Pada tahun 2007 juga terjadi konflik antara nelayan Tanah Laut dengan nelayan andon asal Jawa Timur yang menggunakan bom dan diperkirakan telah
merusak habitat ikan di sekitar perairan Tanah Laut. Dugaan degradasi habitat ini didasari oleh kenyataan bahwa hasil tangkapan nelayan lokal selama tiga tahun
terakhir cenderung menurun. Namun kasus penggunaan bom ini masih belum dapat dibuktikan oleh nelayan setempat, karena sulit menemukan barang bukti.
Nelayan andon yang menggunakan bom menggunakan kapal bermesin cepat sejenis mesin speed boat, sehingga tidak berhasil mengejar beberapa unit kapal
yang terlihat memasuki wilayah perairan Tanah Laut. Selain itu nelayan yang dicurigai melakukan penangkapan ikan menggunakan bom biasanya barang bukti
langsung dibuang sehingga mereka tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan aturan.
Pada tahun 2008-2009 nelayan Kabupaten Tanah Bumbu merasa resah dan awal muncul kecemburuan nelayan bagan tancap terhadap nelayan bagan apung
yang memperoleh hasil tangkapan ikan teri dan ikan tembang lebih banyak, perbedaan produksi hasil tangkapan yang disebabkan perbedaan teknologi
penangkapan. Nelayan bagan tancap melakukan penghancuran alat dan kapal bagan. Tindak lanjut dari konflik tersebut dibuat kesepakatan dimana nelayan
yang menggunakan alat tangkap yang berbeda tidak boleh beroperasi pada suatu wilayan fishing ground yang sama bahkan tidak boleh beroperasi lagi.
Pada tahun 2009 keberadaan nelayan cantrang yang dilakukan oleh nelayan Pekalongan Jawa Tengah mendapat reaksi keras dari masyarakat nelayan di
Kalimantan Selatan. Beberapa Pokwasmas melayangkan surat kepada Kadis Perikanan di daerah masing-masing Jawa Timur dan Sulawesi yang intinya
melarang keberadaan cantrang beroperasi di perairan Kalimantan Selatan. Penggunaan cantrang oleh nelayan andon mendapat protes keras dari masyarakat
nelayan di Kalimantan Selatan karena penggunaan teknologi penangkapan ikan yang berbeda dengan masyarakat lokal
Penggunaan cantrang dinilai sangat merugikan nelayan lokal, disamping itu telah meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang keberlanjutan perikanan
tangkap dan belum ada undang-undang yang merekomendasikan alat tangkap tersebut boleh dioperasikan di sekitar perairan Kalimantan Selatan.
4 Tahun 2001, 2006-2007 dan 2009 akibat
Walaupun konflik berakhir sejalan dengan berakhirnya musim utara Januari-April maka untuk sementara kehidupan nelayan tampak harmonis dan
konflik berakhir dengan sendirinya, namun pengkavlingan laut dengan patok tiang bakang masih dilakukan.
Pada tahun 2007, khawatir konflik nelaan Kotabaru Kalsel dengan nelayan Tegal Jateng meluas, akhirnya masalah itu dilaporkan ke Presiden dan membentuk
tim perikanan dua propinsi. Gubernur mengintruksikan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel untuk bertatap muka dengan asosiasi nelayan dari Kotabaru
untuk mensosialisasikan naskah awal perjanjian perdamaian. Kemudian pemerintah mengantisipasi konflik, dan merencanakan berbagai upaya: pertama,
dengan menyetop pengeluaran izin baru untuk kapal purse seine, kedua mengalihkan sebagian jenis kapal-kapal itu ke wilayah perairan yang lain.
Pada tahun 2008 dilakukan pertemuan nelayan yang berjumlah kurang lebih 500 orang yang berasal dari tiga Kecamatan yakni 1 Takisung Tabanio,
Pagatan Besar, Kuala Tambangan dan Takisung 2 Panyipatan Batakan, Tanjung Dewa 3 Jorong Swarangan dan dihadiri juga oleh Pol Air, TNI AL
Pos Batakan, Dinas Kelautan dan perikanan Povinsi dan Kepala Dinas Kelautan dan perikanan Tanah Laut, Camat Takisung serta Camat Penyipatan. Nelayan
Tala membuat kesepakatan tertulis berisi penolakan terhadap kehadiran nelayan pencari tripang dan kerang.
