Pendekatan dua langkah dalam analisis dan pemodelan
3 Konflik yang terjadi karena perbedaan kapasitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan dalam menangkap jenis ikan yang sama. Akibatnya, bisa
mengurangi hasil tangkapan nelayan yang memiliki kapasitas perikanan tangkap yang lebih rendah.
4 Konflik yang terjadi karena perbedaan kualitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan dalam menangkap jenis ikan yang berbeda, tetapi pada
daerah penangkapan yang sama. Akibatnya, bisa mengurangi hasil tangkapan yang memiliki kualitas peralatan tangkap yang lebih rendah. Hal ini dapat
dicontohkan antara nelayan yang mengoperasikan jaring bergerak dengan nelayan yang mengoperasikan jaring menetap atau perangkap.
5 Konflik yang timbul karena pelanggaran batas wilayah perairan. Misalnya perairan pantai diperuntukkan untuk nelayan-nelayan tradisional, tetapi
nelayan-nelayan yang memiliki peralatan tangkap yang lebih canggih menangkap jenis ikan yang sama di perairan pantai
6 Konflik yang timbul karena operasi perahu sekelompok nelayan merusakmenerjang peralatan tangkap nelayan lain. Tingkat kualitas peralatan
tangkap mereka bisa berbeda tetapi menangkap jenis ikan yang sama dan berada pada lokasi yang sama.
7 Konflik yang timbul karena pelanggaran hak ulayat laut masyarakat lokal. Hal ini bisa terjadi karena pelanggaran batas-batas perairan milik masyarakat
adat oleh nelayan-nelayan lain atau pengambilan sumberdaya perikanan di wilayah perairan hak ulayat laut yang tidak sesuai dengan norma-norma lokal,
baik dilakukan oleh nelayan lokal, maupun nelayan lain. Ury 1993 berhasil mengidentifikasi faktor lain yang dapat memicu
timbulnya konflik, yaitu: kepentingan interest, hak-hak rights dan status kekuatan power. Dalam proses resolusi konflik, pihak-pihak yang berkonflik
umumnya akan berupaya mempertahankan ketiga faktor tersebut agar kepentingannya tercapai, hak-haknya terpenuhi dan untuk itu kekuasaannya
diperlihatkan, dimanfaatkan dan dipertahankan Budhi 2006 menandaskan bahwa perbedaan status sosial ekonomi yang
sangat tajam yang diasumsikan sebagai pemicu bagi berkembang suburnya konflik di tengah masyarakat, sementara negara tidak mempunyai cukup ruang
untuk dapat memberikan fasilitas yang memadai sehingga konflik itu mencapai taraf kejenuhan dengan munculnya problem perlawanan masyarakat atau
kerusuhan massa. Betapapun konflik sesungguhnya secara positif akan menciptakan dinamika dalam sebuah organisasi, akan tetapi manajemen
pengelolaan konflik adalah tidak harus diabaikan sehingga yang paling pokok adalah bagaimana memahami sumber dis-harmoni dan kesenjangan sosial,
ekonomi maupun politik itu. Serangan terhadap sumber konflik itulah yang seharusnya menjadi wilayah pengkajian maupun strategi kebijakan baik oleh
penyelenggara pembangunan maupun sumber kekuatan yang ada pada masyarakat.
Hardin 1968 dalam artikelnya berjudul “The tragedy of commans.” menjelaskan bahwa sumberdaya yang tergolong kepada public property resource
setiap orang akan bebas untuk melakukan kegiatan ekspoitasi. Gejala ini, yang diistilahkan sebagai open acces, akan melahirkan dorongan kepada setiap orang
untuk meningkatkan level ekploitasinya. Hal ini disebabkan dalam kondisi open acces
orang cenderung berfikir bahwa jika ia absen dari kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya itu, maka sumberdaya yang tidak dia ekploitasi ada
kemungkinan akan diekploitasi oleh orang lain. McGodwin 1990 mengembangkan ide Hardin telah menjelaskan bahwa
karena orang akan cenderung berlomba-lomba untuk mengeksploitasi sumberdaya yang semakin lama semakin berkurang itu, maka konflik antara orang-orang yang
terlibat dalam pengeksploitasian itu akan lahir dan semakin lama akan semakin meningkat intensitasnya karena orangnya bertambah sementara sumberdayanya
semakin berkurang. Oleh karena itu, usulan untuk menghindari anggapan bahwa laut merupakan public property resource.
