Penahapan konflik Konflik Perikanan Tangkap

Pada tahun 2007 juga terjadi konflik antara nelayan Tanah Laut dengan nelayan andon asal Jawa Timur yang menggunakan bom dan diperkirakan telah merusak habitat ikan di sekitar perairan Tanah Laut. Dugaan degradasi habitat ini didasari oleh kenyataan bahwa hasil tangkapan nelayan lokal selama tiga tahun terakhir cenderung menurun. Namun kasus penggunaan bom ini masih belum dapat dibuktikan oleh nelayan setempat, karena sulit menemukan barang bukti. Nelayan andon yang menggunakan bom menggunakan kapal bermesin cepat sejenis mesin speed boat, sehingga tidak berhasil mengejar beberapa unit kapal yang terlihat memasuki wilayah perairan Tanah Laut. Selain itu nelayan yang dicurigai melakukan penangkapan ikan menggunakan bom biasanya barang bukti langsung dibuang sehingga mereka tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan aturan. Pada tahun 2008-2009 nelayan Kabupaten Tanah Bumbu merasa resah dan awal muncul kecemburuan nelayan bagan tancap terhadap nelayan bagan apung yang memperoleh hasil tangkapan ikan teri dan ikan tembang lebih banyak, perbedaan produksi hasil tangkapan yang disebabkan perbedaan teknologi penangkapan. Nelayan bagan tancap melakukan penghancuran alat dan kapal bagan. Tindak lanjut dari konflik tersebut dibuat kesepakatan dimana nelayan yang menggunakan alat tangkap yang berbeda tidak boleh beroperasi pada suatu wilayan fishing ground yang sama bahkan tidak boleh beroperasi lagi. Pada tahun 2009 keberadaan nelayan cantrang yang dilakukan oleh nelayan Pekalongan Jawa Tengah mendapat reaksi keras dari masyarakat nelayan di Kalimantan Selatan. Beberapa Pokwasmas melayangkan surat kepada Kadis Perikanan di daerah masing-masing Jawa Timur dan Sulawesi yang intinya melarang keberadaan cantrang beroperasi di perairan Kalimantan Selatan. Penggunaan cantrang oleh nelayan andon mendapat protes keras dari masyarakat nelayan di Kalimantan Selatan karena penggunaan teknologi penangkapan ikan yang berbeda dengan masyarakat lokal Penggunaan cantrang dinilai sangat merugikan nelayan lokal, disamping itu telah meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang keberlanjutan perikanan tangkap dan belum ada undang-undang yang merekomendasikan alat tangkap tersebut boleh dioperasikan di sekitar perairan Kalimantan Selatan. 4 Tahun 2001, 2006-2007 dan 2009 akibat Walaupun konflik berakhir sejalan dengan berakhirnya musim utara Januari-April maka untuk sementara kehidupan nelayan tampak harmonis dan konflik berakhir dengan sendirinya, namun pengkavlingan laut dengan patok tiang bakang masih dilakukan. Pada tahun 2007, khawatir konflik nelaan Kotabaru Kalsel dengan nelayan Tegal Jateng meluas, akhirnya masalah itu dilaporkan ke Presiden dan membentuk tim perikanan dua propinsi. Gubernur mengintruksikan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel untuk bertatap muka dengan asosiasi nelayan dari Kotabaru untuk mensosialisasikan naskah awal perjanjian perdamaian. Kemudian pemerintah mengantisipasi konflik, dan merencanakan berbagai upaya: pertama, dengan menyetop pengeluaran izin baru untuk kapal purse seine, kedua mengalihkan sebagian jenis kapal-kapal itu ke wilayah perairan yang lain. Pada tahun 2008 dilakukan pertemuan nelayan yang berjumlah kurang lebih 500 orang yang berasal dari tiga Kecamatan yakni 1 Takisung Tabanio, Pagatan Besar, Kuala Tambangan dan Takisung 2 Panyipatan Batakan, Tanjung Dewa 