Seruan Dinas Kelautan dan perikanan Pemkab Sumenep terhadap Nelayannya agar meninggalkan perairan Tanah Laut ternyata direspon setengah
hati. Mereka masih saja menjamah perairan Tanah Laut hingga akhirnya terjaring sweeping
petugas Pol Air. Ada 12 duabelas kapal yang terjaring sweeping, dan 12 unit selam disita. Semuanya memiliki surat andon, namun tidak pernah lapor
ke Dinas Kelautan dan Perikanan Tanah Laut. Melalui sweeping diyakini mampu membuat nelayan tersebut jera untuk kembali beroperasi ke perairan Tanah Laut.
DKP Tanah Laut dan beberapa perwakilan nelayan Tanah Laut menghadap Menteri Kelautan dan Perikanan. Mereka akan berkonsultasi dan meminta
petunjuk untuk mencari solusi terbaik tentang pengaturan aktivitas melaut nelayan tradisional antar pulau.
5 Periode 2010-sekarang pascakonflik
Pada periode ini walaupun tidak terdapat konflik, nelayan tetap memperjuangkan hak mereka untuk dapat melakukan aktivitas berusaha dalam
kondisi yang aman. Nelayan meminta dukungan dari semua pihak yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan mereka. Pokmaswas yang terbentuk semakin
aktif dalam melakukan pengawasan dan menghimpun segala permasalahan nelayan.
4.3 Permasalahan Konflik Perikanan Tangkap 4.3.1 Tipologi konflik
Pengenalan tipologi konflik merupakan hal penting untuk menjelaskan penyebab terjadinya konflik. Hasil pengamatan di lokasi penelitian ditemukan
tipologi konflik perikanan tangkap yang terjadi di perairan Kalimantan Selatan seperti yang disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Tipologi konflik perikanan tangkap di perairan Kalimantan Selatan
Ekses Penyebab utama
Jenis konflik
Tipologi konflik
Pihak yang terlibat
Menegur, melarang,
mengusir, pembakaran
kapal, aksi massa
1 Purse seine dari Jateng mendapat izin dari DKP Pusat
2 Kecemburuan nelayan lokal karena kesenjangan teknologi
purse seine 40.000-50.000 watt, fish finder, kapal 45-60
GT, hasil tangkapan dapat mencapai 2-3 tontrip.
Sedangkan nelayan lokal hanya menggunakan mini
purse seine
3 Terjadi persaingan pasar: nelayan purse seine menjual
hasil tangkapannya di Kotabaru dengan harga lebih
murah dari harga ikan yang berlaku di pasaran.
Konflik alat
tangkap: purse
seine Mekanisme
pengelolaan alokasi
internal Mekanisme
pengelolaan Nelayan
purse seine vs nelayan
mini purse Seine, KKP,
DKP, Kepolisian,
TNI AL. Organisasi
nelayan HNSI,
AMNES, INSAN
Tabel 16 lanjutan
Ekses Penyebab utama
Jenis konflik
Tipologi konflik
Pihak yang
terlibat
4 Pengoperasian purse seine berada diluar 12 mil, namun
lampu yang digunakan mampu menarik ikan yang
berada di wilayah perairan Kalsel
yurisdiksi perikanan
Bentrokan fisik,
penganiayaan perusakan,
penyitaan dan penenggelam
an kapal, 1 Perebutan daerah
penangkapan seirama dengan perputaran potensi
sumberdaya udang yang tersebar di beberapa wilayah
Kotabaru
2 Pengkavlingan laut menjadi hak property
3 DKP Kotabaru menyetujui pembagian wilayah
penangkapan. Konflik
pengkavling an laut:
pembagian daerah
penangkapan ikan
Yurisdiksi Perikanan
Nelayan Kec. Pulau
laut Utara vs Kec.
