yang memadai. Untuk itu diputuskan merebut senjata dari setiap tentara jepang yang ditemui.
Untuk melucuti tentara-tentara Jepang, Soeharto sebagai wakil komandan lalu melakukan inisiatif memimpin sebagai BKR yang berubah nama menjadi
Tentara Keamanan Rakyat-TKR pada tanggal 5 Oktober 1945 ditambah para pemuda dan rakyat untuk menyerbu asrama jepang. Soeharto berhasil
melaksanakan niatnya merebut persenjataan dari asrama jepang di Kotabaru. Tentara jepang yang tidak menyangka akan mendapat serangan, akhirnya
menyerahkan senjata setelah sebelumnya terjadi pertempuran 12 jam. Ratusan senapan, mesin dan juga senjata lainnya berhasil dirampas.ini pertama kali
Soeharto yang pada saat itu baru berusia 24 tahun menunjukkan keterampilannya dalam mengambil sebuah keputusan yang secara politis memiliki
arti penting bagi karir Soeharto. Karena prestasinya, Soeharto kemudian diangkat menjadi pimpinan
Batalion X dengan pangkat mayor. Bersama tiga Batalion lainnya, Soeharto tergabung dalam divisi IX yang dipimpin oleh Jendral Mayor Soedarsono. Pada
tanggal 19 Oktober 1945, sekutu yang diboncengi NICA Netherland Indies Civil Administration datang ke Indonesia melalui Semarang. Tujuannya, melucuti dan
Universitas Sumatera Utara
45 juga memulangkan tentara Jepang. Pada masa itu beredar kabar kedatangan
Belanda ingin kembali berkuasa di Indonesia.
40
Sekutu telah tiba di Magelang dan Ambarawa. Ini berarti keselamatan Yogyakarta, sebagai salah satu kota terpenting di awal berdirinya RI, terancam.
Para pimpinan militer pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 12 November 1945. hasilnya, Panglima Divisi V Banyumas Kolonel Soedirman terpilih sebagai
pemimpin tertinggi. Soeharto bersama Batalion X ditugaskan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah resimen yang dipimpin oleh Letkol Sarbini dengan
tujuan menghambat gerak laju tentara sekutu di Magelang. Soeharto dengan pasukannya ditugaskan menduduki Banyubiru. Tugas, sekutu menembakkan
meriam ke Banyubiru dari arah Ambarawa. Sekutu akhirnya dapat dipukul mundur ke Semarang.
Kolonel Soedirman lalu secara resmi dilantik menjadi Panglima Besar TKR, atas jasa Soeharto, Soedirman mengangkat Soeharto sebagai Komandan
Resimen III dari Divisi IX Istimewa dengan pangkat letnan kolonel. Berdasarkan dokumen Belanda, sekitar bulan Maret 1946 dikabarkan Soeharto
mengepalai tiga batalion, yaitu Batalion X dibawah pimpinan Mayor Sudjono, Batalion XX di bawah Mayor Sardjono, dan Batalion XXV dibawah pimpinan
Basyuni. Dan karena adanya reorganisasi, pada bulan Mei 1946, Soeharto masuk ke dalam Divisi III Pekalongan, Kedu, dan Yogyakarta hasil penggabungan
antara Divisi IX Istimewa dengan Divisi V Pekalongan Kedu.
41
40
lihat Bintang Indonesia, Opcit. Hal. 15.
41
A.Yogaswara, Opcit. Hal 38.
Universitas Sumatera Utara
46 Tahun 1946 adalah tahun yang menjadi titik balik dari kehidupan
Soeharto. Bermodalkan kualitas diri yang dimilikinya, Soeharto sangat menikmati kehidupan militer yang menjanjikan.
42
meskipun pada tahun 1946 juga, Soeharto mengalami kemalangan, Ibundanya meninggal dunia, namun secara umum tahun
1946 telah menjadi awal bagi kecermelangan karier militer Soeharto di masa- masa mendatang.
2.2.4 Menikah, Rehat Sejenak dari Ingar-Bingar Revolusi
Karier militer Soeharto berbanding terbalik dengan reputasinya di sektor asmara. Situasi ini mulai menjadi perbincangan di dalam keluarga. Keluarga
Prawirowiharjo mempromosikan Siti Hartinah. Siti hartinah dalah putri dari seorang wedana yang bekerja di keraton Mangkunegara Keraton yang paling
muda di Solo, yang mempunyai darah biru atau keturunan priyayi. Setelah dibujuk bahwa perbedaan tidak akan menjadi halangan, Soeharto menyetujuinya.
Pada tanggal 26 Desember 1947, Letnan kolonel Soeharto yang ketika itu berusia 26 tahun menikah dengan putri kedua dari RM.Tumenggung
Soemoharjomo yang usianya dua tahun lebih muda.
43
Tiga hari sesudah perkawinan, Soeharto dan Siti Hartinah Ibu Tien pindah ke Yogyakarta. Dua
minggu berikutnya, Soeharto harus berpisah dengan Siti Hartinah untuk sementara waktu, karena Soeharto kembali menjalani tugas militernya ke front Ambarawa.
Kelak, pasangan Soeharto-Siti Hartinah dikarunai enam orang anak,terurut dari yang sulung yaitu Siti Hardiyanti Hastuti 23 Januari 1949, Sigit
42
Ibid
43
Retnowati Abdulgani-KNAPP, Opcit, hal.19
Universitas Sumatera Utara
47 Hardjojudanto 1 mei 1951, Bambang Trihatmodjo 23 juli 1953, Siti Hediati
Harijadi 14 April 1959, Hutomo Mandala Putra 15 juli 1962, Siti Hutami Endang Adiningsih 13 agustus 1964. Tiga dari enam anak-anaknya dilahirkan
tanpa kehadiran Soeharto yang tengah menjalani tugas militer.
44
2.2.5 Kembali ke Revolusi
Sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan 17 Agustus 1945. sejarah mencatat Belanda terus menerus melakukan tekanan politik dan militer.
45
Setelah segala perundingan gagal, Belanda mengambil jalan pintas, menduduki ibu kota
republik Indonesia di Yogyakarta melalui operasi militer pada tanggal 19 Desember 1948. para pemimpin republik ditangkap, sebagian di eksekusi.
Pasukan RI menghindari kontak terbuka karena kalah persenjataan. Karier militer Soeharto makin mengilap ketika memimpin Serangan fajar 1
maret 1949 melawan agresi militer Belanda kedua di Yogyakarta, serangan ini bertujuan merebut Yogyakarta dari tangan penjajah, dan berhasil menduduki ibu
kota selama enam jam, karena Yogyakarta sebagai simbol kedaulatan negara, dimana pada saat itu Yogyakarta adalaha Ibukota Negara Indonesia.
Pada 7 mei 1949, digelar perundingan antar Indonesia dengan Belanda yang dikenal dengan Perundingan Roem-Royen. Hasil perundingan ini adalah
gencatan senjata, pembebasan Soekarno-Hatta, penarikan pasukan Belanda di Yogyakarta dan penyelenggaraan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag untuk
44
Lihat Gatra, Opcit, hal 41
45
Ibid
Universitas Sumatera Utara
48 mengurus penyerahan kedaulatan kepada Indonesia. Soeharto dipercaya bertugas
untuk menjaga ketertiban di Yogyakarta pada saat serah terima dari Belanda.
2.2.6 Menumpas Berbagai Pemberontakan
Tahun 1950-1959 adalah masa yang penuh ketidakpastian bagi Indonesia. Hasil perundingan KMB telah membuat Indonesia pecah menjadi enam belas
negara bagian. Secara otomatis, hal ini ,memunculkan ancaman bagi persatuan nasional. Meskipun hanya dalam beberapa minggu negara-negara bagian lain dari
RIS meleburkan diri ke dalam republik Indonesia, namun tetap saja muncul segelintir orang yang menolak untuk bergabung dengan RI. Akibatnya, dibeberapa
daerah muncul pemberontakan-pemberontakan yang disulut oleh bekas pasukan bentukan Belanda, seperti KNILKL, bekas laskar gerilya yang menolak
bergabung dengan APRIS Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, maupun pemberontakan yang bersifat kedaerahan seperti Permesta, PRRI, DITII
dan sebagainya. Selain itu, juga muncul keretakan dalam tubuh Angkatan Darat.
Perkembangan keadaan telah membuat Angkatan Darat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kumpulan militer “Profesional” yang
menginginkan tentara menjadi pasukan teknis, efisien, dan berukuran kecil, sementara kelompok kedua terdiri dari bekas anggota PETA atau angkatan
lainnya yang berpengalaman dalam pertempuran fisik di masa revolusi namun
Universitas Sumatera Utara
49 takut tersingkir oleh rencana rasionalisasi TNI.
46
Masalah ini diperparah dengan bergabungnya beberapa kesatuan pada pemberontakan-pemberontakan di daerah.
Secara tidak sengaja, masa yang penuh ketidakpastian ini, telah menyediakan banyak kesempatan bagi Soeharto untuk lebih meningkatkan karier
militernya di masa mendatang. Soeharto memperoleh kepercayaan untuk menyelesaikan gejolak di beberapa tempat yang pada akhirnya turut mengangkat
namanya di jajaran Angkatan Darat. Pada masa ini jugalah Soeharto mulai belajar bagaimana membangun bisnis yang menguntungkan dengan memanfaatkan
jaringan serta koneksi startegis yang dimilikinya. Januari 1950, pemerintah RIS menambah jumlah pasukan APRIS ke Makasar,
kedatangan APRIS yang merupakan wujud TNI ini menimnbulkan ketidaksukaan pada pasukan KNIL di Makassar yang dipimpin oleh Andi azis, maka
menyebabkan pemebrontakan Negara Indonesia Timur pimpinan Kapten Andi Aziz di Makassar Sulawesi Selatan. Andi, dibantu pasukan KNIL berhasil
menguasai Makassar. Panglima Divisi Jawa Tengah, Kolonel Gatot Subroto diperintahkan membentuk satuan tugas untuk menghancurkan pemberontakan itu.
