LSM. Kelembagaan Pokmaswas ini bersinergi dengan kelembagaan lokal dan kelembagaan lainya untuk menciptakan jejaring komunikasi dan interaksi antar
kelompok masyarakat. Dibentuknya Pokmaswas sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat,
sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Hai ini memberikan peluang tumbuhnya partisipasi aktif masyarakat lokal. Sejauh ini kelembagaan yang
berperan dalam pengelolaan konflik telah melakukan evaluasi, rencana tindak lanjut jangka menengah dan panjang yang salah satunya adalah membentuk
kelompok kerja POKJA penanganan konflik nelayan di setiap daerah dan tingkat Pusat, Provinsi sampai dengan Kabupaten dan menyusun pedoman umum
penanganan konflik nelayan antar daerah melalui mekanisme Alternative Dispute resolution
ADR. Inti dari ADR adalah membangun konsensus atau kompromi sesuai dengnan pendekatan musyawarah dan mufakat yang bersumber dari
masyarakat. Peran kelembagaan tersebut akan dikembangkan dan mendapat legitimasi, sehingga kesepakatan dapat diperoleh melalui forum yang dapat
dipertanggung jawabkan, bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum Dalam model pengelolaan konflik, faktor penyebab konflik kompetisi,
oposisi, ekonomi, aktor, dan budaya secara seri berpengaruh terhadap resolusi konflik melalui fasilitasi negosiasi dalam forum ADR, yang selanjutnya
menentukan outcome partisipasi dan keberlanjutan perikanan tangkap. Faktor penyebab konflik berperan dalam menumbuhkan atau meredam
konflik; 1 kompetisi merupakan faktor tertinggi sebagai factor penyebab konflik, perbedaan tingkat teknologi penangkapan sangat berpeluang pada persaingan
antara unit penangkapan; 2 oposisi merupakan factor penyebab konflik, perbedaan strata dari penggunaan teknologi penangkapan Teknologi tinggi,
menengah dan tradisional dan adanya perhatian pemerintah terhadap salah satu kelompok nelayan seperti pembagian wilayah penangkapan dan pemberian izin
terhadap penggunaan purse seine dan pengambilan teripang memunculkan pihak oposisi yang merasa dirugikan terhadap adanya kebijakan tersebut; 3 Ekonomi
merupakan factor penyebab konflik, persepsi terhadap kesenjangan ekonomi telah mengakar di wilayah pesisir Kalsel karena perbedaan teknologi yang
digunakan; 4 aktor merupakan factor penyebab konflik, persepsi yang terbentuk
mengarah kepada perbedaan komunitas aktor yang berbeda pandangan terhadap nilai yang diterapkan yaitu untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya
sementara aktor lain berpikiran untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan; 5 budaya merupakan factor peredam konlik, hal ini dapat dijadikan landasan
dalam pengembangan peran kelembagaan karena perbedaan budaya dalam masyarakat di pesisir Kalsel sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat pantai.
Secara parsial teknik ADR Alternative Dispute Resolution yaitu fasilitasi memberikan kontribusi terbesar dalam melakukan proses penyelesaian konflik
Secara langsung dan tidak langsung pengelolaan terhadap faktor penyebab konflik dan teknik resolusi yang baik berpengaruh kepada pengelolaan perikanan
tangkap bertanggung jawab. Dalam hal ini agar tercipta keberlanjutan perikanan tangkap diperlukan umpan balik melalui dukungan partisipasi masyarakat dalam
melakukan upaya-upaya untuk merubah; 1 perilaku dalam melakukan kompetisi penangkapan ikan melalui cara illegal fishing, pelanggaran terhadap undang-
undang dan pemanfaataan sumberdaya dengan teknologi yang dapat menyebabkan over fishing 2 perilaku yang menyebabkan munculnya pihak
oposisi karena perbedaan nilai dan pandangan terhadap implikasi kebijakan pemerintah 3 perilaku ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya yang
menyebabkan kesenjangan ekonomi 4 perilaku aktor yang memiliki kepentingan yang hanya meraih keuntungan sebesar-besarnya terhadap
sumberdaya perikanan.
6.2 Saran
1 Implikasi teoritis Teori-teori konflik dioperasinalkan dalam satu rangkaian yang tidak berdiri
sendiri, yang terkait antara faktor-faktor penyebab konflik input – resolusi
konflik proses – output – outcome, oleh karena itu implikasi kebijakan tidak
melihat konflik secara parsial tapi dalam suatu gugus komprehensif antar berbagai faktor dalam suatu rangkaian yang mempengaruhi
2 Implikasi kebijakan untuk pengembangan peran kelembagaan melalui Pokmaswas, agar dapat berfungsi lebih baik diharapkan keanggotaannya
memiliki kemampuan pengetahuan dan kualifikasi mengenai perangkat
hukum positif dan hukum tradisional, kualifikasi terhadap pengelolaan sumber daya perikanan, memahami sejarah budaya lokal dan regulatory framework.