3 Jorong Swarangan dan dihadiri juga oleh Pol Air, TNI AL Pos Batakan, Dinas Kelautan dan perikanan Povinsi dan Kepala Dinas Kelautan dan perikanan Tanah Laut, Camat Takisung serta Camat Penyipatan. Nelayan Tala membuat kesepakatan tertulis berisi penolakan terhadap kehadiran nelayan pencari tripang dan kerang. Seruan Dinas Kelautan dan perikanan Pemkab Sumenep terhadap Nelayannya agar meninggalkan perairan Tanah Laut ternyata direspon setengah hati. Mereka masih saja menjamah perairan Tanah Laut hingga akhirnya terjaring sweeping petugas Pol Air. Ada 12 duabelas kapal yang terjaring sweeping, dan 12 unit selam disita. Semuanya memiliki surat andon, namun tidak pernah lapor ke Dinas Kelautan dan Perikanan Tanah Laut. Melalui sweeping diyakini mampu membuat nelayan tersebut jera untuk kembali beroperasi ke perairan Tanah Laut. DKP Tanah Laut dan beberapa perwakilan nelayan Tanah Laut menghadap Menteri Kelautan dan Perikanan. Mereka akan berkonsultasi dan meminta petunjuk untuk mencari solusi terbaik tentang pengaturan aktivitas melaut nelayan tradisional antar pulau. 5 Periode 2010-sekarang pascakonflik Pada periode ini walaupun tidak terdapat konflik, nelayan tetap memperjuangkan hak mereka untuk dapat melakukan aktivitas berusaha dalam kondisi yang aman. Nelayan meminta dukungan dari semua pihak yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan mereka. Pokmaswas yang terbentuk semakin aktif dalam melakukan pengawasan dan menghimpun segala permasalahan nelayan. 4.3 Permasalahan Konflik Perikanan Tangkap 4.3.1 Tipologi konflik Pengenalan tipologi konflik merupakan hal penting untuk menjelaskan penyebab terjadinya konflik. Hasil pengamatan di lokasi penelitian ditemukan tipologi konflik perikanan tangkap yang terjadi di perairan Kalimantan Selatan seperti yang disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Tipologi konflik perikanan tangkap di perairan Kalimantan Selatan Ekses Penyebab utama Jenis konflik Tipologi konflik Pihak yang terlibat Menegur, melarang, mengusir, pembakaran kapal, aksi massa 1 Purse seine dari Jateng mendapat izin dari DKP Pusat 2 Kecemburuan nelayan lokal karena kesenjangan teknologi purse seine 40.000-50.000 watt, fish finder, kapal 45-60 GT, hasil tangkapan dapat mencapai 2-3 tontrip. Sedangkan nelayan lokal hanya menggunakan mini purse seine 3 Terjadi persaingan pasar: nelayan purse seine menjual hasil tangkapannya di Kotabaru dengan harga lebih murah dari harga ikan yang berlaku di pasaran. Konflik alat tangkap: purse seine Mekanisme pengelolaan alokasi internal Mekanisme pengelolaan Nelayan purse seine vs nelayan mini purse Seine, KKP, DKP, Kepolisian, TNI AL. Organisasi nelayan HNSI, AMNES, INSAN Tabel 16 lanjutan Ekses Penyebab utama Jenis konflik Tipologi konflik Pihak yang terlibat 4 Pengoperasian purse seine berada diluar 12 mil, namun lampu yang digunakan mampu menarik ikan yang berada di wilayah perairan Kalsel yurisdiksi perikanan Bentrokan fisik, penganiayaan perusakan, penyitaan dan penenggelam an kapal, 1 Perebutan daerah penangkapan seirama dengan perputaran potensi sumberdaya udang yang tersebar di beberapa wilayah Kotabaru 2 Pengkavlingan laut menjadi hak property 3 DKP Kotabaru menyetujui pembagian wilayah penangkapan. Konflik pengkavling an laut: pembagian daerah penangkapan ikan Yurisdiksi Perikanan Nelayan Kec. Pulau laut Utara vs Kec. Pulau Sebuku Kotabaru, Walhi, INSAN, DKP Daerah, Kepolisian