Pulau Sebuku
Kotabaru, Walhi,
INSAN, DKP
Daerah, Kepolisian
Pengusiran, penyitaan,
penyandraan, demontrasi
aksi masa, sweeping
1 Pengambilan teripang dengan cara menyelam dengan alat
bantu kompresor yang diletakkan di atas kapal
dengan panjang selang sekitar 50 meter dipasang pada
mouth piece
, sedangkan nelayan lokal tidak
memanfaatkan teripang 2 Pelanggaran KepMen
No.132004: Pengendalian nelayan andon yang telah
menghambat aktifitas nelayan lokal karena jumlah
kapal nelayan andon sekitar 400 unit dengan 1.600 orang
penyelam telah melebihi kuota.
Konflik alat tangkap: alat
bantu kompressor
untuk pengambilan
teripang dan kerang
mutiara Alokasi
internal, Mekanisme
pengelolaan Nelayan
teripang dan kerang
mutiara Andon
dari Jatim, Sulsel,
Kaltim vs nelayan
lokal dari Tanah
Laut, KKP, DKP pusat
dan Daerah,
TNI AL, Polair,
Pokmaswas
Perkelahian 1 Modifikasi lampara dasar,
penambahan danleno diisi dengan semen agar dapat
mengeruk dasar perairan dan membuka mulut jaring
kemudian nelayan mengganti danleno
tersebut dengan papan layang otter board.
2 Pelanggaran jalur-jalur penangkapan,
mengoperasikaanya di wilayah perikanan tradisional
Konflik alat tangkap:
lampara dasar
Alokasi internal,
Mekanisme pengelolaan
Nelayan lampara
dasar vs nelayan
trammel net, DKP
Daerah, Pokmaswas
Tabel 16 lanjutan
Ekses Penyebab utama
Jenis konflik
Tipologi konflik
Pihak yang terlibat
Pengusiran 2 Pelanggaran Kep. Mentan
39299:Gillnet jalur Ia 3 mil merupakan jalur terlarang bagi
penggunaan gillnet sepanjang 1000 m
Konflik alat tangkap
gillnet Mekanisme
pengelolaan Nelayan
gillnet andon vs
nelayan gillnet
Tanah Laut, DKP Daerah,
Pokmaswas
Pengusiran, pengejaran
kapal 1 Daya ledakan yang ditimbulkan
mencapai radius 100 meter persegi. yang beroperasi pada
pagi dan sore hari dapat merusak terumbu karang, mematikan
habitat ikan dan penyu, mengeruhkan kondisi perairan
dan meningkatkan level sedementasi serta over fishing,
merusak ekosistem dan sistem mata rantai makanan laut yang
berakibat pada penurunan sumberdaya secara drastis.
2 Pelanggaran UU RI No.9 1985, larangan bomillegal fishing
Konflik alat tangkap:
alat bantu bom
Mekanisme pengelolaan
Nelayan pengguna
bom vs nelayan
bukan pengguna
bom, DKP Daerah,
Pokmaswas, PPSDA,
Polair, TNI AL
Penghancur an alat dan
kapal 1 Kesenjangan teknologi bagan
apung, karena kapasitas kapal mampu mengoperasikan bagan
apung yang dapat dipindahkan, hal ini dianggap merebut fishing
ground,
dan merugikan nelayan bagan tancap.
Konflik alat tangkap:
bagan apung
Alokasi internal
Nelayan bagan tancap
Tanah Bumbuvs
nelayan bagan apung
Kotabaru, DKP Daerah,
Pokmaswas
Perkelahian 1 Kesenjangan kualitas peralatan
tangkap antar nelayan seser modern dengan seser tradisional
dalam menangkap jenis ikan sama dan pada fishing ground yang
sama Konflik alat
tangkap: seser
modern Alokasi
internal Nelayan
seser tradisional vs
nelayan seser modern,
DKP Daerah, Pokmaswas
Pengusiran, penahanan
3 Kesenjangan alat tangkap yang menggunakan teknologi
penangkapan ikan yang berbeda dengan masyarakat lokal dan
cantrang belum pernah digunakan oleh nelayan lokal
Konflik alat tangkap:
cantrang Alokasi
internal Nelayan
andon Sul- Sel dan
Jateng, KKP, DKP,
Polair, TNI AL,
Pokmaswas
Sumber: data primer diolah
Kebutuhan
4.3.2 Identifikasi kebutuhan, kepentingan dan posisi pihak yang berkonflik 1
Kasus purse seine
Perbedaan idiologi dan prinsip dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan antara nelayan yang berkonflik kemudian mengartikulasikan sumberdaya
perikanan secara berbeda dan memperlakukannya secara berbeda pula. Analisis terhadap
”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan mini purse seine dan nelayan purse seine
digambarkan pada Gambar 16. Nelayan mini purse seine menganggap alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap yang berpotensi mengancam
kelestarian sumberdaya perikanan. Potensi negatif ini terbukti bahwa susahnya mendapatkan ikan ketika nelayan purse seine beroperasi di sekitar perairan
Kotabaru.