Kolonel Gatot Subroto kemudian menunjuk Soeharto untuk memimpin ekspedisi ini. Soeharto berangkat ke Makassar dengan pasukan bernama Brigade Garuda
Mataram, dan pada akhirnya pemberontakan tersebut dapat ditumpas. Semasa di Makassar ini, Soeharto mengenal keluarga Habibie, dimana
salah seorang anaknya, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie yang saat itu berusia empat belas tahun, kelak akan menggantikan Soeharto sebagai presiden. Masih di
46
Elson, dalam buku A.Yogaswara, Opcit, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
50 kota yang sama, kembali muncul gerakan pemberontak. Kali ini menamakan
dirinya Batalion laskar rakyat yang dipimpin Arief Radhi, pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan pertempuran. Markas Besar Angkatan Darat kemudian
mengirimkan perwira lain untuk memulihkan situasi di Makassar, yaitu Kahar Muzakar yang diterjunkan ke tanah kelahirannya untuk membantu Soeharto
bernegosiasi dengan kelompok gerilya yang masih menolak untuk dimasukkan kedalam APRIS. Kahar kemudian memegang komando militer di Sulawesi selatan
setelah Soeharto dan pasukannya ditarik dari Makassar. Di tahun 1952, Kahar Muzakar malah memimpin pemebrontakan terhadap pemerintah pusat dan
dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk benar-benar memadamkan pemberontakan itu.
Pada tahun 1951, Soeharto ditunjuk memimpin Brigade Pragola dari Divisi Dipenegoro yang berkedudukan di Salatiga, Jawa Tengah. Pada akhir 1952,
Seharto dipindahkan ke Markas Divisi Solo, kemudian pada tanggal 1 Maret 1953, Soeharto ditunjuk untuk memimpin Resimen 15 di Solo yang baru saja
kehilangan komandannya, Mayor Kusmanto, Kerasnya suasana di Solo, membuat Soeharto merasa perlu untuk memfokuskan perhatiaanya pada pasukan di bawah
komandonya. Suhu politik jelas-jelas mendominasi para tentara di Solo. Selama berada disini, Soeharto hanya berhasil menyingkirkan sebagian saja dari
pertikaian ideologi yang terjadi di dalam militer.
47
Masa berdinas di Solo juga dimanfaatkan oleh Soeharto untuk melakukan- melakukan aktivitas-aktivitas baru seperti mengikuti kursus militer, bergabung
47
Roeder, Ibid,Hal.91.
Universitas Sumatera Utara
51 dengan anggota Klub Bridge, dan mengikuti kursus penerbangan di Aero Club.
Selain itu Soeharto mencoba merintis sebuah koperasi untuk membantu mencukupi kesejahteraan keluarga prajurit,Soeharto tinggal di Solo selama tiga
tahun. Pada awal tahun 1956, Soeharto ditarik ke Jakarta untuk menjadi Staf
Umum angkatan Darat SUAD. Hanya dalam hitungan bulan saja, Soeharto kemudian kembali ke Divisi Diponegoro TT-IV dan Soeharto dipercaya menjadi
Kepala Staf Territorium IV yang berkedudukan di Semarang, jabatan ini menandai berakhirnya pekerjaan sebagai Komandan Lapangan dan awal dari
pekerjaan Staf. Soeharto menjalankan perannya sebagai kepala Staf di Divisi Diponegoro dalam waktu yang relatif singkat. Pada tanggal 3 juni 1956, Soeharto
diangkat menjadi pejabat sementara Panglima Diponegoro menggantikan Kolonel M.Bachrum. tanggal 1 januari 1957, pangkat Soeharto naik menjadi Kolonel
Infanteri, kenaikan pangkat ini seiring posisi Soeharto yang naik menjadi Panglima Divisi Diponegoro.
Soeharto meninggalkan Semarang pada tahun 1959 setelah diperintahkan mengikuti Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat Seskoad di Bandung. ini
menjadi hal pertama bagi Soeharto mengikuti pendidikan staf militer tertinggi semenjak memasuki institusi TNI. Setahun kemudian pangkat Soeharto naik
lagi,mendapat satu bintang. Usai menamatkan pendidikan di Seskoad, Soeharto menjadi Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat. Pada waktu bersamaan, Soeharto
menyandang jabatan Panglima Korps Cadangan Umum Angkatan Darat dan Panglima Pertahanan Udara Angkatan Darat. Pada tahun 1961, untuk pertama
Universitas Sumatera Utara
52 kalinya, Soeharto mendapat tugas ke luar negeri melakukan inspeksi atase militer
di Beograd, Paris, dan Bon. Soeharto ke luar negeri menemani Jendral A.H. Nasution.
Tanggal 1 januari 1962, pangkat Soeharto dinaikkan menjadi Mayor Jenderal dan secara resmi menjadi Panglima Komandan Mandala sejak tanggal 23
Januari 1962. penunujukan diri Soeharto sebagai Panglima Komando Mandala ini menandai berakhirnya kekelaman karier militer Soeharto yang selama ini berjalan
biasa-biasa saja. Segera sosok Soeharto menjadi sosok popular yang sering menghiasi suratkabar di Jakarta. Pers menjuluki Soeharto sebagai Seorang militer
yang memiliki wajah yang bersih, murah senyum, rambut berombak tersisir ke belakang, tapi selalu menjadi “momok bagi Belanda”. Prestasi Soeharto di
Serangan umum 1 Maret diangkat ke permukaan.
48
Pada tahun 1963, pangkat Soeharto naik menjadi Mayor jenderal. Seiring kenaikan pangkat, Soeharto diberi kepercayaan sebagai panglima komando Antar
Daerah Indonesia Timur merangkap Panglima Mandala untuk pembebasan Irian Barat sekarang Papua. Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-SPKI yang
menewaskan enam jenderal dan satu Letnan Angkatan darat. Peristiwa ini membuat situasi dan kondisi negara menjadi tidak stabil. Soeharto kemudian
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Panglima Anglatan Darat saat berpangkat Mayor Jenderal, Soeharto ditunjuk sebagai
Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno.
48
A.Yogaswara,Loc.cit, hal.103
Universitas Sumatera Utara
53 Pada Maret 1966, Soeharto menerima surat perintah 11 Maret
Supersemar dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung
Karno. Bermodal Supersemar, Soeharto kemudian memulihkan stabilitas nasional. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis
Indonesia PKI sekalipun sempat di tentang Presiden Soekarno. Soeharto juga melakukan penangkapan besar-besaran terhadap orang yang diduga terlibat
G-30-S. Banyak yang menilai, sebenarnya Supersemar merupakan alat legitinmasi
Soeharto untuk rengkuh kekuasaan yang lebih besar, tapi Soeharto pernah membantah, Soeharto mengatakan “Saya tidak pernah menganggap Supersemar
itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan, suart perintah 11 maret itu juga bukan alat untuk mengadakan coup secara terselubung, supersemar itu adalah
awal perjuangan Orde Baru”.
49
Pernyataan tersebut berbanding terbalik, karena itulah kasak-kusuk tentang abash tidaknya Supersemar dan ada atau tidaknya,
masih menjadi bahan perdebatan hingga sekarang setelah Soeharto jatuh dari kursi kekuasaan. Perpindahan kekuasaan ke tangan Soeharto tidak bisa diterjemahkan
secara hitam putih bahwa terjadi peralihan ke demokrasi atau transisi ke demokrasi, karena kegelapan peralihan kekuasaan itu sudah menjadi bukti
ketidakjelasan jarum jam perjalanan bangsa di bawah Soeharto. Soeharto sendiri selalu mengklaim bahwa kenaikannya ke panggung kekuasaan adalah melalui
jalur konstitusional, dan merupakan suatu proses transisi ke demokarsi, tetapi
49
lihat Bintang Indonesia, Op.cit, hal.16.
Universitas Sumatera Utara
54 banyak ahli sejarah yang menduga bahwa aspek konstitusional yang mengantar
Soeharto ke meja pejabat presiden sudah “by design” dirancang sebelumnya, bahkan konsep-konsep pembangunan awal Soeharto yang praktis dan pragmatis
itu sudah dirancang jauh sebelun Soekarno mundur.
50
Dan hal ini semua belum terjawab secara jelas sampai sekarang.
2.2.7 Jalan Menuju Kursi Presiden
Setelah menerima Supersemar dari Presiden Soekarno, Soeharto mulai menampakkan pengaruhnya di pemerintahan. Krisis politik yang disebabkan oleh
pemberontakan PKI menuntut dilakukannya Sidang Umm ke IV MPRS 1966 yang menghasilkan 24 ketetapan. Ketetapan-ketetapan itu diantaranya yang
terpenting adalah Tap No.XMPRS1966 tentang pengfungsian kembali lembaga- lembaga negara dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah sesuai dengan yang
diatur dalam UUD 1945. ketetapan ini kemudian dipertegas dengan UU No.51974 tentang sistem pemerintahan desa. Tap No.XXVMPRS1966 tentang
pembubaranlarangan terhadap faham Leninisme-Marxisme di Indonesia. Melalui ketetapan ini, Soeharto mendapatkan legitimasi yuridis konstitusional untuk
melakukan pembersihan terhadap unsur-unsur yang berkaitan dengan PKI, termasuk orang-orang PKI yang dibunuh tanpa melalui proses pengadilan.
Pada tanggal 7 maret 1967, MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk menghapus dualisme kepemimpinan. Melalui Tap No.XXXIIIMPRS1967,
kekuasaan Pemerintahan negara dari tangan Presiden Soekarno dicabut, karena
50
Gregorus Sahdan,S.IP, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Bantul: Pondok Edukasi, 2004, hal.117
Universitas Sumatera Utara
55 dianggap tidak dapat memenuhi pertanggung jawaban konstitusional. Dengan
adanya Tap ini, maka Soeharto yang sebelumnya hanya mengemban Supersemar untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dikukuhkan sebagai Pejabat Presiden
RI.
51
Dalam Sidang Umum ke-V MPRS 1968 berbarengan dengan memuncaknya konflik yang terjadi dalam masyarakat, MPRS melahirkan beberapa ketetapan
yang memperkokoh kembali kekuasaan Soeharto melalui Tap No.XLIV1968 tentang pengangkatan Soeharto menjadi Prediden RI. Dengan demikian naiklah
Soeharto ke pentas kekuasaan menjadi tanda lahirnya Orde Baru. 2.2.8 Orde Baru di Bawah Pemerintahan Soeharto
Munculnya Soeharto di atas pentas kekuasaan, sebagai Presiden kedua setelah Soekarno, menjadi tanda lahirnya Orde Baru. Hakekat Orde Baru seperti
yang dipropagandakan oleh Soeharto merupakan suatu sikap mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat dan kepentingan nasional
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, sebagai hasil refleksi total terhadap seluruh penyelewengan yang dilakukan selama Orde Lama. Orde baru itu sendiri
mengandung empat pengertian yang lahir dari pembacaan situasi nasional pada masa awal kemunculannya. Orde Baru menganggap dirinya sebagai :
1. Suatu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan
negara yang diletakkan kembali pada kemurnian pelaksanann Pancasila dan UUD 1945.
51
Ibid, hal.116
Universitas Sumatera Utara
56 2.