Pengusiran, penyitaan, penyandraan, demontrasi aksi masa, sweeping 1 Pengambilan teripang dengan cara menyelam dengan alat bantu kompresor yang diletakkan di atas kapal dengan panjang selang sekitar 50 meter dipasang pada mouth piece , sedangkan nelayan lokal tidak memanfaatkan teripang 2 Pelanggaran KepMen No.132004: Pengendalian nelayan andon yang telah menghambat aktifitas nelayan lokal karena jumlah kapal nelayan andon sekitar 400 unit dengan 1.600 orang penyelam telah melebihi kuota. Konflik alat tangkap: alat bantu kompressor untuk pengambilan teripang dan kerang mutiara Alokasi internal, Mekanisme pengelolaan Nelayan teripang dan kerang mutiara Andon dari Jatim, Sulsel, Kaltim vs nelayan lokal dari Tanah Laut, KKP, DKP pusat dan Daerah, TNI AL, Polair, Pokmaswas Perkelahian 1 Modifikasi lampara dasar, penambahan danleno diisi dengan semen agar dapat mengeruk dasar perairan dan membuka mulut jaring kemudian nelayan mengganti danleno tersebut dengan papan layang otter board. 2 Pelanggaran jalur-jalur penangkapan, mengoperasikaanya di wilayah perikanan tradisional Konflik alat tangkap: lampara dasar Alokasi internal, Mekanisme pengelolaan Nelayan lampara dasar vs nelayan trammel net, DKP Daerah, Pokmaswas Tabel 16 lanjutan Ekses Penyebab utama Jenis konflik Tipologi konflik Pihak yang terlibat Pengusiran 2 Pelanggaran Kep. Mentan 39299:Gillnet jalur Ia 3 mil merupakan jalur terlarang bagi penggunaan gillnet sepanjang 1000 m Konflik alat tangkap gillnet Mekanisme pengelolaan Nelayan gillnet andon vs nelayan gillnet Tanah Laut, DKP Daerah, Pokmaswas Pengusiran, pengejaran kapal 1 Daya ledakan yang ditimbulkan mencapai radius 100 meter persegi. yang beroperasi pada pagi dan sore hari dapat merusak terumbu karang, mematikan habitat ikan dan penyu, mengeruhkan kondisi perairan dan meningkatkan level sedementasi serta over fishing, merusak ekosistem dan sistem mata rantai makanan laut yang berakibat pada penurunan sumberdaya secara drastis. 2 Pelanggaran UU RI No.9 1985, larangan bomillegal fishing Konflik alat tangkap: alat bantu bom Mekanisme pengelolaan Nelayan pengguna bom vs nelayan bukan pengguna bom, DKP Daerah, Pokmaswas, PPSDA, Polair, TNI AL Penghancur an alat dan kapal 1 Kesenjangan teknologi bagan apung, karena kapasitas kapal mampu mengoperasikan bagan apung yang dapat dipindahkan, hal ini dianggap merebut fishing ground, dan merugikan nelayan bagan tancap. Konflik alat tangkap: bagan apung Alokasi internal Nelayan bagan tancap Tanah Bumbuvs nelayan bagan apung Kotabaru, DKP Daerah, Pokmaswas Perkelahian 1 Kesenjangan kualitas peralatan tangkap antar nelayan seser modern dengan seser tradisional dalam menangkap jenis ikan sama dan pada fishing ground yang sama Konflik alat tangkap: seser modern Alokasi internal Nelayan seser tradisional vs nelayan seser modern, DKP Daerah, Pokmaswas Pengusiran, penahanan 3 Kesenjangan alat tangkap yang menggunakan teknologi penangkapan ikan yang berbeda dengan masyarakat lokal dan cantrang belum pernah digunakan oleh nelayan lokal Konflik alat tangkap: cantrang Alokasi internal Nelayan andon Sul- Sel dan Jateng, KKP, DKP, Polair, TNI AL, Pokmaswas Sumber: data primer diolah Kebutuhan

4.3.2 Identifikasi kebutuhan, kepentingan dan posisi pihak yang berkonflik 1

