4.3.4 Sumber konflik
Berdasarkan hasil analisis bawang bombay dan segitiga SPK maka dapat dijelaskan sumber konflik yang disebabkan oleh perbedaan ”posisi-kepentingan-
kebutuhan” antara pihak yang berkonflik. Kemudian dijelaskan pula prinsip ”sikap-perilaku-konteks” antara nelayan yang dirugikan terhadap nelayan lain.
Dengan mengacu kepada pendekatan tersebut maka dapat dijelaskan pula sumber konflik Gorre 1999 dapat dikategorikan kepada konflik yang disebabkan
masalah hubungan, perbedaan kepentingan, masalah struktural dan konflik nilai Tabel 17
Tabel 17 Sumber konflik perikanan tangkap di perairan Kalimantan Selatan No
Kasus Konflik
Penyebab utama Sumber Konflik
1 Purse seine
1 Keberadaan nelayan pengguna purse seine mendapat izin dari
DKP Pusat, sementara nelayan lokal merasa dirugikan
Masalah struktural
2 Penggunaan purse seine bagi nelayan andon merupakan
pengembangan teknologi perikanan tangkap, namun
bagi nelayan Kal-Sel merupakan tindakan over
fishing
yang menurunkan stok ikan
Perbedaan nilai
3 Amarah nelayan local terhadap penggunaan purse seine pada
posisi 15 mil yang secara yuridis memang tidak melanggar jalur
penangkapan, ditambahlagi keberadaan UU No. 32 tahun
2004 tentang Otda, pemkab 4 mil, pem-prov 8 mil menguatkan
posisi nelayan andon, sehingga membangkitkan amarah nelayan
local untuk melakukan anarkis Masalah hubungan
2 Daerah
penangkapan 1 pengkavlingan laut karena adanya
anggapan terhadap pemilikan sumberdaya disekitar daerah
tempat tinggal property right, namun disisi lain merupakan
ketidakadilan bagi mereka yang memiliki wilayah tidak subur
Masalah hubungan
Tabel 17 lanjutan No
Kasus konflik
Penyebab utama Sumber Konflik
3 Pengambilan
teripang 1 Amarah terhadap
penggunaan kompresor dengan selang 50 m pada
mouth piece mengambil teripang pada wilayah berkarang
untuk memperoleh keuntungan besar, namun disisi lain
mengganggu aktivitas nelayan lain yang ingin mempertahankan
keberlanjutan sumberdaya pada wilayah berkarang
Perbedaan kepentingan
2 pemberian surat izin terhadap nelayan pemburu teripang
yang masuk di perairan Tala terlalu besar sangat merugikan
aktivitas nelayan lokal Masalah struktural
4 Lampara
dasar 1 Disatu sisi modifikasi lampara
dasar merupakan perkembangan teknologi
untuk meningkatkan produksi, namun jika penggunaannya di
lakukan di wilayah tangkap tradisonal maka dapat
mengakibatkan over fishing Perbedaan nilai
2 DKP Kal-Sel memberikan
rekomendasi menggunakan balok penuntun segitiga
danleno, kemudian nelayan memodifikasi lagi dengan papan
layang. Pengoperasiannya melanggar JJP bagi nelayan
tradisional merugikan nelayan tradisional
Masalah struktural
5 Bagan apung
1 Disatu sisi penggunaan bagan apung dapat meningkatkan
produksi namun disisi lain terdapat anggapan bahwa
orang lain tidak boleh mengadakan kegiatan
eksploitasi dengan level yang lebih tinggi pada daerah
tangkap yang sama dan untuk menangkap jenis ikan yang
sama Perbedaan nilai
Tabel 17 lanjutan No
Kasus konflik
Penyebab utama Sumber Konflik
6 Seser modern
1 Di satu sisi pengoperasian seser modern menggunakan kapal
dapat meningkatkan produksi dan efektifitas namun disisi lain
terdapat anggapan bahwa orang lain tidak boleh mengadakan
kegiatan eksploitasi dengan level yang lebih tinggi pada daerah
tangkap yang sama dan untuk menangkap jenis ikan yang
sama Perbedaan nilai
7 Gillnet
1 Pelanggaran Kep. Mentan 39299:Gillnet jalur Ia 3 mil
merupakan jalur terlarang bagi penggunaan gillnet sepanjang
1000 m Masalah struktural
8 Penggunaan
bom 1 Pelanggaran UU RI No 9 1985
tentang perikanan: Larangan penggunaan bom
dan tidak sesuai dengan norma- norma yang diberlakukan dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan illegal fishing
