Latar Belakang Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan Kalimantan Selatan

pendapat juga terjadi ketika masing-masing memiliki kepentingan yang saling tidak mendukung, atau ketika prioritas dari beberapa kelompok pengguna tidak terwakili dalam kebijakan dan program yang ada. Perbedaan tersebut tergambarkan dalam analogi bawang bombay, sedangkan motivasi dari masing- masing pihak yang berkonflik terlihat pada segitiga S-P-K Sikap Perilaku Konteks. Untuk lebih memahami konflik secara lebih jelas perlu dilakukan pemetaan konflik yang menggambarkan konflik secara grafis, menghubungkan pihak-pihak beserta masalahnya dan pihak lainnya yang terlibat dalam konflik yang bersangkutan. Pengenalan tipologi konflik merupakan hal penting untuk menjelaskan penyebab terjadinya konflik, karena dengan diketahuinya tipologi konflik maka penyebab dan alternatif resolusi konflik dapat dianalisis. Memahami tipologi dimaksudkan untuk bisa menarik benang merah yang diperkirakan dapat mewakili karekteristik suatu konflik Obserchall 1973. Bennett and Neiland 2000 menyatakan bahwa metode resolusi konflik umumnya bersifat spesifik, walaupun dikenal berbagai metode untuk menyelesaikan konflik, tetapi tidak seluruh metode sesuai untuk dipakai. Resolusi konflik dapat ditempuh dengan menggunakan dua pendekatan yaitu melalui pengadilan litigasi atau pendekatan alternatif yang lebih dikenal sebagai alternative dispute resolution ADR. Untuk dapat melakukan proses resolusi konflik yang efektif tentu saja memerlukan wadah kelembagaan, melalui suatu forum dapat ditentukan teknik resolusi yang tepat, sehingga mekanisme penyelesaian konflik dapat mencapai kesepakatan yang disetujui oleh segenap stakeholder yang terkait sesuai dengan akar masalahnya. Dengan demikian implikasinya dapat diterapkan dalam pengelolaan konflik perikanan tangkap baik yang ada di perairan Kalsel ataupun di lokasi lain. Resolusi konflik adalah upaya untuk menyelesaikan konflik yang muncul dari kalangan masyarakat. Resolusi konflik diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap partisipasi nelayan dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Hal ini disebabkan karena tidak semua konflik selalu berdampak negatif. Konflik yang berdampak positif dibutuhkan dalam tahap perkembangan ke arah yang lebih baik. Pendekatan yang baik dalam mewujudkan pengelolaan perikanan tangkap yang bertanggung jawab adalah dengan mengajak pihak-pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam mengembangkan pemahaman yang sama terhadap konflik. Selain itu dengan terbangunnya partisipasi dapat mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan. Kerangka pemikiran penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 1.