Posisi
Posisi
Kepentingan
Gambar 16 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus purse seine
Wilayah konflik Nelayan purse seine
Nelayan mini purse seine
- Pengoperasian purse seine
merugikan nelayan lokal
- Pelarangan pengoperasian
purse seine di sekitar perairan
Kotabaru
- Memperoleh hasil tangkapan
- Kelestarian SDI
-
Keberlanjutan dalam berusaha
- Keadilan dalam pemanfaatan SDI
- Memperoleh hasil tangkapan
- Memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya - Keamanan dalam
berusaha - Keberlanjutan izin
usaha - Kepastian
hukum -
Purse seine adalah usaha yang sah dan memiliki
surat izin - Penggunaan lampu
berkapasitas tinggi dan menjual hasil tangkapan
di wilayah Kotabaru merugikan nelayan lokal
Kebutuhan
2 Kasus daerah penangkapan ikan
Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan Kecamatan Pulau Sebuku dan nelayan Kecamatan Pulau Laut digambarkan pada Gambar 17. Konsepsi yang
berlanjut pada eksploitasi sumberdaya perikanan yang dianut oleh nelayan Kecamatan Pulau Sebuku masih menganut eksploitasi perikanan dengan alat
tangkap tradisional yang telah turun temurun. Hal ini dikuasai oleh nelayan tradisional yang masih bertahan dengan alat tangkap sero, rakang, pacing dan
trammel net. Daerah penangkapan yang telah dimanfaatkan secara turun temurun tersebut telah dianggap sebagai hak property bagi mereka, sehingga apabila
nelayan luar masuk ke wilayah tersebut apalagi memiliki alat tangkap yang lebih besar atau yang telah dimodifikasi telah dianggap melanggar norma dan tidak
menjaga kelestarian sumberdaya perikanan.
Posisi
Kepentingan
Gambar 17 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada
kasus daerah penangkapan
Wilayah konflik Nelayan Kecamatan
Pulau Laut
Nelayan Kecamatan Pulau Sebuku
-
Pelarangan terhadap nelayan selain
kecamatan Pulau Sebuku dilarang
masuk perairan selat laut pada musim utara
-
Pelarangan alat tangkap yang sudah
mengalami modiifikasi
- Tidak mematuhi masalah perbatasan, yang sudah
ditetapkan - Lampara Dasar
modifikasi yang menggunakan papan
layang dianggap tidak ramah lingkungan
- Memperoleh hasil tangkapan
- Kelestarian SDI
-
Keberlanjutan dalam berusaha
- Keadilan dalam pemanfaatan SDI
- Memperoleh hasil tangkapan
- Memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
- Keamanan dalam berusaha - Keberlanjutan izin usaha
- Kepastian hukum
Kebutuhan
3 Kasus pengambilan teripang dan kerang mutiara
Analisis terhadap “kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan Kabupaten Tanah Laut dan nelayan andon memburu kerang dan teripang dari Sulawesi, Jawa Tengah dan
Kalimantan Timur digambarkaann pada Gambar 18. Nelayan dari Kabupaten Tanah Laut menganggap nelayan andon mengambil teripang menggunakan benda
tajam merusak karang yang berpotensi mengancam kelestarian sumberdaya perikanan. Banyaknya jumlah kapal yang masuk sekitar 400 unit sangat
mengganggu aktivitas nelayan lokal. Potensi negatif ini terbukti bahwa susahnya mendapatkan ikan dan robeknya jaring karena tersangkut jangkar nelayan andon
ketika nelayan andon beroperasi di sekitar perairan Kabupten Tanah Laut.