Masalah struktural
9 Cantrang
1 Amarah terhadap penggunaan cantrang yang digunakan oleh
nelayan andon, nelayan lokal tidak menggunakan cantrang
adalah untuk mempertahankan keberlanjutan sumberdaya
karena cantrang dianggap sejenis trawl dan belum
adanya izin yang membolehkan alat tangkap cantrang beroperasi
di wilayah perairan Kalsel Perbedaan
kepentingan
Sumber: Data primer diolah
4.4 Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Konflik 4.4.1 Resolusi konflik
Upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan nelayan di Kalimantan Selatan telah dilakukan sejak awal munculnya konflik, namun penyelesaian ini
belum dilakukan secara bersama-sama dan masih terpisah pada masing-masing desa yang terlibat dalam konflik. Secara umum upaya penyelesaian konflik
yang dilakukan mulai dari memberi peringatan sampai pada aksi perlawanan atau konfrontasi yang berujung pada tindakan kekerasan dan pembakaran dapat
dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34 Upaya penyelesaian konflik perikanan tangkap di perairan Kalimantan Selatan
Dalam penyelesaian konflik perikanan tangkap di Kalimantan Selatan upaya yang dilakukan, ditandai dengan dibuatnya kesepakatan-kesepakatan baik
tertulis maupun tidak tertulis yaitu beberapa kesepakatan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan tangkap. Hasil pengamatan di lokasi penelitian
Sikap AksiTindakan
Menghindari konflik
Pendekatan ke pemerintah dan aparat
hukum
Menunjukkan sikap perlawanankonfrontasi
Pengendalian diri Memberikan peringatan
dan negosiasi
pelaporan
Proses hukum
Melakukan penangkapan,
pembakaran dan penyanderaan
Pemberian sanksi, denda, penyitaan
Tidak ada
ada
terdapat beberapa upaya yang dilakukan, bahkan dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik resolusi konflik dalam suatu jenis konflik.
1 Kasus purse seine
Upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik purse seine terangkum dalam status penyelesaian konflik yang disajikan pada Tabel 18.
Langkah pertama yang dilakukan oleh masyarakat nelayan mini purse seine di Kotabaru yaitu dengan berinisiatif menemui wakil dari pihak lawan untuk
melakukan negosiasi secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Tabel 18 Status penyelesaian konflik pada kasus purse seine
No Status penyelesaian konflik
Teknik resolusi konflik
1 Surat pernyataan kesepakatan antara nelayan
Pekalongan vs nelayan Kotabaru tahun 2004 Negosiasi
2 Surat pernyataan kesepakatan antara nelayan Tegal
vs nelayan Kotabaru tahun 2005 Fasilitasi
3 Tindak lanjut kesepakatan yang diwakili seluruh
stakeholder dilakukan di Surabaya tahun 2005
Fasilitasi 4
Masih beroperasinya kapal purse seine sekitar 40 buah berada di selat makasar maka dilakukan tindak
lanjut kesepakatan penyelesaian konflik yang diwaliki seluruh stakeholder dilakukan di Makasar
tahun 2007 Fasilitasi
Konflik antara nelayan Kotabaru dan nelayan Pekalongan 1 April 2004 dapat diselesaikan dengan membuat surat pernyataan dari pemilik kapal purse
seine. Terdapat 4 empat point dalam surat pernyataan tersebut, yaitu: 1 Tidak akan melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Kabupaten Kotabaru
dengan menggunakan cahaya lampu 2 Sebisa mungkin bias cahaya lampu tidak terlihat dari perairan Kabupaten Kotabaru sejauh 12 mil dari pulau terluar 3
Tidak akan merapat ke pelabuhan Kabupaten Kotabaru untuk mengisi bahan bakar, air dan es serta tidak menjual ikan kecuali dalam keadaan darurat 4.
Apabila dikemudian hari ditemukan oleh nelayan melanggar surat pernyataan ini maka pihak nelayan Kabupaten Kotabaru dapat melakukan tindakan-tindakan
tanpa ada tuntutan dari pihak nelayan purse seine.