Kasus purse seine Perbedaan idiologi dan prinsip dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan antara nelayan yang berkonflik kemudian mengartikulasikan sumberdaya perikanan secara berbeda dan memperlakukannya secara berbeda pula. Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan mini purse seine dan nelayan purse seine digambarkan pada Gambar 16. Nelayan mini purse seine menganggap alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap yang berpotensi mengancam kelestarian sumberdaya perikanan. Potensi negatif ini terbukti bahwa susahnya mendapatkan ikan ketika nelayan purse seine beroperasi di sekitar perairan Kotabaru. Posisi Posisi Kepentingan Gambar 16 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus purse seine Wilayah konflik Nelayan purse seine Nelayan mini purse seine - Pengoperasian purse seine merugikan nelayan lokal - Pelarangan pengoperasian purse seine di sekitar perairan Kotabaru - Memperoleh hasil tangkapan - Kelestarian SDI - Keberlanjutan dalam berusaha - Keadilan dalam pemanfaatan SDI - Memperoleh hasil tangkapan - Memperoleh keuntungan sebesar- besarnya - Keamanan dalam berusaha - Keberlanjutan izin usaha - Kepastian hukum - Purse seine adalah usaha yang sah dan memiliki surat izin - Penggunaan lampu berkapasitas tinggi dan menjual hasil tangkapan di wilayah Kotabaru merugikan nelayan lokal Kebutuhan 2 Kasus daerah penangkapan ikan Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan Kecamatan Pulau Sebuku dan nelayan Kecamatan Pulau Laut digambarkan pada Gambar 17. Konsepsi yang berlanjut pada eksploitasi sumberdaya perikanan yang dianut oleh nelayan Kecamatan Pulau Sebuku masih menganut eksploitasi perikanan dengan alat tangkap tradisional yang telah turun temurun. Hal ini dikuasai oleh nelayan tradisional yang masih bertahan dengan alat tangkap sero, rakang, pacing dan trammel net. Daerah penangkapan yang telah dimanfaatkan secara turun temurun tersebut telah dianggap sebagai hak property bagi mereka, sehingga apabila nelayan luar masuk ke wilayah tersebut apalagi memiliki alat tangkap yang lebih besar atau yang telah dimodifikasi telah dianggap melanggar norma dan tidak menjaga kelestarian sumberdaya perikanan. Posisi Kepentingan Gambar 17 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus daerah penangkapan Wilayah konflik Nelayan Kecamatan Pulau Laut Nelayan Kecamatan Pulau Sebuku - Pelarangan terhadap nelayan selain kecamatan Pulau Sebuku dilarang masuk perairan selat laut pada musim utara - Pelarangan alat tangkap yang sudah mengalami modiifikasi - Tidak mematuhi masalah perbatasan, yang sudah ditetapkan - Lampara Dasar modifikasi yang menggunakan papan layang dianggap tidak ramah lingkungan - Memperoleh hasil tangkapan - Kelestarian SDI - Keberlanjutan dalam berusaha - Keadilan dalam pemanfaatan SDI - Memperoleh hasil tangkapan - Memperoleh keuntungan sebesar-besarnya - Keamanan dalam berusaha - Keberlanjutan izin usaha - Kepastian hukum Kebutuhan 3 Kasus pengambilan teripang dan kerang mutiara Analisis terhadap “kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan Kabupaten Tanah Laut dan nelayan andon memburu kerang dan teripang dari Sulawesi, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur digambarkaann pada Gambar 18. Nelayan dari Kabupaten Tanah Laut menganggap nelayan andon mengambil teripang menggunakan benda tajam merusak karang yang berpotensi mengancam kelestarian sumberdaya perikanan. Banyaknya jumlah kapal yang masuk sekitar 400 unit sangat mengganggu aktivitas nelayan lokal. Potensi negatif ini terbukti bahwa susahnya mendapatkan ikan dan robeknya