Posisi
Kepentingan
Gambar 18 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus teripang
Wilayah konflik
- Banyaknya nelayan penyelam, merusak
karang mencari teripang merugikan
nelayan lokal
- Pelarangan perburuan teripang
di sekitar Kab. Tala
-
Memperoleh hasil tangkapan
yang memadai sepanjang tahun
-
Keberlanjutan dalam berusaha
- Keadilan dalam pemanfaatan
SDI Nelayan andon pencari
teripang adalah usaha yang sah dan memiliki surat izin
- Memperoleh hasil tangkapan melimpah
dan keuntungan yang
besar - Keamanan dalam
berusaha - Keberlanjutan dalam
berusaha - Keadilan dalam
pemanfaatan SDI
Nelayan lokal tidak pengambil teripang
dan kerang mutiara Nelayan andon pencari
teripang dan kerang mutiara
Kebutuhan
4 Kasus lampara dasar
Analisis terhadap “kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan tradisional terutama nelayan trammel net dengan nelayan lampara dasar digambarkan pada Gambar 19.
Nelayan trammel net menganggap nelayan lampara dasar tidak ramah lingkungan karena bersifat mengeruk ikanudang yang berpotensi mengancam kelestarian
sumberdaya perikanan. Potensi negatif ini terbukti bahwa sedikitnya ikan yang tertangkap ketika lampara dasar beroperasi berrsamaan dengan nelayan trammel
net.
Posisi
Kepentingan
Gambar 19 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi”
pada kasus lampara dasar 5
Kasus gillnet
Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan gillnet yang berbeda kapasitas. Nelayan gillnet dari Tanah Laut dan nelayan gilnet andon digambarkan pada
Wilayah konflik Nelayan Lampara
dasar Nelayan
trammel
net
-
Pengoperasian lampara dasar
dapat merugikan nelayan lokal
- Memperoleh hasil tangkapan
yang memadai sepanjang tahun
- Kelestarian SDI - Keberlanjutan
dalam berusaha - Keadilan dalam
pemanfaatan SDI - Kepastian Hukum
- Memperoleh hasil tanggkapan
- Memperoleh keuntungan
- Kepastian hukum - Keamanan berusaha
Belum ada kejelasan Pelarangan
pengoperasian lampara dasar tidak merugikan
siapapun
Kebutuhan
Gambar 20. Nelayan lokal menganggap nelayan andon menggunakan gillnet melebihi kapasitas tidak mengikuti anjuran dalam Kep. Mentan 39299 yang
mengatur penggunaan gillnet Jalur 3 mil terlarang bagi penggunaan Gillnet sepanjang 1000 m.
Posisi
Kepentingan
Gambar 20 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus gillnet
6 Kasus penggunaan bom
Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan yang bukan pengguna bom dengan nelayan pengguna bom digambarkan pada Gambar 21. Nelayan yang
menggunakan bom diangggap oleh masyarakat adalah perilaku yang menyimpang deviant behaviour dengan beragam motif, seperti ingin kaya dengan cara atau
mungkin terpaksa karena adanya benturan dengan kondisi ekonomi. Ironisnya para pelaku pengguna bom sulit ditangkap, berdasarkan keterangan informan hal
tersebut disebabkan luasnya kondisi perairan, kurangnya fasilitas dan anggaran dana untuk menertibkan pengguna bom. Selain itu pengguna bom menggunakan
Wilayah konflik Nelayan gillnet
andon
Nelayan gillnet lokal
Pelarangan pengoperasian
gillnet yang melebihi
kapasitas Pengoperasian gillnet
tidak merugikan siapapun
- Memperoleh hasil tangkapan
yang memadai sepanjang tahun
-
Kelestarian
SDI
- Kepastian Hukum
- Memperoleh hasil tanggkapan
- Memperoleh keuntungan
- Keamanan berusaha
Kebutuhan
kapal bermesin 6 enam silender sehingga kalah cepat ketika dilakukan pengejaran.
