Kerangka Pemikiran Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan Kalimantan Selatan

Model prosedural, menampilkan hubungan yang dinamis di antara variabel- variabel yang diyakini menjadi ciri suatu masalah kebijakan. Prediksi-prediksi dan solusi-solusi optimal diperoleh dengan mensimulasikan dan meneliti seperangkat hubungan yang mungkin. Salah satu bentuk model prosedural yang paling sederhana adalah pohon keputusan. 2.2.2 Model deskriptif SEM Model deskriptif dalam analisis SEM merupakan model yang ditunjukkan dengan mendeskripsikan sebuah keadaan atau sebuah konsep atau sebuah faktor. Model deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan sebuah struktur dari suatu konsep, misalnya seorang peneliti ingin menggambarkan struktur loyalitas merek atau konsep suatu pemasaran Bacon 1997. Hayduk 1987 menjelaskan bahwa model deskriptif dalam SEM sering disebut measurement model karena digunakan untuk mengukur kekuatan struktur dari dimensi-dimensi yang membentuk sebuah faktor. Bentuk-bentuk measurement model adalah 1 Measurement model untuk variabel laten independen dan laten dependen. Peneliti dapat mengembangkan model dengan teknik confirmatory factor analysis terhadap variabel-variabel yang direncanakan akan diperlakukan sebagai indikator dari variabel latent independen. Variabel observasi ini yang juga disebut variabel indikator harus dibangun berdasarkan pijakan teoritis yang cukup, serta justifikasi teoritis sehingga secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan sebagai variabel laten independen. Seperti halnya untuk variabel latent independen, measurement model untuk variabel laten dependen juga harus dilakukan berdasarkan justifikasi teoritis yang cukup. Justifikasi ini perlu untuk memberikan perlakukan atas sebuah variabel sehingga hubungan kausalitas dapat dianalisis dengan benar. 2 Measurement model untuk beberapa variabel laten Confirmatory factor analysis dapat dikembangkan untuk analisis terhadap lebih dari satu variabelfaktor laten sekaligus. Analisis ini tidak hanya diperlukan untuk faktor-faktor yang diperlukan sebagai variabel laten independen maupun sebagai variabel latent dependen 3 Second-order confirmatory factor analysis. Confirmatory factor analysis juga dapat dikembangkan untuk pengukuran berjenjang dua second-order confirmatory factor analysis. Measurement model seperti ini biasanya digunakan pada bidang manajemen sumberdaya manusia, dimana peneliti misalnya mengajukan model yang terdiri dari job satisfaction dan supervisor satisfaction yang kemudian dikombinasikan untuk mendefinisikan sebuah variabel latent jenjang dua atau second-order latent variable.

2.2.3 Pendekatan dua langkah dalam analisis dan pemodelan

Bacon 1997 menyatakan bahwa pemodelan SEM dapat dilakukan dengan pendekatan dua langkah two step modelling approach, yaitu pertama mengembangkan model pengukuran dan kedua adalah model struktural. Model pengukuran penting untuk menghasilkan penilaian mengenai validitas konvergen convergen validity dan validitas diskriminan discriminant validity. Model struktural penting untuk menyajikan penilaian mengenai validitas prediktif predictive validity . Terkait dengan ini, maka setiap faktor latent perlu dikonfirmasikan sehingga mendapatkan faktor yang benar-benar sesuai dengan apa yang dijelaskan. Bila setiap faktor sudah dianalisis dan sesuai dengan apa yang ingin diukur, maka tahapan selanjutnya adalah mengembangkan sebuah analisis lanjutan yang secara simultan dapat dianalisis dalam sebuah model struktural Saksono 2008. Ferdinand 2002 menyatakan bahwa kesesuaian dan kecukupan model adequacy of the model menjadi hal penting supaya model struktural dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu, dalam operasi SEM, parameter koefisien regresi, varians, dan kovarians akan diestimasi untuk menghasilkan “estimated population covariance matrix”. Bila model yang dikembangkan baik, maka parameter estimasi akan menghasilkan sebuah estimated covariance matrix yang dekat dengan sample covariance matrix. 2.3 Kerangka Teoritis Konflik 2.3.1 Paradigma perikanan Secara umum, konflik sumberdaya alam terjadi karena adanya perbedaan pendapat dan perseteruan mengenai akses dan kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam. Konflik ini seringkali timbul karena adanya perbedaan pemanfaatan sumberdaya atau perbedaan dalam cara pengelolaannya. Perbedaan pendapat juga terjadi ketika masing-masing memiliki kepentingan yang saling tidak mendukung, atau ketika prioritas dari beberapa kelompok pengguna tidak terwakili dalam kebijakan, program dan proyek yang ada. Bentuk dan intensitas konflik berbeda dalam tempat dan waktu. Konflik muncul dalam berbagai bentuk, dari mulai pelanggaran aturan hingga tindakan sabotase dan kekerasan. Kadangkala konflik tetap terselubung dan bersifat laten Hart dan Castro 2000. Sebagian besar masyarakat pesisir dan nelayan bergantung pada perikanan tangkap. Dengan demikian, permasalahan konflik yang dihadapi masyarakat pesisir dan nelayan dapat dikaji melalui kerangka analisis konflik dan paradigma perikanan. Akar konflik terjadi didasarkan pada perbedaan sistematis dalam hal prioritas yang dilakukan oleh berbagai aktor perikanan. Secara umum, kompleksitas debat kebijakan perikanan muncul akibat perbedaan world view perikanan. Tiap paradigma menekankan pada satu dari tiga kelas utama dari sasaran kebijakan yaitu konservasi, rasionalisasi, atau paradigma sosialkomunitas Charles 1992. Sasaran kebijakan dan paradigma perikanan selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Sasaran kebijakan dan paradigma perikanan Sasaran Kebijakan Paradigma Konservasipengelolaan sumberdaya Konservasi Kinerja ekonomiproduktivitas Rasionalisasi Kesejahteraan masyarakatkeadilan Sosialkomunitas Sumber : Charles 1992 Paradigma konservasi didasarkan pada anggapan bahwa tugas utama pengelolaan perikanan adalah mengurus ikan dan menyelamatkan stok ikan. Nelayan dipandang kurang lebih sebagai bagian dari predator yang bertindak untuk kepentingan sendiri. Paradigma ini menghasilkan usaha-usaha penelitian biologi yang ditujukan untuk memastikan agar jumlah penangkapan berada dalam kapasitas keberlanjutan dari stok ikan. Paradigma ini dan penekanan pada pemeliharaan stok ikan dan pengelolaan berbasis biologi, serta didasarkan pada