jaring karena tersangkut jangkar nelayan andon ketika nelayan andon beroperasi di sekitar perairan Kabupten Tanah Laut. Posisi Kepentingan Gambar 18 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus teripang Wilayah konflik - Banyaknya nelayan penyelam, merusak karang mencari teripang merugikan nelayan lokal - Pelarangan perburuan teripang di sekitar Kab. Tala - Memperoleh hasil tangkapan yang memadai sepanjang tahun - Keberlanjutan dalam berusaha - Keadilan dalam pemanfaatan SDI Nelayan andon pencari teripang adalah usaha yang sah dan memiliki surat izin - Memperoleh hasil tangkapan melimpah dan keuntungan yang besar - Keamanan dalam berusaha - Keberlanjutan dalam berusaha - Keadilan dalam pemanfaatan SDI Nelayan lokal tidak pengambil teripang dan kerang mutiara Nelayan andon pencari teripang dan kerang mutiara Kebutuhan 4 Kasus lampara dasar Analisis terhadap “kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan tradisional terutama nelayan trammel net dengan nelayan lampara dasar digambarkan pada Gambar 19. Nelayan trammel net menganggap nelayan lampara dasar tidak ramah lingkungan karena bersifat mengeruk ikanudang yang berpotensi mengancam kelestarian sumberdaya perikanan. Potensi negatif ini terbukti bahwa sedikitnya ikan yang tertangkap ketika lampara dasar beroperasi berrsamaan dengan nelayan trammel net. Posisi Kepentingan Gambar 19 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus lampara dasar 5 Kasus gillnet Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan gillnet yang berbeda kapasitas. Nelayan gillnet dari Tanah Laut dan nelayan gilnet andon digambarkan pada Wilayah konflik Nelayan Lampara dasar Nelayan trammel net - Pengoperasian lampara dasar dapat merugikan nelayan lokal - Memperoleh hasil tangkapan yang memadai sepanjang tahun - Kelestarian SDI - Keberlanjutan dalam berusaha - Keadilan dalam pemanfaatan SDI - Kepastian Hukum - Memperoleh hasil tanggkapan - Memperoleh keuntungan - Kepastian hukum - Keamanan berusaha Belum ada kejelasan Pelarangan pengoperasian lampara dasar tidak merugikan siapapun Kebutuhan Gambar 20. Nelayan lokal menganggap nelayan andon menggunakan gillnet melebihi kapasitas tidak mengikuti anjuran dalam Kep. Mentan 39299 yang mengatur penggunaan gillnet Jalur 3 mil terlarang bagi penggunaan Gillnet sepanjang 1000 m. Posisi Kepentingan Gambar 20 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus gillnet 6 Kasus penggunaan bom Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan yang bukan pengguna bom dengan nelayan pengguna bom digambarkan pada Gambar 21. Nelayan yang menggunakan bom diangggap oleh masyarakat adalah perilaku yang menyimpang deviant behaviour dengan beragam motif, seperti ingin kaya dengan cara atau mungkin terpaksa karena adanya benturan dengan kondisi ekonomi. Ironisnya para pelaku pengguna bom sulit ditangkap, berdasarkan keterangan informan hal tersebut disebabkan luasnya kondisi perairan, kurangnya fasilitas dan anggaran dana untuk menertibkan pengguna bom. Selain itu pengguna bom menggunakan Wilayah konflik Nelayan gillnet andon Nelayan gillnet lokal Pelarangan pengoperasian gillnet yang melebihi kapasitas Pengoperasian gillnet tidak merugikan siapapun - Memperoleh hasil tangkapan yang memadai sepanjang tahun - Kelestarian SDI - Kepastian Hukum - Memperoleh hasil tanggkapan - Memperoleh keuntungan - Keamanan berusaha Kebutuhan kapal bermesin 6 enam silender sehingga kalah