Orde Baru juga menyatakan dirinya sebagai Orde yang memberikan koreksi total atas penyelewengan-penyelewengan di segala bidang yang terjadi pada
masa-masa sebelumnya. 3.
Orde Baru sendiri menganggap bahwa kekuasaan yang dicapainya merupakan suatu proses sosial yang panjang, sebab penyelewengan-penyelewengan yang
terjadi di masa lampau. 4.
Nilai yang terakhir yang menjadi konsen Orde Baru yang memiliki peluang besar terhadap penyelewengan adalah perubahan sikap mental yang
mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi atau golongan yang memerlukan pola dan sikap yang berorentasi kepada program,
sehingga urgensi Orde Baru adalah menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional
jangka panjang, untuk mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
52
Disamping itu, Orde Baru menurut sosio historisnya merupakan rezim yang memperjuangkan “Tritura” dalam kerangka pembubaran PKI, pembersihan
kabinet dari unsur-unsur G-30-SPKI, penurunan harga perbaikan ekonomi dan sejak awal kelahirannya juga, Soeharto menamakan Orcde Baru sebagai orde
pembangunan yang diterjemahkan sebagai kesempatan untuk menciptakan situsi politik yang menguntungkan pembangunan ekonomi, menciptakan kesatuan
struktur politik, yang mengarahkan setiap proses politik pada pembaharuan sosio kultural, pembaharuan struktur politik, dan pembangunan ekonomi.
52
Ibid, hal.119
Universitas Sumatera Utara
57 Awal kelahiran rezim Soeharto dilatarbelakangioleh krisi ekonomi dan
politik yang sangat kompleks. Perekonomian nasional waktu itu berada dalam
kondisi yang sangat buruk. Pada tahun 1965, sebagaimana digambarkan Harold Crouch, inflasi mencapai 500 dan harga beras naik 900. Defisit anggaran
belanja pada tahun itu mencapai 300 dari pemasukan, dan deficit dari triwulan pertama tahun1966 hampir sebesar jumlah defisit keseluruhan tahun 1965. selain
itu, kewajiban membayar hutang luar negeri yang segera harus dibayar yang dijadwalkan selama tujuh tahun, mulai pada tahun 1966.
53
Demokrasi Terpimpin ternyata telah menciptakan hutang luar negeri yang berjumlah 2.358 juta: 42 kepada Uni Soviet, 10 kepada Jepang, dan 7,5
kepada Amerika Serikat. Sementara persoalan hutang luar negeri sulit diatasi, pemerintah Indonesia juga harus membiayai impor bahan pangan, tekstil, mesin
dan suku cadang yang berjumlah lebih 600 juta, sehingga devisa negara yang diperkirakan sebesar 714 juta yang diperoleh tahun itu juga hampir habis
digunakan untuk membayar hutang.
54
Dari Oktober 1965 sampai awal tahun 1966, Indonesia nyata telah mengalami pergolakan yang diiringi oleh kekerasan yang berdarah. Ini semua
merupakan ujung dari poralisasi sejak akhir era 1950-an sebgai akibat dari manipulasi massa demi kepentingan para elite di Jakarta. Persaingan sengit selama
puluhan tahun antara organisasi-organisasi Islam, komunis, dan nasionalis serta angkatan bersenjata telah mencapai puncaknya dalam suatu tragedy berdarah
53
Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan,1986, hal.67.
54
Moctar Mas’oed, ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, Jakarta: LP3S, 1989, hal.43.
Universitas Sumatera Utara
58 gerakan 30 september 1965 tersebut. Dalam situasi ekonomi dan politik yang
sama sekali tidak menguntungkan itu, siapa pun yang memimpin, ,memang harus mencegah agar krisis tidak menjadi lebih buruk dengan menerapkan startegi
stabilitasi politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, langkah awal yang dilakukan Soeharto adalah meyakinkan rakyat bahwa rezim baru yang dibawah kekuasaan
Soeharto adalah pewaris yang sah dan konstitusional dari Presiden Soekarno. Orde baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merajuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Pada tahun 1968,
MPR secara remi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan Soeharto kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973,
1978, 1983, 1993, dan 1998. Pelantikannya secara berturut-turut ini tidak lepas dari kebijakan represifnya yang menekankan rakyat agar memilih Golongan
Karya yaitu organisasi pemerintahan setara partai yang berkuasa ketika itu, fakta membuktikan bahwa paling kurang 80 rakyat Indonesia dalam tiap pemilu
selalu mencoblos Golkar.
55
Selanjutnya, Soeharto sebagai tokoh sentral Orde Baru memulai startegi politik dan ideologisnya. Caranya dengan menggabungkan antara pandangan
hierarkis militer yang berpola ketaatan garis komando atasan kepada bawahan yang ketat di satu pihak lain. Birokrasi Orde Baru, walaupun memperlihatkan
cirri-ciri modern, namun tetap kental dengan nilai-nilai lama yang merupakan tardisi dan budaya politik Jawa, seperti hierarki birokrasi didasarkan atas
55
Dr. Baskara T.Wardaya SJ, Op.cit, hal.71
Universitas Sumatera Utara
59 hubungan personal atau hubungan “majikan-buruh” Patron-client. Dengan nada
yang sama, Richard Robison menyimpulkan bahwa pemerintahan Orde Baru
dapat dijelaskan melalui kerangka prespektif daya tahan atau kelangsungan kebudayaan Jawa yang membentuk praktik politik para pejabat atau elite birokrasi
tersebut, identitas dan struktur keompok-kelompok politik dan hakikat konflik politik ditentukan oleh hubungan politik yang bersifat patrimodial, yaitu struktur-
struktur patron-client yang bersifat pribadi dan tersusun secara vertikal.
56
Kesimpulan Robison di atas bisa membantu menjelaskan mengapa
soeharto sangat kental dengan patron-client dalam cirri pemerintahnnya, dan tampaknya ini yang membuat ideologisasi Jawa berikut kepercayaan-kepercayaan
mistiknya menghinggapi pola piker rezim Orba dan untuk kurun waktu yang lama menjadi penopang tiang-tiang kekuasaanya, sekalipun soeharto bersikap sangat
pilih-pilih terhadap budaya Jawa hendak digunakannya, sistem Orde Baru ternyata efektif selama tiga dasarwarsa.
Orde baru dalam prinsipnya menghindari dirinya dari keterjerumusan dalam kancah pertarungan ideologi, tetapi sejak awal kemunculannya Orde Baru
yang dikomandoi Soeharto itu sendiri, telah merumuskan Panca Tertib sebagai ideologinya. Dalam Panca tertib ini, Soeharto menempatkan diri sebagai
organisatoris dan kabinet Ampera sebagai megafonnya. Panca tertib ini secara tidak langsung telah melahirkan empat faktor yang membumkam masyarakat
Orde Baru, empat faktor tersebut adalah :
56
Dikutip kembali dari Manuel Kaisiepo, “ Dari kepolitikan Birokartik ke Korporatisme Negara di Indoneisa”, Jurnal ilmu Politik, no. 2-1987, h.24.
Universitas Sumatera Utara
60 Faktor pertama, dengan adanya tertib politik dengan langkah-langkahnya
menertibkan kekuatan- kekuatan sosial dengan langkah-langkahnya menertibkan keuatan-kekuatan sosial dengan azas dan prinsip Orde Baru, maka telah terjadi
penghangusan politik pada masyarakat di tingkat pedesaan. Tertib politik ini, mewajibkan Parpol untuk tidak membuka basis politik ke tingkat desa floating
mass dan mengakibatkan pembatasan partisipasi masyarakat dalam politik. Faktor kedua, dengan melakukan tindakan edukasi massa kearah sikap dan
kebiasaan-kebiasaan hidup yang tertib dan cinta pada ketertiban, sejak awal mengindoktrinasi masyarakat untuk diam dengan berbagai bentuk kekerasan dan
berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh mesin-mesin kekuasaan Soeharto dan menjadikan masyarakat untuk tutup mulut terhadap berbagai bentuk
manipulasi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh Soeharto dengan patron-patronnya.
Langkah penertiban ekonomi, sebagai langkah yang ketiga telah melahirkan ideologi developmentalism yang mengarahkan seluruh potensi dan
masyarakat pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan keahlian yang dimiliki dalam usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketahanan,
kewaspadaan, dan kesiapsiagan nasional dalam tertib hukum, telah menjadi aparatur hukum polisi, tentara dan hakim untuk mencurigai setiap tindakan yang
bertentangan dengan kebijakan Soeharto. Faktor yang terakhir yaitu telah menjadikan Dwi Fungsi ABRI sebagai suatu ideologi yang mengharuskan ABRI
untuk terjun dalam dunia politik menukik tempat keberpijakannya.
Universitas Sumatera Utara
61 Awal Orde Baru dimulai, pada saat Sidang Umum ke-V MPRS 1968 yang
bersamaan dengan memuncaknya konflik yang terjadi dalam masyarakat, MPRS melahirkan beberapa ketetapan yang memperkokoh kembali kekuasaan Soeharto
melalui Tap No.XLIV1968 tentang pengangkatan Soeharto menjadi Presiden R.I yang sebelumnya masih mengemban Tap MPRS No. IX1966 dan menugaskan
kepada presiden untuk membentuk kabinet pembangunan Tap No.XLI1968 dengan missi Panca Krida Kabinet Pembangunan.
Tugas utama kabinet pembangunan tersebut adalah menciptakan satabilitas politik dan ekonomi, menyusun dan melaksanakan Repelita, melaksanakan pemilu
Tap No.XLII1968 tentang pelaksanaan Pemilu 5 Juli 1975, mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G30SPKI
dan setiap usaha yang menyeleweng dan menghina Pancasila dan UUD 1945, dan melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur
negara. Dengan ketetapan-ketetapan tersebut, Soeharto mulai melaksanakan
tugasnya. Tugasnya adalah memilih anggota Kabinet Pembangunan yang dipilih dari lingkaran Soehartois yang sejak masa perjuangan dan sejak revolusi PKI
sudah menunjukkan loyalitasnya terhadap Soeharto. Kabinet yang pertama pada masa pemerintahan Soeharto, yang disebut
dengan Kabinet Pembangunan pertama dari tahun 1968-1973 dibentuk pada tanggal 10 Maret 1968. Presiden Soeharto memilih 23 menteri. Lingkaran pertama
terdiri dari para politisi yang sejak awal munculnya Orde Baru menjadi arsitektur yang bekerja keras untuk Soeharto, dalam lingkaran kedua ini, terdiri dari Adam
Universitas Sumatera Utara
62 Malik dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang di dalam cabinet Orde Baru
Adam Malik menjadi menteri luar negeri dan Sri Sultan menjadi wakil Presiden. Untuk membalas jasa keduanya, Soeharto memilih Sri Sultan Hamengkubowono
IX sebagai Wapres dan disusul dengan Adam Malik pada periode berikutnya. Lingkaran kedua dalam kabinet Soeharto adalah para teknokratis yang
berhaluan liberal, tamatan Perguruan Tinggi terpandang di Amerika, mereka terdiri dari Widjojo Nitisastro, M.Sadli, Soebroto Sarbini Soemawinata, Ali
Wardhana, Soemitro Djojohadikusumo dan Emil Salim.