Dalam upaya ini masih mengalami kegagalan karena masih bersifat parsial, tidak tersosialisasikan terhadap pengguna lain. Melalui teknik
neogosiasi tersebut, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kesepakatan yang dibuat hanya mengandalkan moral. Pengguna purse seine semakin banyak
melakukan eksploitasi di sekitar perairan Kotabaru, sehingga terjadi tuduhan pelanggaran kesepakatan.
Penanganan konflik ditindaklanjuti dengan menghubungi pihak ketiga yaitu Dinas Perikanan daerah untuk memohon dilakukan intervensi berupa
fasilitasi. Penggunaan teknik fasilitasi ini merupakan bentuk perhatian pemerintah dan memiliki kekuatan hukum terhadap pelanggaran kesepakatan,
namun kesepakatan tersebut harus diwakili langsung oleh stakeholder yang berkepentingan. Pada tanggal 16 Juni 2005 bertempat di Departemen Kelautan
dan Perikanan berisi 14 poin kesepakatan yaitu: 1 Mewujudkan iklim usaha penangkapan ikan yang nyaman, kondusif dengan
keamanan yang terjamin. Upaya ini melibatkan seluruh stakeholders, termasuk Dinas Perikanan dan Kelautan di setiap daerah serta Departemen
Kelautan dan Perikanan. 2 Mencegah kerusakan sumberdaya ikan dari kegiatan penangkapan ikan yang
menggunakan bahan dan alat tangkap yang dilarang, pelanggaran jalur penangkapan ikan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku 3 Untuk sementara, sambil menunggu hasil kajian BPPI semarang tentang
pengaruh intensitas cahaya lampu purse seine, kapal purse seine dapat beroperasi dengan jarak sedikitnya 20 mil laut dari batas surut terendah dari
setiap pulau pada malam hari 4 Untuk sementara, kekuatan lampu intensitas cahaya kapal purse seine
maksimal 12.000 watt di atas kapal 5 Hasil penangkapan ikan kapal purse seine tidak dipasarkan di pasar lokal.
Dalam hal pemasaran agar dapat melakukan kerjasama dengan nelayan setempat
6 Merintis upaya kemitraan antara nelayan perikanan tangkap Provinsi Jawa Tengah dengan provinsi Kalimantan Selatan
7 Untuk melakukan peningkatan teknologi penangkapan ikan dalam upaya mengatasi kesenjangan teknologi dibawah koordinasi Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan 8 Dilakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kesepakatan yang telah
ditetapkan 9 Jika terjadi perselisihan perihal pelaksanaan kesepakatan diatas maka akan
dilakukan musyawarah yang melibatkan unsur-unsur yang terlibat yang difasilitasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Daerah
10 Segera melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada nelayan Jawa Tengah dan Kotabaru Kalimantan Selatan yang akan dimotori
oleh Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi masing-masing daerah 11 BPPI segera melakukan pengkajian terhadap efektifitas penggunaan lampu
pada kapal purse seine. Kajian ini melibatkan perwakilan HNSI, Dinas Perikanan dan Kelautan serta perwakilan nelayan Kotabaru dan Jawa
Tengah 12 Kesepakatan ini berlaku mulai ditandatangani sampai keluarnya keputusan
pemerintah pusat mengenai aturan penggunaan lampu 13 Bagi pihak-pihak yang melanggar kesepakatan ini, akan dikenai sangsi
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku 14 dengan ditandatanganinya kesepakatan ini, maka kesepakatan sebelumnya
dinyatakan tidak berlaku Namun bedasarkan hasil kesepakatan tersebut masih belum bisa
menyelesaikan konflik, masih terdapat ketidakpuasan terhadap kesepakatan tersebut dan purse seine masih beroperasi di selat makasar wilayah perairan
Kotabaru. Nelayan Kotabaru melakukan protes ke DPRD dan Bupati Kotabaru. Kemudian membentuk AMNES Aliansi Masyarakat Nelayan Saijaan. Konflik
semakin berkembang setelah adanya pengakuan nelayan purse seine yang tidak melanggar UU Jalur-jalur penangkapan dan dimiliki surat izin penangkapan ikan
dari pusat, menyebabkan amarah nelayan lokal. Penyelesaian konflik mendapat tanggapan serius dari pemerintah dengan melakukan tindak lanjut terhadap
kesepakatan yang telah dilakukan sebelumnya. Pada tanggal 24 –25 Januari
2006 di Surabaya dilakukan pertemuan dipimpin oleh DKP Provinsi, diperoleh suatu rumusan evaluasi resolusi konflik purse seine yaitu:
1 Evaluasi perkembangan konflik purse seine 1
Sebagian nelayan Kotabaru belum dapat menerima sebagian hasil kesepakatan yang dicapai di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2005 dan
sebagian nelayan Balikpapan belum dapat menerima sebagian hasil rumusan yang dicapai di Semarang pada tanggal 17 Januari 2006
2 Proses koordinasi antara Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi telah
berlangsung termasuk nelayan yang terlibat konflik. 3
DKP telah melakukan koordinasi dengan TNI AL dan POLRI untuk mencegah berkembangnya konflik dengan mengerahkan kapal ke
kawasan konflik 4
Proses sosialisasi rumusan hasil pertemuan masih belum dilakukan secara optimal oleh semua pihak.