1.6 Ruang Lingkup dan Kebaruan

Ruang lingkup dan kebaruan novelty dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Lingkup penelitian mencakup kegiatan perikanan tangkap di wilayah perairan Kalimantan Selatan, bidang kajian ilmu kelautan dan perikanan dengan tema pengelolaan konfik yang merupakan integrasi aspek perikanan tangkap, sumber daya, aktor, kelembagaan dan kebijakan. 2 Kebaruan dalam pengembangan model pengelolaan konflik secara kuantitatif didasarkan pada analisis Structural Equation Modeling dan mengembangan peran kelembagaan pengelolaan konflik. KONFLIK DALAM PEMANFAATAN SDI - Wilayah konflik - Identifikasi konflik - Eskalasi konflik IDENTIFIKASI KONFLIK PERMASALAHAN KONFLIK PROSES PENYELESAIAN KONFLIK TIPOLOGI KONFLIK - Jurisdiksi - Mekanisme pengelolaan - Alokasi internal - Alokasi eksternal Charles 1992 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KONFLIK Pemerintah Non pemerintah Kapital sosial OUTCOME Pengelolaan PT yang bertanggung jawab - Partisipasi Masyarakat, - Keberlanjutan SDPT, - Menjamin keadilan TEKNIK PENYELESAIAN KONFLIK Negosiasi, Fasilitasi, Mediasi, Litigasi Priscoli 2002 Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian SUMBER KONFLIK Masalah hubungan, Data, Masalah structural, Nilai Gorre 1999 - Analogi bawang bombay - Segitiga S-P-K Fisher et al. 2000 11 KESEPAKATAN antara para pihak yang berkonflik 1 Ekonomi 2 Aktor 3 Oposisi 4 Isu 5 Nelayan 6 Kompetisi 7 Tokoh 8 Stok 9 Interest 10 Peraturan 11 Budaya FAKTOR PENYEBAB KONFLIK OUTPUT - Permanent Conflict Solution 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Kabupaten Kotabaru Gafuri 2007 menandaskan bahwa Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu dari 13 kabupatenkota di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Kotabaru yang terletak di Pulau Laut Utara. Secara geografis Kabupaten Kotabaru terletak antara 2 20’– 4 56’LS dan 115 29’– 16 30’BT terbagi menjadi 18 Kecamatan dengan 195 DesaKelurahan menurut letak geografis, Kabupaten Kotabaru berbatasan : Sebelah Utara : Provinsi Kalimantan Timur Sebelah Selatan : Laut Jawa Sebelah Barat : Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tanah Bumbu Sebelah Timur : Selat Makasar Kondisi lahan yang dimiliki Kabupaten Kotabaru mengandung potensi yang cukup besar untuk dikembangkan bagi kegiatan pertanian terutama perkebunan dan peternakan, pertambangan dan industri, serta perikanan dan kelautan terutama penangkapan di laut dan pengembangan budidaya ikan. Lebih jauh lagi, letaknya yang relatif strategis menyebabkan kabupaten ini penting baik sebagai produsen maupun kawasan antara untuk distribusi berbagai komoditas keluar daerah, baik antar daerah maupun antar pulau dan antar provinsi Gafuri 2007. Kabupaten Kotabaru dengan luas wilayah 9.422,73 km 2 terletak disebelah Tenggara ibukota provinsi Kalimantan Selatan, merupakan wilayah kabupaten yang memiliki lahan terluas dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Kalimantan Selatan 37.337,43 km 2 . Kecamatan Hampang merupakan kecamatan terluas 17,88 dari luas Kabupaten Kotabaru, sedangkan Kecamatan Pulau Sembilan merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil 0,05 dari luas wilayah Kabupaten Kotabaru. Dari 18 kecamatan di Kotabaru hanya tiga kecamatan yang mempunyai kawasan konservasi laut, yaitu kecamatan Pulau Sembilan, Pulau Laut Barat dan Pulau Laut Selatan DKP Provinsi Kal-Sel 2007. Kabupaten Kotabaru mempunyai luas laut sebesar 38.490 km 2 , dengan panjang pantai 825 km dan memiliki 109 buah pulau. Tipologi pantai daerah Utara, Barat dan Selatan di Kabupaten Kotabaru, menunjukkan keadaan pantai dengan tipe pantai berpasir, berkarang dan berlumpur. Pulau Laut Barat dengan tipe pasir berkarang dan berlumpur sedangkan pulau laut selatan tipe pantai berpasir berkarang. Tinggi gelombang berkisar antara 16-40 cm Iriansyah dan Rusmilyansari 2006. 2.1.2 Kabupaten Tanah Laut Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu kabupaten yang terletak paling selatan dari Provinsi Kalimantan Selatan, dengan ibukotanya Pelaihari. Kabupaten Tanah Laut terletak pada: 114 30’20’’-115 23’31’’ Bujur Timur dan antara 3 30’33’’- 4 10’30’’ Lintang Selatan, dengan batas-batas: Sebelah Utara : Kabupaten Banjar Sebelah Timur : Kabupaten Kotabaru Sebelah Selatan : Laut Jawa Sebelah Barat : Laut Jawa Luas wilayah Kabupaten Tanah Laut 372.930 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan dari 128 Desa dan 5 kelurahan. Luas tersebut belum termasuk luas zona perairan laut, sepanjang 3 mil dari garis pantai pada saat pasang tertinggi sepanjang 200 km. Jika luas daratan ditambah dengan luas zona perairan lautnya maka luas total Kabupaten Tanah Laut menjadi 449.730 Ha atau 44.974 Km 2 Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Laut 2008 Tipologi pantai Tanah Laut mempunyai tipe berpasir seperti pada Kecamatan Jorong, Kintap dan Takisung sedangkan daerah Kurau bertipe pantai berlumpur. Tipe pantai di Kabupaten Tanah Laut umumnya berpasir, tinggi gelombang berkisar antara 35-80 cm Iriansyah dan Rusmilyansari 2006.