57
Lingkaran ketiga terdiri dari para perwira Angkatan Darat AD yang merupakan teman dekat Soeharto
semasa revolusi fisik 1940-an, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan G 30 SPKI. Mereka terdiri dari Alamsyah, Sodjono Hoemardani, Ali Moertopo,
Yoga Sugama, Suryo, Abdul Kadir, selamet Danudirjo, Nawawi Alif, Sudharmono, Sunarso, Mas Iman, Yusuf Singadikane,dll.
Stabilisasi yang dicapai Soeharto pada 1960-an, masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertumbuh. Yang diperlukan adalah
perombakan di hampir seluruh aspek kehidupan perekonomian negara. Jumlah penduduk bertumbuh pada tingkat 2,4 persen per tahun. Petani terus
menggantungkan diri pada metode pertanian tardisional yang sudah mererka gunakan selama ratusan tahun. Hasil pertanian tidak cukup untuk ekspor. Industri-
industri dalam negeri tidak dapat menyerap tenaga kerja yang meluap dan hampir tidak ada industri yang berarti Penerimaan devisa tidak ada artinya.
57
Frans Maek Parera, Ketokohan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Reformator Budaya dan Printis Orde Baru, dalam Di Atas Panggung Sejarah, dari Sultan Ke Ali Murtopo, Jakarta: LP3ES, 1990
hal.41-80.
Universitas Sumatera Utara
63 Upaya awal Soeharto sebagai presiden dengan restrukturisasi aparatur
negara. Soeharto melakukan pengaturan kembali, beberapa departemen dijadikan satu sementara yang lainnya dirampingkan, Departemen Industri Dasar Ringan
dan Enerji dibubarkan dan diambil alih oleh Kementrian Negara Perekonomian, Keuangan dan Industri; Departemen Pertanian dan Departemen Urusan Maritim
juga dibubarkan.Di bawah kepemimpinan Soeharto, sebagian besar dari porsi anggaran berasal dari bantuan luar negeri, khususnya dari negara-negara kapitalis.
Porsi ini jauh lebih besar dari sebelumnya ketika bantuan luar negeri kebanyakan datang dari Moskow atau Peking. Selain mengangkat dua kelompok penasehat
ahlin khusus, stau untuk urusan politik dan satu lagi untuk masalah ekonomi. Kelompok yang pertama terdiri dari cendikiawan, tokoh nasional dan militer.
Keompok yang kedua terdiri cendekiawan dari fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kelompok penasihat politik dibubarkan pada tahun 1968 sementara
kelompok penasihat ekonomi meneruskan peranannya selama bertahun-tahun di masa mendatang.
Tim ekonomi inin melaksanakan tugas seperti para manajer di Lembaga- Lembaga Swasta. Masalah pertama yang harus mereka hadapi adalah bagaimana
melunasi hutang luar negeri. Langkah pertama yang diambil adalah dengan mengadakan perundingan-perundingan untuk menjadwal ulang pembayaran
hutang-hutang tersebut. Pada waktu itu yang sama disusun pula pedoman- pedoman untuk menarik dana internasional. Prioritas ditekankan dengan harus
menghentikan hiperinflasi untuk mengatasi masalah neracar pembayaran dan untuk memulihkan produksi, terutama dalam industri yang berorientasi ekspor.
Universitas Sumatera Utara
64 Langkah ini berhasil memenuhi target menstabilkan perekonomian yang rapuh.
Inflasi dikurangi dari 640 pada tahun 1966 menjadi 113 di tahun 1967 dan turun lagi ke 85 di tahun 1968. pada tahun 1969, Indonesia memasuki periode
kestabilan persediaan beras di mana indeks biaya hidup di Jakarta hanya naik sebanyak 22 selama tiga tahun sesudahnya.
58
Kemudian para ahli mengusulkan untuk mengikuti perekonomian bebas agar negara dapat mengatasi masalah-masalah fiskal dan moneternya.dengan
kebijkan ini, Perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika, Cina dan pribumi yang besar maupun kecil, berusaha untuk membentuk wajah kapitalisme di Indonesia.
Sampai pada tahun 1970-an, Indonesia taat kepada pintu terbuka seperti disarankan oleh pandangan ekonomi liberal Barat dari IMF, Bank Dunia, IBRD,
IGGI dan badan-badan internasional lainnya yang jumlahnya terus meningkat banyak.
Di awal pemerintahan Soeharto juga terjadi inflasi dan harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi, untuk mengatasi maslah ini, Soeharto membuat
suatu kebijakan yaitu dengan mencanangkan program Rencana Pembangunan Lima Tahun Repelita dengan basis tiga kebutuhan pokok manusia: sandang,
pangan dan papan-pakaian. Tahap perencanaan jangka panjang pertama dimulai pada tahun 1969 dan akan selesai pada tahun 1994, pada tanggal 1 April 1969,
Soeharto mengumumkan tujuantujuan yang ingin dicapai pemerintah pada akhir repelita pertama. Tujuan utama repelita dari 1 April 1969 sampai bula Maret 1974
adalah, pertama dan yang paling utama, sandang dan pangan. Repelita kedua dari
58
Retnowati Abdulgani-KNAPP, Op.cit, hal. 90.
Universitas Sumatera Utara
65 april 1974 sampai maret 1979 ditujukan untuk mencapai swasembada sandang
dan pangan yang terjangkau oleh seluruh rakyat, dan rumah tinggal yang terjangkau bagi rakyat kebanyakan. Infarstruktur dasar akan diperbanyak dan
ditingkatkan. Lowongan pekerjaan akan disediakan secara meluas dan kekayaan akan disebar secara merata.
Repelita ketiga dari April 1979 sampai Maret 1984 menuntut standar kehidupan yang lebih tinggi, pendidikan yang lebih baik dan kesejahteraan bagi
semua orang, berdasarkan kesetaraan dan keadilan. Karena beras merupakan makanan pokok yang utama, prioritas ditetapkan untuk meningkatkan hasil
pertanian dan mencapai swasembada di bidang pertanian. Negara harus mampu mengekspor hasil produksi yang berkaitan dengan pertanian, yang aktivitas
produksinya dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja. Repelita keempat dari bulan april 1984 sampai Maret 1989 memusatkan perhatian pada peningkatan
keberhasilan yang sudah dicapai negeri ini pada saat itu. Pemerintah mengakui bahwa memenuhi kebutuhan pokok masih merupakan masalah utama bagi banyak
kalangan masyarakat. Salah satu dari masalah-masalah yang menonjol adalah perbaikan pemerataan kekayaan, dan juga peningkatan kesempatan kerja tanpa
diskriminasi yaitu, kesempatan bagi masyarakat yang berbeda dalam hal ras dan latar belakang . Pembangunan dibutuhkan di seluruh pelosok wilayah. Apabila
pembangunan ekonomi dapat dipercepat, stabilitas negara dapat dipertahankan. Repelita kelima dari bulan April 1989-maret 1994 juga ditujukan sekali lagi pada
fase peningkatan standar hidup dan pendidikan rakyat Indonesia, demi mendorong
Universitas Sumatera Utara
66 agar negara dapat lepas landas menjadi negara industri. Proses ini diperkirakan
akan memakan waktu 25 tahun. Pelantikan Soeharto secara berturut- turut ini tidak lepas dari kebijakan
represifnya yang menekan rakyat agar memilih Golongan Karya, yaitu organisasi pendukung pemerintah setara partai yang berkuasa ketika masa Orde Baru,
daripada memilih partai oposisi seperti Partai Demokrasi Indonesia atau Partai Persatuan Pembangunan PPP. Fakta membuktikkan bahwa paling kurang 80
rakyat Indonesia dalam tiap pemilu selalu mencoblos Golkar.
59
Ketika Soeharto mengambil alih kepresidenan, Golkar menjadi kendaraan politik yang paling
penting dalam pemerintahan Soeharto. Pada tanggal 4 februari 1970, dengan menggunakan sebuah lambang partai yang tetap sama sampai sekarang . Golkar
memenangkan lebih dari 62 suara pada pemilu tahun 1971, pemilu yang pertama kali diadakan di bawah pemerintahan Soeharto.
Pada periode-periode sesudahnya, Soeharto tampil ke panggung kekuasaan melalui Golkar memiliki enam kali andil dalam Pemilu yang menang dengan
suara mutlak dan koor setuju di parlemen untuk enam kali juga mengangkat Soeharto menjadi Presiden.
60
Soeharto dipilih kembali untuk kedua kalinya pada tanggal 23 Maret 1973. soeharto memilih Sultan Hamengkubuwono IX sebagai wakilnya.pada priode ini
Kabinet Pembangunan kedua dibentuk pada tanggal 27 Maret 1973, ada 21 orang menteri. Dua diantaranya yang paling utama adalah Ali Wardhana sebagai
Menteri Keuangan dan Widjojo Nitisastro sebagai Menteri Negara Perekonomian
59
Dr.Baskara T.Wardaya SJ. Op.cit, hal.70
60
Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal. 126.
Universitas Sumatera Utara
67 dan KeuanganKetua Bappenas. Selama periode ini, dibangunnya jalan-jalan,
pelabuhan dan transportasi, Soeharto juga berhasil meredam gejolak politik. Golkar berhasil memenangkan lebih dari 62 suara untuk kedua kalinya pada
pemilihan umum yang diadakan pada bulan Mei 1977. Soeharto menjalankan kontrol lebih ketat ketika Soeharto memerintahkan pembreidelan sebuah surat
kabar terkenal dan pengawasan yang ketat terhadap gerakan mahasiswa. Pada tanggal 22 Maret 1978 Soeharto berhasil menjadi Presiden kembali untuk ketiga
kalinya. Pada periode ini, Soeharto mengangkat Adam Malik sebagai Wakil Presiden. Ada 24 menteri yang membantu Soeharto dalam Kabinet Pembangunan
babak ketiga ini, yang dibentuk pada tanggal 29 Maret 1978. Kabinet ini bertahan sampai tahun 1983.
