• Bebas dari bahan cemaran, sehingga lokasi budidaya harus jauh dari kawasan industri maupun pemukiman yang padat.
• Mudah dicapai dari darat dan dari tempat pemasok sarana produksi budidaya
Secara regular kegiatan restocking benih ikan dimasukkan ke dalam kawasan sea ranching Nurhakim, 2001. Pemanenan dilakukan oleh nelayan
dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan bubu, pancing dan sebagainya. Untuk harmonisasi antara hatchery yang melakukan kegiatan
restocking dan nelayan yang melakukan kegiatan pemanenan penangkapan maka dibutuhkan kelembagaan yang memadai.
Pola sea ranching telah banyak yang dapat diterapkan berdasarkan
ekologi dan potensi alam suatu wilayah, baik yang targetnya satu spesies maupun yang diversifikasi spesies. Dalam pola sea ranching kompleks dapat
diterapkan secara terpadu seperti pertanian. Hewan-hewan dasar dapat berkembang artifcial dasar yang diikuti dengan restocking hewan yang
habitatnya di dasar, sedangkan hewan yang bergerak di bagian permukaanmelayang dapat ditetapkan tipe mengapung. Untuk suplai benih ikan,
udang dan kerang-kerangan yang akan dilepaskan ke alam harus didukung atau tersedianya pusat pembenihan Azwar dan Ismail, 2001.
2.2 Program Stock Enhancement dan Sea Ranching
Di Jepang, keberhasilan yang signifikan dalam salmon ranching telah mendorong pemerintah untuk lebih mengembangkan metode sea ranching
untuk memperbaiki produksi perikanan yang menurun dengan berbagai hewan akuatik lainnya. Penerapan ini juga sudah berkembang di Cina, Korea dan
Filipina, Jepang, dan USA dengan penerapan metoda ini diperoleh hasil yang sangat signifikan. Disamping masyarakat memperoleh manfaat secara ekonomi,
keseimbangan lingkungan pesisir juga terjaga sehingga nanti diharapkan terciptanya pengelolaan yang berkelanjutan, didukung adanya perbaikan habitat
Moksness, 1999. Perbaikan habitat dapat dilakukan dengan menciptakan habitat baru bagi
berbagai jenis ikan melalui penumbuhan artificial reef. Artificial reef merupakan suatu teknologi penting dalam memperbaiki ekologi perairan untuk menciptakan
habitat tiruan yang nantinya merupakan daerah fishing ground, spawning ground,
tempat bertumbuh hewan-hewan laut pada stadia larva maupun dewasa. Penelitian di Filipina oleh Waltemath dan Schirm 1995, mencatat bahwa pada
daerah natural coral reef ikan yang ditangkap sekitar 0,02 kgm
2
, sedangkan hasil monitor pada artificial reef saat ini dengan 9 kali monitor pertahun dari 25
area artificial reef dicatat produksi dicapai 3,0 kgm
2
. Ini bahkan menunjukkan bahwa hasil ikan yang dicapai pada artificial reef kurang lebih dari 150 kali lebih
tinggi dari hasil coral reef alami. Hasil penelitian oleh Chang 1985 di Taiwan mencatat bahwa 64 dari species ikan dari ikan yang ada dan 90 dari
biomassa merupakan ikan-ikan ekonomis penting. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pemasangan artificial reef yang menyebabkan terciptanya makanan
untuk stadia larva maupun dewasa sebagai tempat berlindung. Beberapa spesies telah berhasil di lepaskan ke perairan umun. Tabel 1
memperlihatkan beberapa jenis spesies yang berhasil dikembangkan dalam program stock enhancement dan sea ranching
Tabel 1 Jenis spesies yang berhasil dikembangkan dalam Sea Ranching dan Stock Enhancement
Nama Spesies Nama Umun
Ukuran Lepas cm
Lokasi Sumber
Atractoscion nobilis
White seabass
- California, USA
Blankership Leber 1995
Gadus morhua Atlantic cod
- Norwegia
Svacand Meeren 1995
Lates calcarifer Barramundi 2,5
Australia Russell Rimmer 1997
Mugil cephalus Striped mullet 7,0
Hawaii USA Leber 1995 Oncorhynchus
keta Chum salmon
5,0 Jepang
Kitada 1999 Pagrus major
Red sea bream
8,0 Jepang Kitada
1999 Paralichtys
olivaceus Japanese
flounder 7 - 10
Jepang Kitada 1999
Penaeus chinensis
Fleshy prawn 1,0
Cina Deng 1997
Penaeus japonicus
Kuruma prawn
1,5 Jepang Kitada
1999 Penaeus
monodon Grass prawn
12-15 Taiwan
Su et al., 1990
Sciaenops ocellatus
Red drum -
Texas, USA Liao at al.,1997
Liao, 1997 dalam Moksness, 1999.
2.3 Ekosistem Terumbu karang dan Komunitas Ikan Karang 2.3.1 Ekosistem terumbu karang