Peluso dan Harwell 2001 menjelaskan bahwa ada hubungan antara identitas sosial suatu kelompok dengan teritori yang ditempatinya. Lebih lanjut Adhuri
2003 menjelakan bahwa ada keterkaitan antara identitas sebuah kelompok sosial dengan tempat dimana mereka hidup. Keterkaitan ini bisa diwujudkan dalam
bentuk konsep kepemilikan property right. Teori yang dikembangkan oleh Stewart 2002 menjelaskan bahwa jika
terdapat ketimpangan di masyarakat yang sudah melebihi ambang batas toleransi,
maka konflik akan segera terpicu, terutama antara mereka yang berada pada posisi rendah dengan mereka yang berada di level atas.
Menurut Gorre 1999 bahwa sumber konflik dapat dikategorikan dalam lima jenis sebagai berikut: 1 Masalah hubungan, konflik ini biasanya
merupakan awal dan merupakan tingkat konflik yang paling ringan. Dalam masalah hubungan ini biasanya terdapat perbedaan persepsi karena faktor
emosional yang kuat, asumsi terhadap perilaku pihak lain, kurang atau tidak ada komunikasi, ataupun adanya perilaku negatif yang berulang; 2 Konflik yang
disebabkan oleh data. Konflik ini umumnya terjadi karena tidak tersedianya dasar yang berlaku standar bagi pengumpulan data yang dilakukan oleh pengguna
yang berbeda. Masalah data juga timbul karena kurangnya informasi bagi pengguna untuk mengambil keputusan yang tepat. Selanjutnya Gunawan 2000
mengemukakan bahwa masalah yang mendasar dari konflik akibat data adalah adalah ketidak pahaman pengguna data akan persepsi yang dipakai dalam proses
pengumpulan, pengolahan, hingga penyajian data tersebut. Namun demikian, konflik yang terjadi mungkin saja merupakan akibat dari perbedaan kepentingan
dan prioritas pembangunan antara satu pihak dan pihak yang lain; 3 Konflik yang terjadi akibat perbedaan kepentingan. Konflik ini biasanya dilatar belakangi
oleh perbedaan kebutuhan antara beragam pengguna dari sumberdaya alam yang sama. Dalam hal ini, keputusan akhir harus didasari pada pilihan yang mewakili
kepentingan mayoritas pengguna. Bersamaan dengan itu, keputusan tersebut harus memberikan pilihan atau kompensasi pada pengguna yang kepentingannya
tidak dapat dipenuhi Manguiat 1999; 4 Konflik yang disebabkan oleh masalah struktural. Konflik ini terjadi disebabkan oleh perbedaan kepentingan tidak dapat
diselesaikan karena ketidak mampuan salah satu atau beberapa pihak karena adanya hal-hal yang sifatnya eksternal di luar kendali pihak-pihak tersebut.
Keterbatasan mandat atau yurisdiksi dari pihak yang memiliki kepentingan berbeda dalam mengambil keputusan ideal adalah contoh konflik struktural; 5
Konflik nilai, disebabkan oleh adanya perbedaan sistem nilai yang dianut oleh salah satu pengguna dengan nilai yang diterapkan oleh pengguna lain. Konflik
biasanya timbul bila salah satu pengguna memaksakan diterapkannya nilai-nilai yang digunakannya kepada pihak lain
2.4 Analisis Konflik 2.4.1 Penahapan konflik
Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekeraasan yang berbeda. Secara umum, analisis dasar tahapan
konflik terdiri dari lima tahap, meskipun terdapat variasi-variasi dalam situasi khusus dan mungkin berulang dalam siklus yang sama. Tahap-tahap ini menurut
Fisher et al. 2000 adalah: 1 Prakonflik : ini merupakan periode dimana terdapat sesuatu ketidaksesuaian
sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik terjadi dari pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih mungkin mengetahui
potensi terjadinya konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan atau keinginan untuk menghindari kontak antara
satu sama lain pada tahap ini. 2 Konfrontasi : pada tahap ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu
pihak yang merasa ada masalah, maka mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi ataupun perilaku konfrontatif lainnya. Kadang
pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainya terjadi diantara kedua pihak. Masing-masing pihak mungkin mengumpulkan sumberdaya dan
kekuatan dan mungkin mencari sekutu dengan harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan kekerasan. Hubungan diantara kedua pihak menjadi sagat
tegang, mengarah kepada polarisasi diantara kedua pendukung di masing- masing pihak.
3 Krisis : Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan atau kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang
ketika orang-orang dari kedua pihak terdapat korban harta maupun nyawa. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan terputus. Pernyataan
umum cenderung menuduh dan menentang pihak-pihak lain. 4 Akibat : Suatu krisis pasti akan menimbulkan akibat. Satu pihak mungkin
menaklukkan pihak lain atau melakukan gencatan senjata jika perang terjadi. Satu pihak mungkin menyerah atas desakan pihak lain. Kedua pihak mungkin
setuju bernegosiasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga lainnya yang lebih berkuasa mungkin