Pada tanggal 19 Maret 1982, sebagai akibat dari banjirnya penanaman modal asing yang berbondong-bondong datang ke Indonesia, bangkitnya
pengusaha domestik dan pesatnya pertumbuhan pembangunan, Soeharto diberi gelar sebagai Bapak Pembangunan oleh MPR. Walau demikian, ketidakpausan
masyarakat semakin menumpuk menjelang dipilihnya Soeharto kembali sebagai Presiden untuk ketiga kalinya, yang ditandai dengan kerusuhan-kerusuhan yang
berlangsung pada waktu berlangsungnya kampanye Golkar di Lapangan Banteng. Golkar tetap mampu memenangkan suara sebanyak 54.2 pada pemilu
tanggal 4 Mei 1982. Pada saat itulah keprihatinan msayarakat mulai mengemuka dan cara-cara yang digunakan oleh Golkar demi merekayasa pengumpulan suara
semakin terungkap. Para pegawai pemerintah mengaku telah menerima amplop gaki mereka yang ditempeli Golkar, yang oleh banyak orang dianggap sebagai
Universitas Sumatera Utara
68 sebuah peringatan mengenai partai mana yang seharusnya mereka dukung dalam
pemilu. Dalam praktik lainnya, kotak-kotak suara diletakkan di gedung-gedung perkantoran, dimana nama sebuah partai politik dan logonya ditempelkan pada
masing-masing kotak. Beginilah cara pemerintah mengawasi perusahaan mana dan di gedung mana yang mendukung Golkar atau partai oposisi. Sayangnya,
hanya sedikit sekali orang yang berani menyampaikan keluhan tentang parktik- praktik seperti ini, terutama di antara para birokart yang merupakan mayoritas
sumber pemberi suara. Pegawai pemerintahan ingin bermain dengan aman untuk melindungi posisi mereka sendiri. Sektor swasta juga termotivasi oleh
kepentingan mereka sendiri untuk mempertahankan status-quo, karena perubahan seperti apa pun dalam hal kepemimpinan negara bisa jadi akan membahayakan
posisi mereka. Kebiasaan-kebiasaan seperti inilah yang kemudian membuat pelayaran negeri ini menuju ke kesejahteraan bagi seluruh rakyat menjadi semakin
berat dan penuh rintangan.
61
Kabinet pembangunan keempat dibentuk pada tanggal 16 Maret 1983 dan berakhir hingga 1988. kabinet ini terdiri dari 32 menteri dan lima menteri muda.
Soeharto memilih Jenderal Umar Wirahadikusumah sebagai Wakil Presiden. Dalam urusan perekonomian Radius Prawiro menggantikan Ali Wardhana sebagai
Menteri Ekonomi dan KeuanganKepala Pembangunan Nasional. Dalam Kabinet Pembangunan yang dibentuk pada tanggal 21 Maret 1988 dan berakhir pada
tahun1993, Sudharmono diangkat sebagai Wakil Presiden. Kabinet ini terdiri dari 32 menteri dan enam menteri muda.
61
Retno Abdulgani-KNAPP, Op.cit, hal 181.
Universitas Sumatera Utara
69 Kabinet Pembangunan keenam dibentuk pada tanggal 17 Maret 1993 dan
berakhir pada tahun 1998. kabinet baru telah diumumkan dan 19 Maret 1993, Soeharto melantik 40 anggota kabinet yang terdiri dari 38 menteri dan dua pejabat
negara setingkat menteri. Komposisi kabinet baru Soeharto itu tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Terdiri dari 21 menteri yang membawahkan
departemen, 13 menteri negra, 4 menteri koordinator, dari tiga dalam tiga periode yang lalu, dan tiga pejabat negara setingkat menteri. Namun yang menarik dari
kabinet ini , dari seluruh anggota kabinet, 22 orang adalah wajah baru. Dan yang menonjol dari kabinet ini, dan ini yang tampak berbeda dengan lima kabinet
sebelumnya, adalah absennya tim teknokrat. Sejak Orde Baru, tim menteri ekonomi selalu ditampilkan sebagai teknokrat yang merancang dan
mengendalikan pembangunan. Tim ekonomi yang dibina Widjojo Nitisastro adlah tim yang mendapat kepercayaan selama 25 tahun periode kepemimpinan
Soeharto. Kabinet Pembangunan ini terdiri dari berbagai sumber, ada birokrat, politisi, ABRI, Golkar atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Memang ada
beberapa ahli ekonomi, tapi berbeda dengan garis tim teknokrat periode sebelumnya.
62
Kabinet ini dibubarkan tahun 1998 dengan evaluasi atas hasil kerja para menteri sepenuhnya berada di tangan Soeharto sebagai presiden sesuai dengan
pasal 17 ayat 2 UUD 45 yang menyebutkan bahwa “menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
63
Dan kabinet pembangunan ketujuh sekaligus menjadi kabinet terakhir masa kekuasaan Soeharto dibentuk pada tanggal 14
62
Dikutip dari Tempo, 1993, hal.13.
63
Dikutip dari tempo, 1993, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
70 Maret 1998 dengan segara dibubarkan pada tanggal 22 Mei 1998,dengan Wakil
Presiden BJ.Habibie dan kabinet ini terdiri dari 34 menteri, semua pemain lama dalam masalah-masalah perekonomian yang sudah beredar sejak tahun 1993,
Soeharto mengangkat putri sulungnya,Tutut sebagai Menteri Sosial dan Bob Hasan yang notabene sahabat dekat Soeharto sebagai Menteri Perindustrian dan
perdagangan. kabinet pembangunan ketujuh ini berakhir, karena pada tanggal 21 mei adalah tanggal yang paling penting dalam sejarah kekuasan Soeharto,
Soeharto menyerahkan kekuasaannya selam 32 Tahun kepada BJ.Habibie.
2.2.9 Basis-Basis Penopang Soeharto
Kokohnya kekuasaan Soeharto tidak muncul begitu saja, tetapi dibangunan di atas berbagai basis material, moril dan spiritual. Basis material
merupakan sumber utama yang memberikan legalisasi yiuridis-konstitusional terhadap kekuasaan Soeharto. Sumber ekonomi yang melimpah dalam
pemerintahan Soeharto, dengan manajemen pengelolaan secara individual yang memberikan tekanan yang luas terhadap instruksi Soeharto dalam berbagai bentuk
kebijakan di satu sisi memberikan dasar kepercayaan masyarakat luas terhadap keberhasilan Soeharto yang membangun basis ekonomi dari kehancuran menuju
kesuksesan, tetapi cara pengelolaan basis ini yang memberikan porsi yang besar terhadap peran kekuasaan Soeharto melahirkan celah-celah baru dalam
perekonomian Indonesia. Dengan adanya pengelolaan ekonomi yang bersifat pribadi tersebut,
Soeharto dapat dengan leluasa memanfaatkan hasil-hasil pertumbuhan dan pembangunan. Soeharto juga dengan leluasa mendistribusikannya secara khusus
Universitas Sumatera Utara
71 kepada keluarga, dan patron-patron bisnisnya. Membengkaknya berbagai proyek
yang tidak dapat dipertanggung jawabkan selama pemerintahan Soeharto dan meluasnya KKN, merupakan satu cirri khas dari pemerintahan ini.
64
Basis legitimasi sendiri merupakan hal yang mudah untuk didapatkan dalam
pemerintahan Soeharto, karena dengan dukungan sumber-sumber ekonomi yang ada, Soeharto dengan mudah mendapatkan dukungan atas kekuasaanya melalui
pemerintah dan berbagai organisasi korporatis yang patuh dan loyal terhadap Soeharto. Mesin-mesin politik ini dapat dengan cepat digerakkan oleh Soeharto
untuk melakukan pengontrolan, pengawasan, dan mobilisasi terhadap masyarakat dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Legitimasi yang bertumpu pada kinerja
mesin-mesin kekuasaan Soeharto, memberikan dukungan moril terhadap Soeharto untuk terus bertahan di atas piramida kekuasaan. Penggunaan simbol-simbol
kejawen dan bahsa-bahasa kekuasaan yang banyak diwarnai oleh unsure-unsur Jawanya, merupakan usaha Soeharto untuk mendapatkan dukungan budaya
sebagai basis spiritual bagi kekuasaannya.
Basis- basis penopang Soeharto diatas menurut Liddle dinilai sebagai
sumber daya Soeharto yang melingkupi koersif, persuasif, dan material. Sumber daya koersif merupakan kapasitas Soeharto untuk memaksa warga negara agar
tunduk dan patuh pada garis komando dan kebijakan Soeharto. Koersif disediakan terutama bagi mereka yang tidak mendukung “konsensus nasional” atau merong-
rong stabilitas nasional dan membangun dukungan terhadap kekuasaan. Sumber daya persuasif bersifat simbolis atau ideologis, yaitu kapasitas untuk memperoleh
64
Gregorius Sahdan,S.IP, Op.cit, hal. 147.
Universitas Sumatera Utara
72 dukungan dari masyarakat bahwa seluruh institusi yang dibentuk dan kebijakan-
kebijakan Soeharto ditujukan pada kebaikan bersama.
65
Karena perbedaan pandangan dengan para pakar politik, di sini sumber daya koersif dan persuasif
birokrasi, tentara, dan Golkar dilihat sebagai mesin-mesin penggilas dalam kekuasaan Soeharto, sedangkan sumber daya materil ekonomi, legitimasi dan
budaya dinilai sebagai basis ekonomi, budaya dan legitimasi dalam kekuasaan Soeharto.
2.2.10 Basis ekonomi
Indonesia di bawah Kepemimpinan Soeharto, sedikitnya menganut system ekonomi campuran yang tidak jelas secara teoritis dan konseptual. Tahun- tahun
awal yang menyertai kebijakan ekonomi Soeharto, sudah mulai, muncul ketidaksukaannya terahadap sistem ekonomi sosialis ala Indonesia yang tercantum
dalam UUD 1945 pasal 33 yang memberikan peran sentral negara terhadap pengelolaan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi yang beroerentasi pada
penerapan sistem kapitalis dan sosialis campuran, ditujukan dengan pembentukan tim ekonomi yang akan merumuskan startegi pembangunan ekonomi yang
berorentasi pertumbuhan dan disertai dengan pemerataan ekonomi dan hasil- hasilnya.