cepat ketika dilakukan pengejaran. Apa yang telah dilakukan nelayan penggguna bom tersebut telah mematikan ikan hingga telurnya bahkan yang masih tersembunyi pada karang ikut musnah dan keberadaan penyu ikut terganggu, karena daya ledaknya begitu kuat. Daya ledakan yang ditimbulkan mencapai radius 100 meter persegi. Nelayan pengguna bom ini biasanya dalam 1 satu unit kapal terdiri dari 10 ABK, yang beroperasi pada pagi dan sore hari. Posisi Kepentingan Gambar 21 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi”pada kasus penggunaan bom 7 Kasus bagan apung Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan bagan tancap dengan nelayan bagan apung digambarkaann pada Gambar 22. Nelayan bagan apung Wilayah konflik Nelayan pengguna bom Nelayan Bukan pengguna bom bom - Penggunaan bom merupakan peanggaran UU No 45 Tahun 2009, revisi UU No 31 Tahun 2004 dan tidak sesuai dengan norma - Memperoleh hasil tangkapan yang memadai sepanjang tahun - Kelestarian SDI - Keberlanjutan dalam berusaha - Keadilan dan keamanan dalam pemanfaatan SDI - Kepastian Hukum - Tidak mentaati UU yang berlaku di Indonesia sehingga menimbulkan kerusakan dan kerugian sumberdaya ikan dan ekosistem perairan - Memperoleh hasil tangkapan yang melimpah - Memperoleh keuntungan sebesar- besarnya - Keperluan mendesak dan keuntungan sesaat Kebutuhan menganggap bahwa nelayan bagan apung merebut wilayah fishing ground bagan tancap. Potensi negatif ini terbukti ketika hasil tangkapan berkurang dan pendapatan mereka menurun bersamaan dengan beroperasinya bagan apung. Posisi Kepentingan Gambar 22 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus bagan apung 8 Kasus seser modern Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan seser tradisional dengan nelayan seser modern digambarkaann pada Gambar 23. Nelayan seser modern dianggap melakukan kegiatan eksploitasi dengan level yang lebih tinggi pada fishing ground yang sama dengan seser tradisional. Potensi negatif ini terbukti ketika hasil tangkapan berkurang bersamaan dengan beroperasinya seser modern. Wilayah konflik Nelayan bagan apung Nelayan bagan tancap - Pengoperasian bagan apung dapat merugikan nelayan bagan tancap - Bagan apung yang bisa dipindahkan dianggap merebut wilayah bagan tancap - Pelarangan pengoperasian bagan apung di wilayah bagan tancap bagan tancap - Memperoleh hasil tangkapan - Kelestarian SDI Memperoleh keadilan Pengoperasian bagan apung tidak merugikan siapapun - Memperoleh hasil tangkapan - Memperoleh keuntungan sebesar- besarnya - Keamanan berusaha Kebutuhan Posisi Kepentingan Gambar 23 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus seser modern 9 Kasus cantrang Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan Kal-Sel dengan nelayan cantrang dari Sulawesi dan Jawa Tengah gambarkan pada Gambar 24. Nelayan seser modern dianggap melakukan kegiatan eksploitasi dengan level yang lebih tinggi pada fishing ground yang sama dengan seser tradisional. Potensi negatif ini terbukti ketika hasil tangkapan berkurang bersamaan dengan beroperasinya seser modern. Wilayah konflik Nelayan seser modern Nelayan seser tradisional - Adanya anggapan bahwa tidak boleh mengadakan kegiatan eksploitasi dengan level yang lebih tinggi - Pelarangan - Memperoleh hasil tangkapan - Kelestarian SDI Memperoleh keadilan Pengoperasian seser modern tidak merugikan siapapun Memperoleh hasil tangkapan dan keuntungan yang besar - Keamanan berusaha