5 Untuk menghindari terjadinya konflik lebih lanjut, Kadiskamlut
Provinsi Jateng telah membuat surat edaran agar nelayan Jateng untuk sementara tidak menangkap ikan di Selat Makasar.
6 Pemerintah provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah kota
Balikpapan bekerjasama dengan Muspida, unsur nelayan serta LANAL Balikpapan dan POLDA Kal-Tim telah melakukan pertemuan dengan
masyarakat nelayan dalam rangka mencegah tindakan anarkis lebih lanjut.
7 Pemerintah Kabupaten Kotabaru telah melakukan koordinasi dengan
Muspida dan masyarakat nelayan untuk meredam dan mencegah berkembangnya konflik
8 Masih terjadinya pembakaran kapal nelayan Jawa Tengah di
Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. 9
Proses hukum sedang berjalan dan pihak kepolisian akan mengundang saksi ahli. Hal yang sama agar dilakukan untuk penyelesaian kasus
pembakaran kapal di pulau Kerayaan Kab. Kotabaru Kalimantan Selatan
2 Rencana tindak lanjut jangka pendek s.d. pertengahan Pebruari 2006 1 Kapal Pengawas DKP supaya tetap dipertahankan di wilayah selat
Makasar untuk mencegah berkembangnya konflik 2 Masing-masing Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi bersama Dinas
Kelautan Perikanan KabupatenKota setempat melakukan sosialisasi hasil kesepakatan dan rumusan hasil pertemuan dengan melibatkan
antara lain tokoh masyarakat, tokoh agama, DKP, DPRD, organisasi nelayan HNSI, dan penegak hukum TNI AL dan POLRI
3 Nelayan Jateng untuk sementara tidak menangkap di selat makasar. 4 Pemerintah pusat, provinsi, kabupatenkota dan DPP HNSI agar segera
memberikan perhatian dan bantuan kepada korban konflik nelayan 5 Dilakukan pertemuan tentang penanganan konflik nelayan antar daerah
dengan melibatkan unsur pemilik, punggawa, penegak hukum, tokoh masyarakat nelayan, tokoh agama dan HNSI setempat untuk proses
asimilasinaturalisasi pada tanggal 14 –15 Pebruari 2006 dan tempat akan
ditentukan kemudian. 3 Rencana tindak lanjut jangka menengah dan panjang
1 Seluruh pihak menindaklanjuti hasil kesepakatan dan rumusan hasil pertemuan sebelumnya
2 Perlu dibentuk kelompok kerja POKJA Penanganan Konflik nelayan di setiap daerah dan tingkat Pusat, Provinsi sampai dengan KabupatenKota
3 Perlu konsistensi dalam penegakkan dan tindakan hukum secara tegas 4 oleh penegak hukum. Perlu dilakukan identifikasi dan kajian status
sumberdaya ikan, musim penangkapan, jumlah armada penangkapan, jenis alat tangkap, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dan produksi di
wilayah perairan Selat Makasar oleh Departemen Kelautan dan Perikanan
5 Dalam rangka mendukung terlaksananya pengendalian konflik nelayan antar daerah secara cepat dan tepat DKP perlu menyusun Pedoman
Umum Penanganan Konflik Nelayan antar Daerah
6 DKP diharapkan membuat program modifikasi kapal Purse Seine Pelagis Kecil menjadi kapal Purse Seine Pelagis Besar dan pola pembiayaannya
berupa fasilitas pinjaman. 7 Peningkatan teknologi penangkapan untuk nelayan di daerah potensi
konflik untuk mengatasi kesenjangan nelayan 8 DKP segera menetapkan aturan penggunaan lampu untuk kapal Purse
Seine dan alat tangkap lainnya yang menggunakan lampu sebagai alat Bantu penangkapan
Hasil kesepakatan Surabaya dianggap tidak mewaliki nelayan Kotabaru, karena wakil HNSI yang telah ditunjuk untuk mewakili nelayan Kotabaru adalah
bukan dari golongan nelayan, tetapi dari pengusaha, sehingga aspirasinya tidak mewakili nelayan sesungguhnya. Dan akhirnya nelayan tetap ngotot untuk tidak
mau mengikuti surat kesepakatan yang dibuat. Adanya kapal purse seine sebanyak 40 unit masih berada di selat makasarsekitar perairan Kotabaru
membakar amarah nelayan dan melakukan pembakaran kapal purse seine pada tahun 2006.