Kebijakan trilogi pembangunan di dalmnya terkandung sistemekonomi kapitalis dan sosialis yaitu pertumbuhan ekonomi kapitalis dan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya sosialis dengan penyertaan stabilitas nasional
65
R.William Liddle dalam “Pemilu –Pemilu Orde Baru”,Jakarta:LP3ES, 1992, hal.113-114
Universitas Sumatera Utara
73 yang sehat dan dinamis. Trilogi yang kedua jelas sekali memberikan peran sentral
terhadap pemerintahan Soeharto untuk melakukan pengontrolan yang ketat terhadap distribusi ekonomi oleh Soeharto atas nama negara dan memberikan
ruang sentralisasi ekonomi pada kawasan industri tertentu akibat pemusatan sektor-sektor industri pada tangan-tangan tertentu yang dalam pemerintahan
Soeharto diwakilkan oleh Soeharto keluarga dan patron-patron bisnisya. Pengendalian ekonomi yang terpusat dapat dilihat dari banjirnya
pembentukan Lembaga-lembaga perkreditan dan control kelembagaan yang menyertai pemberian dan perkreditan tersebut. Melalui lembaga-lembaga
perkreditan ini, Soeharto melakukan pengontrolan yang massif terhadap perekonomian rakyat kecil dan menempatkan patron-patron bisnis dan kelompok-
kelompok loyalisnya mulai dari pusat hingga ke desa. Besarnya pengendalian dan pengawasan terhadap sektor ekonomi, terutama sektor ekonomi rakyat kecil dapat
dilihat dari UU No.121969 tentang pokok-pokok perkoprasian. Udang-undang ini memberikan bimbingan pengawasan, perlindungan dan fasilitas terhadap koperasi.
Undang-undang ini diperkuat oleh instruksi Presiden No.21978 tentang KUD sebagai wadah dari seluruh warga desa; petani, nelayan, pengerajin, peternak,
pedagang dan sebagainya, untuk mengendalikan dan memonopoli hasil-hasil ekonomin dalam bidang-bidang sektor informal.
Bantuan perkreditan ini di satu sisi memang sangat menguntungkan petani, nelayan, dan pengusaha kecil, tetapi dengan adanya perkreditan semacam ini,
memberikan keleluasaan terhadap pemerintah Soeharto untuk mengontrol, mengendalikan dan memobilisasi massa di dalamnya untuk tujuan kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
74 Melalui lembaga-lembaga perkreditan ini, pemerintah soeharto dengan mudah
melakukan sosialisasi kekuasaan, karena pola pengawasa yang ketat, mempermudah penguasa untuk mengetahui gerak-gerik massa dibawahnya yang
bertentangan dengan kekuasaan. Semua kebijakan yang diambil dalam bidang ekonomi memang cukup
beralasan mengingat, pada awal tahun yang mengantarkan Soeharto ke pangkuan kekuasaan sebelum 11 Maret 1966 harga barang kebutuhan pokok membubung
sekitar 5 setiap bulan, cadangan pembayaran luar negeri habis, serta pembayaran hutang luar negeri Indonesia hampir setara dengan hasil pembayaran
ekspor yang diharapkan. Produksi industri jatuh karena kekurangmampuan membayar impor bahan-bahan baku. Ekspor merosot karena prasarana jalan,
pelabuhan dan transportasi bertambah buruk. Gaji pegawai negeri sangat rendah dan korupsi dalam tubuh birokrasi merajalela, inflasi melorot sampai ke tingkat
600, industri pabrik bekerja hanya dengan 10-20 kapasitas, karena kurangnya bahan baku dan suku cadang yang harus diimpor, keuangan negara hampir
seluruhnya tidak teratur karena terkikis oleh inflasi dan korupsi, sektor swasta asing dan domestik mendapat tekanan demi sosialisme ala Indonesia, perdagangan
luar negeri tersumbat oleh jaringan kurs ganda multiple exchange serta segala peraturannya, ditambah dengan membengkaknya hutang luar negeri yang sulit
untuk dibayar dalam tempo yang tepat, diteruskan dengan terjadinya polarisasi dalam diri pemerintah yang melahirkan Supersemar.
66
66
H.W.Arndt, Pembangunan Ekonomi Indonesia, Pandangan Seorang Tetangga, Gajah Mada Unversity Press, 1994, hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
75 Ketidakjelasan dalam menerapkan sistem ekonomi Indonesia di bawah
Orde Baru juga nampak dalam kebijakan, hal ini dapat dilihat setelah kudeta yang gagal oleh PKI, Soeharto setap-demi setahap mengambil alih kekuasaan,
kemudian mengambil keputusan- keputusan penting yaitu : usaha rehabilitasi dan pembangunan ekonomi, pembentukan Tim ekonomi,
67
mengawasi pengeluaran pemerintah, menyusun anggaran belanja, pemotongan alokasi anggaran dalam
semua bidang terutama pengurangan alokasi anggaran angkatan Bersenjata RI dan melibatkan para petinggi militer untuk mengawasi penggunaan anggaran
negara. Melibatkan militer dalam pengawasan ekonomi merupakan suatu langkah pengendalian yang tidak sehat dalam rezim Soeharto.
Pada bulan Agustus 1966, tim IMF diundang datang ke Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan dalam bantuan luar negeri serta membantu Tim RI
dalam usaha menstabilkan perekonomian nasional. Tim yang bergabung dalam dewan stabilitas ini, akhirnya menggariskan program bersama yaitu 1.
mengusahakan penyeimbangan anggaran balanced budged, 2. mengusahakan politik kredit yang ketat, 3. menciptakan sistem ekonomi yang terbuka, 4.
mendorong ekspor dan menertibkan impor, 5. mengusahakan kredit baru dan penjadwalan kembali utang lama, 6. memberikan peran yang lebih besar
pada ekonomi pasar, 7. merumuskan kembali suatu “investmen policy” yang memberikan peluang dan kepastian hukum kepada investor luar negeri.
Atas nota kesepakatan IMF ini, Indonesia kemudian, menjalankan program peniadaan campur tangan dalam perekonomian yang ditujukan pada
67
Ibid, hal.87-88.
Universitas Sumatera Utara
76 pembongkaran yang kompleks dalam sistem perdagangan luar negeri dan
pengendalian devisa yang telah dijalankan bertahun-tahun sejak Oktober 1966, memberikan kebebasan kepada para eksportir untuk menjual penerimaan hasil
valuta asing mereka di pasar bebas, para importer dibebaskan dari pajak pengawasan dengan lisensi, kurs berganda direduksi menjadi dua yaitu Eeport
Bonus BE bagi impor barang-barang penting dari tarif DP Domestic Product untuk barang-barang yang tidak penting dan pemindahan modal, penjadwalan
kembali hutang luar negeri dengan perundingan intens setiap tahun dengan donator, khususnya untuk utang dengan jangka waktu 30 tahun yang dimulai 1970
dengan suatu “grade periode” yang sifatnya fakulatif bagi sebagian penyebaran kembali modal dan bunga yang tertunda sampai dengan 15 tahun yang terakhir
yaitu antara tahun 1985 sampai dengan 1999.
2.2.11 Basis Sosial Budaya
Para pakar budaya mengatakan bahwa proses peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru pada periode dualisme kepemimpinan dilakukan sesuai
dengan tuntutan nilai-nilai tradisional budaya Jawa yang menjunjung tinggi tata kerama dalam masyarakat. Soeharto dinilai merupakan figur yang tampil ke
pentas kekuasaan dengan membawa serta berbagai nilai tradisional Jawa yang menempatkan orang tua sebagai figur yang harus dihormati, dihargai dan
dijunjung tinggi. Seting politik Soeharto dengan latar kultur Jawa, merupakan satu strategi perangkap terhadap Soekarno untuk menemui perjalanan buntu
meninggalkan mimbar politik yang telah pertahun-tahun menjadi arena permainan
Universitas Sumatera Utara
77 Soekarno. Strategi ini juga merupakan instrumental politik Soeharto untuk
mematikan lawan politiknya dengan pelan-pelan tapi pasti-menyingkirkan bersama pentolan-pentolan PKI. Suatu saran yang halus tetapi mengandung
ketegasan sikap untuk meruntuhkan, mematahkan dan menghabiskan seluruh potensi tersisa yang dimiliki oleh Soekarno.
68
Kuatnya budaya Jawa yang melingkupi kekuasaan Soeharto nampak dalam interprestasi yang mentradisikan konsep-konsep modern akan legitimasi
formal dan loyalitas msyarakat terbangun melalui adigum musyawarah untuk mufakat, tut wuri handayani, tepo selero dan puluhan tardisi Jawa yang lainnya
sebagaimana ada dalam Prasetia Pancakarsa dalam Tap-tap MPR.
69
Tut Wuri Handayani yang mengedepankan peranan seorang pemimpin dengan massa
pengikut dibelakangnya merupakan cerminan budaya patuh dan tunduk dari tradisi Jawa Kuno yang menempatkan seorang pemimpin sebagai “kepala”
pasukan yang harus ditaati, dituruti, dan disanjung-sanjung. Semboyan ini, telah melahirkan kepatuhan semu dalam jangka pendek kekuasaan Soeharto terhadap
masyarakat Indonesia yang selalu mengikuti apa yang dikatakan sang bapak. Kepatuhan semu seperti ini telah melahirkan msyarakat semu munafik
yang tunduk, patuh dan taat selama kekuasaan itu memiliki kekuatan penopang yang mampu dihalaunya untuk menumpas para pembangkang, tetapi ketika pola
kerja mesin ini sudah memudar, ia dengan sendirinya sulit untuk menciptakan dan memproduksi komando lagi dan pada akhirnya jatuh atau digulingkan. Tidak
jarang bila budaya minta restu, sungkem, dan manut pada Soeharto hanya hidup
68
Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal. 184.
69
Arbi Sanit, Reformasi Politik Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal.21.
Universitas Sumatera Utara
78 selama Soeharto kuat, tetapi ketika Soeharto sudah mulai lemah, budaya ini turut
hancur dengan sendirinya, karena Soeharto yang membudayakannya sudah tidak mampu memberikan restu dan petunjuk lagi ketika terjadi berbagai gempuran dan
tekanan terhadap kekuasaanya. Budaya “tepo selero” toleransi, telah menciptakan ketundukan beku bagi
massa warga dan pembungkam terhadap berbagai tindakan kekerasan, intimidasi, teror dan pembunuhan yang juga memunculkan prilaku “diam” di dalam
masyarakat dan juga di dalam struktur pemerintahan legislatif, yudikatif dan eksekutif-birokrat terhadap berbagai ketimpangan yang dilakukan oleh Soeharto
dan kroni-kroninya seperti meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme, maka budaya tepo selero justru telah menjadikan KKN sebagai budaya bersama, sama-
sama merasakan, sama-sama menikmati dan sama-sama kaya yang terkosentrasi di kalangan orang-orang yang berda di sekitar Soeharto, mulai dari eksekutif di
pusat hingga kepala desa di pedalaman, mulai dari legislative di pusat sampai dengan yang ada di daerah, dan menyusup sampai ke lembaga peradilan yang
tidak banyak berbuat untuk menegakkan keadilan.