3 Impilikasi kebijakan terhadap antisipasi faktor penyebab konflik kesenjangan teknologi dapat dilakukan yaitu perlu dikurangi dominasi atau pemberian izin
terhadap nelayan yang berteknologi tinggi, terdapat beberapa pilihan diantaranya dengan menyamakan tingkat teknologi para nelayan yang
beroperasi di satu wilayah penangkapan. Penyamaan tingkat teknologi itu sendiri dapat dilakukan dengan meningkatkan teknologi, namun cara ini tidak
mudah dilakukan, karena lemahnya permodalan, selain itu perubahan teknologi yang sudah biasa digunaan selama ini kepada jenis alat tangkap baru
jelas memerlukan perubahan dalam berbagai hal seperti pola kerja serta hubungan sosial. Disisi lain perlu diperhatikan terhadap peningkatan
teknologi, karena sebenarnya dengan teknologi yang mereka pakai sudah cukup untuk membangun kehidupan yang layak. Pilihan lainya adalah
menurunkan tingkat teknologi seperti tidak menggunakan lampu berkekuatan tinggi atau membatasi pengembangan teknologi untuk mempertahankan
kelestarian sumberdaya perikananpun untuk jangka waktu yang panjang dengan maksud sumberdaya tidak dikuras secara besar-besaran dalam waktu
singkat, atau melakukan pengaturan zona atau wilayah tangkap. Pengaturan ini dilakukan dengan memperhatikan jarak atau jalur penangkapan yang jauh
dari wilayah penangkapan nelayan Kalsel. 4 Impilikasi kebijakan terhadap antisipasi faktor penyebab oposisi pada
wilayah perikanan tradisional yang dilakukan secara turun temurun namun ditentang oleh beberapa pihak oposisi yang menganggap laut adalah milik
bersama, ditambah lagi dengan penggunaan teknologi yang lebih besar seperti seser modern dan bagan apung. Nelayan tradisional menjadi terpinggirkan.
Dalam kenyataan ini perlu adanya fomalitas atau diakui secara formal hak pemanfaatan tradisional. Tanpa pengakuan secara resmi atas hak pemanfaatan
tradisional akan mengalami marginalisasi dan tergusur dari wilayah tangkap mereka secara turun temurun.
5 Impilikasi kebijakan terhadap antisipasi faktor penyebab kompetisi yaitu implementasi kebijakan pemerintah terhadap jalur-jalur penangkapan bersifat
makro. SK. Mentan Pertanian RI No. 392KptsIK. 120499 dan Undang- Undang No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah, dimana pemerintah
provinsi mempunyai kewenangan untuk pengelolaan wilayah laut dan sumber daya di dalamnya hanya 8 mil ke arah laut lepas, sehingga memberi peluang
yang besar untuk nelayan andon dari luar daerah bebas melakukan penangkapan pada jalur 8 mil, perlu dilakukan revisi, yaitu dapat
mendelegasikan penentuan JJP perikanan tangkap di perairan Kalsel berdasarkan kedalaman karena bentuk pantai yang landai agar memiliki dasar
hukum. 6 Implikasi penelitian yaitu, model pengelolaan konflik perikanan tangkap dapat
digunakan untuk pedoman implementasi kebijakan, namun model pengelolaan konflik perikanan tidak dapat digeneralisasi untuk semua provinsi, sehingga
perlu dirancang variabel dan diketahui dengan pasti indikator yang berpengaruh, mengingat situasi dan kondisi aktor, sumber daya dan
lingkungan yang berbeda. 7 Implikasi penelitian lanjutan yaitu: 1 mengingat kebijakan yang bersifat
makro, maka perlu dilakukan penelitian kebijakan pengelolaan konflik pada setiap provinsi sehingga dapat dilakukan revisi dan melakukan legitimasi
perda yang dapat diakomodasi sesuai dengan kondisi geografis 2 mengingat sulitnya melalukan analisis kualitatif terhadap pengukuran indikator
pemahaman terhadap keadilan dalam pemanfaatan sumber daya perikanan perlu penelusuran lebih jauh terhadap teori dan empiris masyarakat pesisir
dalam melakukan kuantifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah NMR, Kuperan K, Pomeroy RS. 1998. Transaction cost and fisheries management. J Marine Resource Economic 13: 101-114
Abidin SZ. 2004. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah. Jakarta. 89 hal. Adhuri DS Ed.. 2005. Fishing in, Fishing out: Memahami Konflik Kenelayanan
di Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur. PMB-LIPI. Jakarta. 122 hal
Al-Thabbai, Alex P, Alex, Alfatoosh AA. 1991. Conflict Resolutions Using Cognitive Analysis Approach. J Project Management 54:68-87.
Aminullah E. 2003. Berpikir Sistem dan Pemodelan Dinamika Sistem. Makalah Kuliah Umum. Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. 14 hal. Amazon, Allen. 1999. Distinguishing the Effects of Functional and Dysfunctional
Conflict on Strategic Decision Making: Resolving a Paradox for Top Management Teams. J Academy of Management 39: 123-148
Anwar A. 2000. Beberapa Permasalahan dan Hak-hak Pakai Teritorial dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Bahari Indonesia. Presiding
Agriculture Planning. Universitas Mataram. Lombok. 18 hal. Asy’ari S. 2003. Konflik Komunal di Indonesia Saat ini. Indonesian–
Nedtherlands Cooperation in Islamic Studies INIS Universiteit Leiden dan Pusat Bahasa dan Budaya. The Center for Languages and Cultures
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 56 hal.