Apa yang telah dilakukan nelayan penggguna bom tersebut telah mematikan ikan hingga telurnya bahkan yang masih tersembunyi pada karang ikut
musnah dan keberadaan penyu ikut terganggu, karena daya ledaknya begitu kuat. Daya ledakan yang ditimbulkan mencapai radius 100 meter persegi. Nelayan
pengguna bom ini biasanya dalam 1 satu unit kapal terdiri dari 10 ABK, yang beroperasi pada pagi dan sore hari.
Posisi
Kepentingan
Gambar 21 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi”pada kasus
penggunaan bom
7 Kasus bagan apung
Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan bagan tancap dengan nelayan bagan apung digambarkaann pada Gambar 22. Nelayan bagan apung
Wilayah konflik Nelayan pengguna bom
Nelayan Bukan pengguna bom
bom
- Penggunaan bom
merupakan peanggaran UU No
45 Tahun 2009, revisi UU No 31
Tahun 2004 dan tidak sesuai dengan
norma
- Memperoleh hasil tangkapan
yang memadai sepanjang tahun
- Kelestarian SDI - Keberlanjutan
dalam berusaha - Keadilan dan
keamanan dalam pemanfaatan SDI
- Kepastian Hukum
-
Tidak mentaati UU yang berlaku di Indonesia
sehingga menimbulkan kerusakan dan kerugian
sumberdaya ikan dan ekosistem perairan
- Memperoleh hasil tangkapan yang
melimpah - Memperoleh
keuntungan sebesar- besarnya
- Keperluan mendesak dan keuntungan sesaat
Kebutuhan
menganggap bahwa nelayan bagan apung merebut wilayah fishing ground bagan tancap. Potensi negatif ini terbukti ketika hasil tangkapan berkurang dan
pendapatan mereka menurun bersamaan dengan beroperasinya bagan apung.
Posisi
Kepentingan
Gambar 22 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus bagan apung
8 Kasus seser modern
Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan seser tradisional dengan nelayan seser modern digambarkaann pada Gambar 23. Nelayan seser modern
dianggap melakukan kegiatan eksploitasi dengan level yang lebih tinggi pada fishing ground
yang sama dengan seser tradisional. Potensi negatif ini terbukti ketika hasil tangkapan berkurang bersamaan dengan beroperasinya seser modern.
Wilayah konflik Nelayan bagan apung
Nelayan bagan tancap
- Pengoperasian bagan
apung dapat merugikan nelayan bagan tancap
- Bagan apung yang bisa dipindahkan dianggap
merebut wilayah bagan tancap
- Pelarangan pengoperasian bagan apung di wilayah
bagan tancap bagan tancap
- Memperoleh hasil tangkapan
- Kelestarian SDI Memperoleh
keadilan Pengoperasian bagan
apung tidak merugikan siapapun
- Memperoleh hasil tangkapan
- Memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya
- Keamanan berusaha
Kebutuhan
Posisi
Kepentingan
Gambar 23 Konflik yang menggambarkan perbedaan ”kebutuhan-kepentingan-posisi” pada kasus seser modern
9 Kasus cantrang
Analisis terhadap ”kebutuhan-kepentingan-posisi” yang diharapkan dari
pihak nelayan yang berkonflik yaitu antara nelayan Kal-Sel dengan nelayan cantrang dari Sulawesi dan Jawa Tengah gambarkan pada Gambar 24. Nelayan
seser modern dianggap melakukan kegiatan eksploitasi dengan level yang lebih tinggi pada fishing ground yang sama dengan seser tradisional. Potensi negatif ini
terbukti ketika hasil tangkapan berkurang bersamaan dengan beroperasinya seser modern.
Wilayah konflik
Nelayan seser modern
Nelayan seser tradisional
- Adanya anggapan
bahwa tidak boleh mengadakan
kegiatan eksploitasi dengan level yang
lebih tinggi
- Pelarangan - Memperoleh
hasil tangkapan - Kelestarian SDI
Memperoleh keadilan
Pengoperasian seser modern tidak merugikan
siapapun
Memperoleh hasil tangkapan dan
keuntungan yang besar
- Keamanan berusaha