2.2.12 Basis Legitimasi
Setiap model pemerintahan dalam bentuk apapun legitimasi terhadap kekuasaan merupakan sesuatu yang sangat perlu. Pemerintah yang tidak memiliki
legitimasi tentu sajan tidak mampu memerintah dengan baik, karena selalu saja terjadi goncangan yang mengancam kekuasaan politik tersebut. Dalam negara
modern dimana semua lembaga politik modern hidup dan mengikuti logika demokrasi, jujur, terbuka dan bebas dari tekanan dan militer bersama dengan
Universitas Sumatera Utara
79 birokrasi negara bertindak netral sebagai penjaga keamanan dan sekaligus
pengatur administrasi Pemilu dengan baik, sehingga pemilu benar-benar menghasilkan perwakilan politik yang dipercaya oleh masyarakat pemilihnya
dalam periode tertentu. Sebaliknya dalam negara otoriter pengabsahaan kekuasaan terbentuk
melalui berbagai faktor yang membentuk kekuasaan tersebut. Soeharto yang membawa Orde Baru termasuk dalam kerangka rezim personal rule penguasa
tunggal dimana kebanyakan faktor penentu dalam negara diletakkan pada peran individual sang penguasa, legitimasi atau pengabsahan kekuasaan itu diperoleh
melalui kinerja penguasa pribadi, produk-produk kekuasaan yang dibuatnya dan kinerja mesin-mesin yang digunakannya.
Rezim personal rule penguasa tunggal yang dimiliki Soeharto agak
sedikit berbeda dengan rezim-rezim penguasa tunggal lainnya, penyebabnya dipengaruhi dengan ketidakjelasan lietarur yang membicarakan tentang proses
naiknya Soeharto ke pangkuan kekuasaan. Ahli-ahli ilmu politik luar negeri mengatakan bahwa kenaikan Soeharto itu melalui proses kudeta militer yang
terjadi secara samar-samar atau “grilya” sebagaimana biasanya strategi tradisional dalam model pertempuran dengan penjajah di Indonesia. Sebaliknya para pakar
politik dalam negeri terbelah dua, ada yang mengatakan melalui kudeta, tetapi tidak sedikit juga yang mengatakan kenaikan Soeharto menjadi Presiden melalui
proses konstitusional.
70
70
Gregorius Sahdan, S.IP, Op.cit, hal.187.
Universitas Sumatera Utara
80 Atas ketidakjelasan seperti itulah, maka timbul kesulitan untuk melacak
dengan jelas basis legitimasi terhadap kekuasaan Soeharto. Pengabsahan kekuasaan Soeharto memang bisa dilihat dari “klaim” adanya Surat Perintah 11
Maret 1966 dari Pemimpin Besar Revolusi, Mandataris MPR dan pengemban amanat Kedaulatan Rakyat yaitu Soekarno untuk mengambil langka-langkah yang
penting guna memulihkan keamanan dan ketertiban akibat kudeta PKI yang gagal pada 30 September 1965. berdasarkan surat sakti ini maka, soeharto memiliki
kekuatan yang sah untuk melakukan konsolidasi kekuatan awalnya, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat dan juga mengahalau orang-orang Soekarno dari
birokrasi negara dan militer yang bertentangan dengan garis komandao Soeharto sebagai Panglima Komandao keamanan dan ketertiban. Sebuah jabatan yang
memberikan keleluasaan terhadap Soeharto untuk menarik perhatian massa yang mengalami secara langsung keresahan sosial yang diakibatkan oleh pembelahan
politik, konflik kepentingan dan pertarungan kekuatan yang mengalirkan banyak darah di tahun 1960-an itu.
71
Untuk mengukur legitimasi Soeharto, jelas Pemilu bukan sarananya, karena Pemilu dalam negara yang dikuasai oleh rezim penguasa tunggal jelas
merupakan mekanisme pembiusan karena melahirkan berbagai kecurangan, sehingga tolak ukur bagi pengabsahan kekuasaan Soeharto itu adalah sejauh mana
kinerja mesin-mesin Soeharto, produk-produk kekuasaan dan performance Soeharto sendiri dalam mendapatkan pengabsahan atas kekuasaanya. Selama
Soeharto menjadi Presiden legitimasi Soeharto banyak digantungkan pada
71
Ibid, hal.188.
Universitas Sumatera Utara
81 strategi-strategi yang dibuat oleh Soeharto untuk menciptakan kepercayaan
masyarakat terhadap kekuasaannya. Pertama, menghidupkan kembali peran lembaga-lembaga politik modern
yang selama Orde Lama telah dikacaukan oleh arus deras kekuasaan Soekarno. Lembaga-lembaga politik modern seperti parlemen, MA, BPK, DPA dan lain-lain
sebagainya dipersiapkan untuk meproduksi legitimasi bagi kekuasaan Soeharto. Kontrol dan pengendalian terhadap lembaga ini tetap naungan Soeharto.
Kedua, dengan membatasi partisipasi politik masyarakat dengan menciptakan stabilitas politik untuk melindungi pembangunan ekonomi yang
menjadi basis material bagi Soeharto selanjutnya dan melakukan depolitisasi, departisasi dan deideologisasi dalam masyarakat melalui penciptaan berbagai
regulasi yang mengekang kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan seni berpolitiknya melalui pemaksaan pengfusian partai 1973. Deideologisasi dan
depolitisasi sangat mengental di era 1980-an ketika banyak produk pemerintah dan UU pemilu yang menetapkan pemberlakuan azaz tunggal bagi semua partai
politik dan Golkar. Ketiga, pengerahan mesin-mesin pembangunan bangsa yang terdiri dari
para teknokrat, birokrat baik sipil maupun ,militer untuk terlibat dalam pertarungan politik menenangkan Golkar dalam setiap Pemilu Orde Baru dengan
menciptakan unipolar dimana satu partai hegemonik Golkar menjadi satu- satunya kekuatan yang tidak ada tandingannya. Soeharto juga melakukan
penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik, yakni Partai Persatuan PembangunanPPP, Golongan Karya Golkar dan Partai
Universitas Sumatera Utara
82 Demokrasi Indonesia PDI dalam upayanya menyederhanakan kehidupan
berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet
badan dianggap penyebab tersendatnya pembangunan, kemudian dikeluarkannya UU Politik dan Asas Tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu.
Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk Golkar. Oleh karena itu semua partai islam yang
ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-islam Katolik dan Protestan, serta partai-partai nasionalis
digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia PDI. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik dan muncul istilah
“mayoritas tunggal” yakni Golkar untuk mengebiri dua parpol lain dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Guna mencapai tujuan ini, rezim Soeharto mengerahkan
personel militer dan birokrasi untuk mengintimidasi dan memaksa rakyat untuk memilih Golkar. Dibawah KORPRI Korps Pegawai Republik Indonesia, semua
pegawai negeri diwajibkan memilih Golkar dalam pemilu.
72
Selama enam priode Soeharto menjadi Presiden ditambah dengan dua tahun yang mengantarkannya pada keruntuhan, Pemilu selalu dimenangkan oleh
Golkar dengan persentase suara yang sangat mencolok. Dengan begitu Soeharto yang dalam struktur kepengurusan Golkar merupakan Ketua Dewan Pembina,
selalu dipilih secara aklamasi dalam siding-sidang DPRMPR pada waktu itu. Penyebab utamanya adalah kinerja Soeharto dan mesin-mesinnya masih memiliki
72
Syamsul Hadi, Strategi Pembangunan Mahatir dan Soeharto”Politik Industrialisasi dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia”, Jakarta: Pelangi Cendikia, 2005,hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
83 kekuatan luar biasa untuk memproduksikan legitimasi bagi kekuasaan Soeharto,
walaupun diperoleh dengan cara yang tidak jujur, tetapi produk legitimasi performance itu, telah membuat Soeharto berada diatas pangkuan kekuasaan,
karena rakyat mempercayai Soeharto sebagai pemimpin yang mampu memberikan kesejahteraan kepada mereka.
73
Di sisi lain, meski kepemimpinan Orba sangat otoriter, namun kehidupan rakyat “tampak” tenang, stabil, cukup
pangan. Semua ketidaknyamanan rakyat tidak keuar ke permukaan dan hanya mengendap, yang tampak keluar adalah stabilitas dan kenyamanan.
74
Dengan demikian, kekuasaan Soeharto dan Orde Baru kian kokoh. Lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif telah berhasil digenggam, demikian
pula militer. Partai-partai politik juga telah dijinakkan dengan Golkar sebagai kendaraan kekuasaanya. Sebenarnya, political resources sumber daya politik
yang dimiliki Soeharto bukan hanya yang disebutkan diatas. William Liddle,
75
misalnya, menyebut sumber kekuatan Soeharto antara lain kedudukannya yang istimewa sebgai pahlawan anti komunis dan penyelemat bangsa pada pertengahan
1960-an; peranannya sebagai Bapak Pembangunan selama seperempat abad; hubungan pribadinya dengan beberapa teman setia yang menjadi kepanjangan
tangannya di sektor pemerinthan dan golongan masyarakat; aksesnya yang unik pada sumber-sumber keuangan, seperti Banpres dan yayasan-yayasannya; dan
kepekaannya yang tajam yang terbentuk melalui pengalaman yang cukup lama
73
Ibid, hal. 190.
74
Dr. Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.80.
75
William Liddle, Partisipasi dan Partai Politik: Indonesia pada Awal Orde Baru, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1992, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
84 dalam kancah politik, dalam menanggapi tuntutan-tuntutan individu dan
golongan, di dalam dan di luar negeri. Hampir tidak terbantahkan bahwa Soeharto memiliki kekuasaan sangat
kokoh dan tidak memberikan sedikit ruang pun bagi oposisi untuk bergerak dan melakukan perlawanan. Jadi, dalam banyak hal kebijakan-kebijakan rezim
Soeharto selalu mulus tanpa hambatan, sekalipun mungkin tidak masuk akal dan dilihat dari kacamata politik sangat otoriter. Tapi semua itu teratasi dengan
mengideologikan melalui argumen-argumen para cendikiawan yang berada di sekelilingnya.
Namun, tidak semua para cendikiawan yang mengideologikan hal yang sama, mereka yang kukuh berdiri tegak di pihak kebenaran adalah mereka yang
melahirkan, melalui kekuatan tulisan mereka, pencerahan-pencerahan pada generasi terpelajar di lembaga-lembaga pendidikan, pesantren dan masyarakat.