2.1.3 Kabupaten Tanah Bumbu

Secara geografis, Kabupaten Tanah Bumbu terletak antara 2 52 –115 15’LS dan 115 15’–116 04’BT. Menurut letak geografis, Kabupaten Tanah Bumbu berbatasan : Sebelah Utara : Kecamatan Kelumpang Hulu Kotabaru Sebelah Selatan : Laut Jawa Sebelah Barat : Kecamatan Kintap Kabupaten tanah Laut dan Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar Sebelah Timur : Kecamatan Pulau Laut Barat Kotabaru Kabupaten Tanah Bumbu memiliki luas wilayah 5.006,96 Km 2 atau 13,56 dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan Kusan Hulu merupakan kecamatan terluas 1.697,42 km 2 , sedangkan Kecamatan Sungai Loban 380,62 km 2 merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil di Kabupaten Tanah Bumbu. Berdasarkan profil dan pembangunan 2 tahun di Kabupaten Tanah Bumbu juga terdapat lima 5 kecamatan pemekaran, yaitu : Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Karang Bintang, Kecamatan Mentewe, Kecamatan Giri Muya, dan Kecamatan Angsana. Selain itu juga pemekaran desa di Kecamatan Batulicin meliputi Desa Tungkaran Pangeran, dan Desa Sungai Dua, sedangkan Desa Kusan Hulu meliputi Desa Karang Mulia. Luas potensi perairan laut sebesar 640,9 km 2 dengan panjang garis pantai 158,7 km Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tanah Bumbu 2009. 2.2 Model 2.2.1 Konsep model Definisi model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata riil, yang akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek-aspek tertentu Manetsch and Park 1997. Eriyatno 2003 menyatakan bahwa dari teminologi penelitian operasional, model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Selanjutnya dinyatakan bahwa model memperhatikan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh karena itu model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Model diciptakan guna membantu membuat keputusan yang lebih baik dan berfungsi untuk menyederhanakan kompleksitas dalam upaya menemukan variabel-variabel yang penting dan tepat. Tujuan umum akademik model adalah alat untuk menjelaskan fakta karena belum ada teori, jika sudah ada teori maka model digunakan sebagai alat untuk mencari konfirmasi. Tujuan managerial model adalah sebagai alat pengambil keputusan, sebagai proses belajar atau sebagai alat komunikasi Dunn 2003. Dunn 2003 mengemukakan tipe-tipe model kebijakan yaitu: 1 model deskriptif 2 model normatif 3 model verbal 4 model simbolis 5 model prosedural. Model deskriptif adalah menjelaskan danatau memprediksi sebab- sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijakan. Model deskriptif digunakan untuk memantau hasil-hasil dari aksi-aksi kebijakan. Model normatif bertujuan model normatif bukan hanya untuk menjelaskan danatau memprediksi tetapi juga memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas nilai. Di antara beberapa jenis model normatif yang digunakan oleh para analis kebijakan adalah model normatif yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum model antri. Masalah-masalah keputusan normatif biasanya dalam bentuk mencari nilai- nilai variabel yang terkontrol kebijakan yang akan menghasilkan manfaat yang terbesar nilai, sebagaimana terukur dalam variabel keluaran yang hendak diubah oleh para pembuat kebijakan. Model verbal, model normatif dan deskriptif dapat diekspresikan di dalam tiga bentuk utama, yaitu: verbal, simbol, dan prosedural. Model verbal diekspresikan dalam bahasa sehari-hari. Dalam menggunakan model verbal, analis bersandar pada penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argumen kebijakan, bukannya dalam bentuk nilai-nilai angka pasti. Model simbolis, menggunakan simbol-simbol matematika untuk menerangkan hubungan di antara variabel-variabel kunci yang dipercaya menciri suatu masalah. Prediksi atau solusi yang optimal diperoleh dari model-model simbolis dangan meminjam metode-metode matematika, statistika, dan logika. Model-model simbolis sulit untuk dikomunikasikan di antara orang awam, termasuk para pembuat kebijakan, dan bahkan di antara para ahli pembuat model sering terjadi kesalahpahaman tentang elemen-elemen dasar dari model.