Aubert V. 1963. Competition and dissensus: two type of conflict and conflict resolution. J Conflict Resolution 7:26-42.
Bacon LD. 1977. Using AMOS for Structural Equation Modelling in Market Research. SPPS White Paper. Chicago. IL. Bacon L and Associates. Ltd.
SPPS Inc.www.etd-submit.etsu.eduetdthesesavailableetd-0330104-
111825unrestrictedWebbM40704f.pdf. Bandalos DL. 1983. Factors Influencing cross-validation of Confirmatory factor
analysis Models. Multivariate Behavioural Research. Barki H, Hartwick J. 2001. Interpersonal Conflict And Its Management In
Information System Development. McGill University Montreal, Quebec, Canada. 65p.
Bennett E, Jolley T. 2000. Pisces Field Manual. The Management of Conflict in Tropical Fisheries. Final Technical Report CEMARE. 127 p.
Bennett E, Neiland A. 2000. Review of Study Approach to Conflicts. Centre for the Economics and Management of Aquatic Recources CEMARE. 122 p.
Bennett E. 2004. IAASCP conference Paper Institutions, Economics and Conflicts: Fisheries Management Under Pressure. CEMARE
Bentler PM, Bonnetts DG. 1980. Significance tests and Goodness of Fit in the Analysis of Covariance Structure. Psychological Bulletin.
Bock JG. 2001. Towards participatory communal appraisal. J Community Development
. 36:146-153. Bono Ede. 1985. De Bono’s Thinking Course. Factss on File Publishing. New
York. Borrini-Feyerabend G, Farvar MT, Nguinguiri JC, Ndangang VA. 2000. XCo-
manajement of Natural Resources. Organizing, Neogotiating and Learning- by-doing. Germany: GTZ and IUCN.
Budhi S. 2006. Keharmonisan Sosial dan Pengelolaan Konflik. Makalah Seminar tentang “Economic Governance”. Banjarmasin. 15 hal.
Budiono A. 2005. Keefektifan Pengelolaan Konflik Pada Perikanan Tangkap di Perairan Selatan Jawa Timur [Disertasi]. Bogor. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 263 hal. Byrne BM. 1998. Structural Equotion Modeling witt LISREL, PRELIS and
SIMPLIS. Basic concepts, applications and Programming. New Jersey; Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Charles AT. 1992. Fishery conflicts: a unified framework. J Marine Policy 16: 379-393.
Charter. 2001. Understansing the municipal finance bill. Hologram Newsletter 6. http:
www.hologram.org Chapin JrFS and Kaiser EJ. 1985. The Theoretical Underpinning of Land Use. In
Urban Land Use Planning. Third Edition. University of Illinois Press, Urbana, Chicago.
Christy FT. 1987. Hak Penggunaan wilayah pada perikanan laut: Definisi dan Kondisi. Gramedia. Jakarta.
Cicin-Sain B, Kencht RW. 1998. Integrated Coastal and Ocean management: Concepts and Practices. Center for the Study of Marine Policy Graduate
College of Marine Studies. University of Delaware. Island Press, Washington D.C. 517p.
Cochrane KL. 2002. Fishery manager’s guidebook. Management measure and their application. Fisheries Technical Paper 224 Chapter 1. Rome. FAO.
231p. Cooper DR, Emory CW. 1998. Metode Penelitiann Bisnis. Erlangga
Creighton JL, Priscoli JD. 2001. Overview of Alternative Dispute Resolution.
IWR. USACE. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Penyusunan Konsep Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan yang Berakar di Masyarakat. Kerjasama Ditjen Bangda dengan pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB.
305 hal.
Diamantopoulus A, Siguaw JA. 2000. Introducing LISREL, A guide for the united Sage Publications.
Diez T, Ostrom E, Stern PC. 2003. The strunggle to govern the commons. J Science 302:1907-1912.
[DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kal-Sel. 2007. Laporan Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap. Banjarbaru. 120 hal. [DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tanah Bumbu. 2009. Laporan
Tahunan Statistik Perikanan. Batulicin. 45 hal [DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan. 2007.
Laporan Penyusunan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Kotabaru. Banjarbaru. 78 hal.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2002. Penyusunan Pedoman Pengelolaan Sengketa Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
SDKP diluar Pengadilan melalui Mekanisme Alternative Dispute Resolution ADR. Proyek Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Laut.
Jakarta.
Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 155 hal.
Edgington D, Fernandez A. 2001. The Changing Context of Regional Development. In D. Edgington, A. Fernandez, and C. Hoshino [Editor].
New Regions-Concepts, Issues and Practices. Greenwood Press. Connecticut.
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid satu. IPB Press. Bogor. 52 hal.