Hasilnya dalah kekuatan yang muncul berupa sikap kritis dan korektif terhadap pemerintahan Orde baru. Mereka adalah eksponen yang menjebol kekuatan Orde
baru melalui gerakan Reformasi. Karya-karya intelektual yang bersih dan jujur telah mengilhami serangkaian gerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok
masyarakat. Kesadaran mahasiswa yang telah tercerahkan bertemu dengan kondisi obyektif bangsa yang dilanda krisis ekonomi, kekeringan panjang, pengaruh
globalisasi dan ketidakpuasan rakyat sehingga bersatu menjadi kekuatan penjebol kokohnya labirin kekuasaan Orde Baru.
Universitas Sumatera Utara
85
2.2.13 Jatuhnya Rezim Orde Baru
Selama 32 tahun berkuasa di Indonesia, Soeharto telah menjadikan dirinya sebagai sosok “power”. Hampir tidak ada yang dapat menggoyangkan kursi
kekuasaan Soeharto. Kalaupun ada tokoh yang berani muncul menyaingi pamornya, dapat dipastikan tokoh tersebut, tidak dalam waktu yang lama, akan
tersingkir oleh upaya-upaya politik yang kadangkala dilakukan secara terang- terangan.
Dengan membangun jaringan-jaringan loyalis dalam pemerintahan dan diimbangi dengan jaminan pembangunan pondasi ekonomi keluarga serta kroni-
kroninya, Soeharto tidak diragukan lagi telah begitu menikmati berjalan diatas rel kekuasaanya. Dan kekuasaanya yang hampir tidak terbatas itu ambruk diterjang
badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak juli 1997. keruntuhan Orde baru selain badai krisis ekonomi, juga sesungguhnya, diprakondisikan dan
didahului oleh runtuhnya ideology yang mengawalnya. Ideologi yang sejatinya bersifat luhur dan mulia, namun oleh rezim Soeharto diselewengkan menjadi alat
legitimasi. Namun dalam perkembangannya, fungsi ideologi sebagai alat legitimasi sudah tidak efektif lagi. Ideologi mengalami devaluasi makna atau
inflasi setelah masyarakat kian cerdas oleh pengaruh-pengaruh pendidikan, globalisasi, dan pergaulan yang intens dengan transformasi kehidupan modern.
Ideologi lalu menjadi “macan ompong” ditengah-tengah kian lemahnya legitimasi kekuasaan Soeharto.
76
76
Dr.Baskara T. Wardaya SJ, Op.cit, hal.88.
Universitas Sumatera Utara
86 Ompongnya kekuatan ideologi yang selama ini dipakai Soeharto untuk
membungkus kebijakan-kebijakannya, membuat setiap sepak terjang Soeharto menjadi kian terbaca. Penyalahgunaan kekuasaan yang pada masa lalu tidak
terbaca dan tidak terduga oleh masyarakat karena tertutup rapat oleh bungkus- bungkus ideologi, kini menjadi begitu transparan. Tidak heran jika ketidakpuasan
masyarakat pada rezim ini mulai terang-terangan. Rakyat atau para elite pendukungnya pun tidak lagi ideologis. Ikatan nilai dan norma-norma ideologi
tidak lagi mampu mengabadikan kesetiaan. Akhirnya, setelah melakukan berbagai akomodasi politik dan perubahan
susunan cabinet yang kemudian ditolak oleh para menteri dan sejumlah tokoh, pada hari kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 10:00 pagi di ruang uapacara Istana
Merdeka, Soeharto menyamapaikan pidato Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia. Pidato kemunduran Soeharto menjadi batas sejarah antara
Orde Baru dan Orde Reformasi. Juga menandai matinya ideologi Soeharto dan rezimnya, Meski demikian, nilai-nilainya tidak serta merta seutuhnya runtuh, juga
kasusnya. Isu tentang pengadilan pengadilan Soeharto hingga sekarang masih tetap menarik dan memperoleh dukungan dan penolakan pro-kontra.
2.3 Kehidupan Soeharto Ketika Meniggalkan Jabatan
Setelah Soeharto lengser dari kedudukannya, masyarakat menuntut agar Soeharto diadili, tuntutan ini juga datang di antaranya Amien Rais, Ketua Partai
Amanat Nasional PAN, dan yusril ihza Mahendra, Ketua Partai Bulan Bintang PBB. Yusril meminta agar insiden kasus penembakan Tanjung Priok pada
Universitas Sumatera Utara
87 September 1984 dibuka, Amien Rais menolak ide untuk melupakan insiden ini
walaupun insiden ini terjadi 14 tahun yang lalu. Mereka ingin membuka kembali investigasi terhadap kasus ini. Kasus hangat lainnya adalah pembunuhan massal
penduduk Aceh dan Timor-Timor. Mereka yang tadinya bisu sekarang mulai secara tiba-tiba datang dengan data dan angka mengenai beberapa banyak orang
yang terbunuh dari tahun 1989 ke 1998 di Aceh dan Timor-timor. Demonstrasi berlanjut hingga November 1998 seiring dengan
meningkatnya tekanan untuk melihat rekening bank rahasia Soeharto, yang dituduh tentunya berisi milyaran dollar. Ketika rekening banknya tidak dapat
ditemukan, investigasi pidana terhadap praktek korupsi Soeharto melalui penyalahgunaan kekuasaan Presiden dimulai. Kantor Jaksa Agung memeriksa
yayasan-yayasan yang didirikan bersama keluarganya dengan perusahan pemerintah BUMN. Pemeriksaan dianggap perlu dilakukan untuk menentukan
apakah yayasan-yayasan yang Soeharto pimpin mengumpulkan dana melalui monopoli kekuasaan kepresidenannya, yang mungkin melanggar hukum karena
menyebabkan kerugian bagi negara. ada tujuh yayasan yang dipimpin Soeharto yaitu Yayasan Trikora, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharmais, Yayasan Amal
Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Abadi Karya Bakti Dakab, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
Damandiri. Aspek utama dugaan pidana adalah korupsi, dokumen Supersemar yang
telah hilang bagai debu, sementara gugatan perdata berkaitan dengan pelaksanaan administrasi negara dan yang terakhir pelanggaran hak azazi manusia. Singkat
Universitas Sumatera Utara
88 kata, Soeharto dituduh melakukan praktik KKN, telah memperkaya keluarga dan
kroni-kroninya dengan akibat perekonomian menjadai hancur melalui pinjaman pemerintah dari luar negeri dalam jumlah besar dolar Amerika.
Kurang dari setahun setelah Soeharto turun, Jaksa Agung, dalam suratnya tanggal 4 Desember 1998, mengumumkan bahwa interogasi telah dianggap
penting berdasarkan keputusan MPR tanggal 13 November 1998 dan instruksi Presiden tanggal 2 Desember 1998. pada tanggal 11 Oktober 1999, Jaksa Agung
mengeluarkan instruksi untuk menghentikan investigasi karena tidak ada bukti yang terlibat dalam praktik korupsi, namun tanggal 6 Desember 1999, ada
beberapa instruksi lain untuk menginvestigasi Soeharto dalam kedudukannya sebagai Presiden, sehingga kasus pengadilan dibuka kembali. Kantor Kejaksaan
Agung menyerahkan kasus ini ke Pengadilan Negeri karena Tekanan Publik. Sidang dilakukan dari tanggal 31 Agustus 2000 hingga 28 September 2000,
Kantor Kejaksaan Agung meminta satu tim dokter untuk memeriksa kesehatan Soeharto agar investigasi dapat berlanjut ke pengadilan. Pada tanggal 28
September 200, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa mereka tidak dapat menerima kasusunya. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota dan
kasusnya dikembalikan dan dihapus dari daftar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada tanggal 28 Desember 2000 di depan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Tim Dokter menyimpulkan bahwa seseorang tidak kompeten untuk diadili apabila ia telah kehilangan kemampuan untuk memahami apa arti dan
tujuan dari sebuah sidang pengadilan danatau untuk melakukan konsultasi dengan penasehat hukumnya, dalam kesimpulan 19 ahli medis, Soeharto dinyatakan tidak
Universitas Sumatera Utara
89 pantas untuk diadili karena alasan kesehatan. Dengan hal ini maka majelis hakim
memutuskan bahwa proses peradilan tidak mungkin dilanjutkan. Pada tanggal 28 September 2000 mereka memutuskan nmenutup perkara tersebut dan
mancabutnya dari Pengadialan Negeri Jakarta Selatan serta mengembalikan berkasnya ke kantor Kejaksaan Agung. Soeharto dibebaskan dari tahanan kota.
Namun demikian, jaksa penuntut mengajukan naik banding ke pengadilan tinggi pada tanggal 3 Oktober 2000 serta berdasarkan ayat 23 UU no.3 tahun
1971, dalam kasus tindak pidana korupsi, proses pengadilan terus berlaku tanpa kehadiran terdakwa. Naik banding disetujui oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan
membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 28 September 2000 serta memberi instruksi pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
agar membuka kasusnya kembali dan kembali menetapkan Soeharto menjadi tahanan kota. Tim pembela Soeharto naik banding atas keputusan tersebut, pada
tanggal 23 November 2000. pada tanggal 1 Februari 2001, Soeharto menjalani operasi usus buntu. Pada tanggal 2 Februari Soeharto mendapat perawatan
kesehatan yang sebaik-baiknya sampai Soeharto sehat kemali agar dapat diadili. Keputusan ini membawa dampak bahwa kasus peradilan Soeharto dapat dibuka
kembali sewaktu-waktu. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 maret 2002 menyatakan
bahwa kasus Soeharto tidak dapat dibuka kembali , mereka hanya dapat menerima kembali kasus ini apabila terdakwa sembuh. Di bulan Maret 2002, Soeharto
mengalami pendarahan usus untuk kedua kalinya setelah tahun 1999, larangan untuk berpergian keluar negeri dicabut dengan keputusan Jaksa Agung tertanggal
Universitas Sumatera Utara
90 12 April 2002. dari tanggal 27 Maret kesehatan Soeharto menurun dan multi
infarct yang ditemukan di otak terus berkembang luas sebagai akibat dari bertambahnya usia dan masalah-masalah jantung. Soeharto mengalami
pendarahan usus untuk ketiga kali pada bulan April 2004. pada bulan Mei 2005 pendarahan yang keempat terjadi dan kelima pada bulan November tahun 2005,
pada tanggal 7 Mei 2006 Soeharto mengalami pendarahan berulang pada saluran cerna dan penurunan fungsi ginjal. Setelah satu tahun lamanya tidak mengalami
gangguan kesehatan berarti, 4 Januari 2008, Soeharto kembali masuk ke Rumah Sakit Pusat Pertamina RSPP, Soeharto mengalami kegagalan multi organ
dengan menggunakan alat bantu ditubuhnya, kondisi Soeharto pada fase sangat kritis, hingga akhirnya sang Bapak Pembangunan dinyatakan meninggal dunia.
2.4 Soeharto Wafat