Kawatir konflik akan meluas, maka dilakukan tindak lanjut kesepakatan penyelesaian konflik yang diwaliki seluruh stakeholder dilakukan di Makasar
tahun 2007. Pemerintah mengundang nelayan bertemu di Makasar. Pemerintah mengantisipasi konflik, dan merencanakan berbagai upaya: 1 dengan menyetop
pengeluaran izin baru untuk kapal jenis purse seine 2 mengalihkan sebagian jenis kapal-kapal itu ke wilayah perairan yang lain.
2 Kasus daerah penangkapan
Upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang terangkum dalam status penyelesaian konflik daerah penangkapan disajikan pada Tabel 19.
Konflik pada kasus daerah penangkapan sebagian besar dilakukan secara kekeluargaan dan tidak pernah dilakukan secara tertulis karena diselesaikan
hanya oleh dua pihak antara individu yang berkonflik. Kesepakatan lokal yang dibuat antara lain adalah: apabila nelayan luar masuk ke wilayah mereka akan
diusir, perahu ditenggelamkan dan dirampas. Penyelesaian dapat juga dilakukan dengan cara ganti rugi dengan penyitaan alat tangkap dan perahu.
Tabel 19 Status penyelesaian konflik pada kasus daerah penangkapan
No Status penyelesaian konflik
Teknik resolusi konflik
1 Nelayan
Sungai Dungun
melakukan penangkapan
ikan di
wilayah nelayan
Dirgahayu. Konflik
diselesaikan secara
kekeluargaan tahun 2002 Negosiasi
2 Nelayan Dirgahayu melakukan penangkapan
ikan di wilayah Sungai Dungun. Diselesaikan dengan cara penyitaan alat tangkap dan perahu
tahun 2003 Negosiasi
3 Dilakukan pembatasan jalur penangkapan
memberikan patok dari halayung tiang bakang sebagai batas zone pengangkapan
ikan, yang difasilitasi oleh DKP Kotabaru. Namun karena hanya bisa bertahan setahun,
batas tersebut hancur diterpa ombak. Negosiasi
4 Pengurus INSAN Ikatan Nelayan Saijaan
mengadukan ke DPRD Kotabaru dengan mengajukan masalah i pembagian wilayan
tangkap ii larangan melaut di pulau kapak tahun 2005 Akhirnya berhenti dengan
sendirinya Avoidance
Kesepakatan terhadap pengaturan jalur penangkapan, diatur oleh nelayan dengan pemasangan patok batas, namun digeser secara illegal oleh sebagian
nelayan sehingga batas yang ada sudah tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Pendapat lain menyatakan bahwa pembatasan jalur penangkapan memberikan
patok dari halayung tiang bakang hanya bisa bertahan setahun, batas tersebut hancur diterpa ombak.
Pengkaplingan wilayah laut yang selama ini dilakukan dianggap oleh sebagian nelayan tidak sesuai dengan sifat open acces. Pengurus INSAN Ikatan
Nelayan Saijaan mengadukan ke DPRD Kotabaru dengan mengajukan masalah 1 pembagian wilayan tangkap 2 larangan melaut di pulau kapak tahun 2005.
Sejak itu konflik berakhir dengan sendirinya sejalan dengan berakhirnya musim utara.