Sebuah sistem pengembangan terhadap usaha budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching terdapat keterkaitan antara lingkungan biofisik
perairan, terumbu karang, dan ikan karang melalui suatu siklus keseimbangan. Jika salah satu mengalami gangguan, maka akan mempengaruhi ketiganya.
Siklus keterkaitan lingkungan biofisik perairan mempengaruhi keberadaan terumbu karang, sedangkan terumbu karang membentuk sebuah ekosistem yang
mempengaruhi keberadaan ikan-ikan karang. Hodijah dan Bengen 1999 mengemukakan bahwa semakin beragam bentuk pertumbuhan karang maka
kekayaan jenis dan kelimpahan terhadap spesies ikan karang akan semakin tinggi. Secara sederhana dapat disimpulkan jika kondisi terumbu karang dalam
keadaan baik maka dengan sendirinya keberadaan ikan-ikan karang akan baik pula. Hal tersebut menyangkut fungsi terumbu karang sebagai tempat berlindung
sekaligus sumber makanan bagi ikan karang yang berasosiasi di dalamnya. Melihat kondisi terumbu karang di Kawasan TWAL Gili Indah yang sangat
buruk maka dalam upaya peningkatan produktivitas perikanan karang dengan sistem sea ranching di kawasan ini diperlukan perbaikan habitat atau
menciptakan habitat tiruan dengan artficial reef yang dapat memberikan peluang untuk berkembangnya organisme yang akhirnya dapat memberikan peluang
untuk berkembangnya organisme yang akhirnya menciptakan lingkungan yang disukai oleh ikan, udang, kerang-kerangan, sebagai tempat memijah spawning
ground maupun tumbuh dan berlindung sehingga kelimpahan dalam perairan tersebut dapat meningkat. Terkait dengan pembuatan artificial reef maka
diperlukan pemahaman yang baik tentang pengetahuan ekologi terumbu karang dan hubungannya dengan AR tersebut.
5.3 Pemilihan Komoditas Ikan Karang
Dalam proses hirarki pemilihan komoditi jenis ikan dalam sistem budidaya ikan karang dengan sea ranching dijadikan level pertama yang merupakan tujuan
goal dalam AHP. Penentuaan kriteria didasarkan pada hasil pengamatan lapangan dan berdasarkan referensi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan sea ranching di kawasan Gili Indah, yakni terdiri dari: 1 kesesuaian lingkunganlahan, 2 Ketersediaan lahan, 3 teknologi sea ranching
4 Kondisi pasar. Penentuan alternatif jenis ikan diletakkan pada level paling bawah pada proses hirarki jenis ikan yaitu : 1 kerapu, 2 kakap, 3 Lobster, 4
teripang.
Analisis terhadap empat kriteria untuk pemilihan jenis ikan untuk sea ranching, menunjukkan bahwa ketersediaan benih mempunyai nilai prioritas
tertinggi dengan bobot 0,30541. Selanjutnya berturut-turut, kondisi pasar 0,28596, kesesuaian lingkungan dengan bobot 0,27847 dan yang terendah
adalah teknologi budidaya dengan bobot 0,13016. Bobot setiap kriteria selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Hasil perbandingan antar kriteria pemilihan komoditas ikan karang dengan sistem sea ranching
No Kriteria bobot
1. Ketersediaan benih
0,30541 2. Kondisi
pasar 0,28596
3. Kesesuaian lahanlingkungan
0,27847 4. Teknologi
budidaya sea ranching 0,13016
Tinggginya bobot untuk kriteria ketersediaan benih 0,30541 disebabkan ketersediaan benih merupakan faktor yang sangat menentukan kontinuitas usaha
budidaya dengan sistem sea ranching. Sistem budidaya ini selain dilakukan perbaikan habitat biasanya diikuti oleh kegiatan restocking ikan dalam rangka
meningkatkan produktivitas perikanan. Ketersedian benih menjadi faktor pembatas bagi usaha restocking benih ikan karang. Dalam pengadaan benih
untuk restocking, terdapat Loka Budidaya Sekotong, NTB yang sudah berhasil memproduksi benih seperti kerapu dan saat ini untuk lobster masih diperoleh
dari penangkapan dari alam. Loka Budidaya ini dapat dicapai melalui angkutan darat maupun laut
dengan waktu perjalanan kira-kira 2 jam, sehingga dengan jarak tempuh yang tidak jauh, kerentanan benih ikan terhadap resiko kematian lebih kecil.
Pelaksanaan kegiatan restoking agar mencapai sasaran perlu direncanakan dan dikoordinasikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan PropinsiKabupatenKota,
mulai dari tingkat persiapan, pelaksanaan penebaran, pembinaan, pengendalian, pengelolaan, pembinaan, pemantauan dan pengawasan.
Kondisi pasar dengan bobot 0,28596 merupakan kriteria yang menjadi prioritas kedua dalam kriteria pemilihan jenis ikan yang akan di restocking. Harga
jual yang tinggi merupakan faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan komoditas jenis ikan untuk sea ranching karena harga jual untuk setiap jenis
ikan karang sangat bervariasi Akan tetapi dari segi pangsa pasar, semua jenis
ikan karang sangat ekonomis mempunyai prospek pasar yang tinggi, khususnya untuk kebutuhan pariwisata setiap tahunnya akan terus meningkat.
Prioritas berikut yang mempengaruhi pemilihan komoditi budidaya dengan sistem sea ranching adalah kesesuaian lahanlingkungan 0,27847. Kesuaian
lingkungan menjadi prioritas ketiga dalam kriteria pemilihan jenis ikan karang karena tidak semua jenis ikan karang dapat dibudidayakan pada semua kondisi
lingkungan perairan. Dari faktor kesesuaian perairan bahwa seluruh peubah kualitas air yang diukur masih dalam toleransi yang layak untuk kelangsungan
hidup pertumbuhan biota kultur saat dilakukan pengamatan. Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata untuk kriteria pertumbuhan ikan karang maka bobot
prioritas kriteria kesesuaian lingkungan perairan lebih rendah dibandingkan dengan ketersediaan benih serta kondisi pasar
Tekonologi budidaya
sea ranching 0,13016 merupakan bobot prioritas yang paling rendah, karena penerapan teknologi sea ranching secara umum
relatif hampir sama untuk setiap jenis ikan. Perbedaan pengelolaan hanya terletak pada perbedaan karakteristik hidup dari setiap jenis ikan dan dapat
dilakukan penyesuaian dengan memodifikasi secara teknis melalui perbaikan habitat melalui sistem transplantasi karang ataupun pembuatan rumpon dan lain-
lain. Hal ini dilakukan, mengingat bahwa kondisi terumbu karang di kawasan ini dalam kondisi buruk sampai sedang.
Analisis Perbandingan antar Alternatif terhadap Kriteria
Analisis alternatif jenis ikan diperoleh melalui perbandingan alternatif terhadap kriteria. Perbandingan ini dilakukan untuk melihat perbandingan relatif
antar alternatif setiap kriteria yang ditetapkan. Hasil analisis perbandingan antar alternatif terhadap setiap kriteria dalam proses hirerki adalah sebagi berikut:
1. Kesesuaian Lingkungan Perairan
Analisis empat alternatif jenis ikan terhadap kriteria kesesuaian lingkungan menujukkan bahwa kerapu mempunyai bobot yang tertinggi yaitu 0,27738.
Selanjutnya berturut-turut, bobot prioritas jenis ikan terhadap kriteria kesesuaian lahan adalah lobster 0,27006, teripang 0,23357 dan kakap 0,21899. Bobot
msing-masing alternatif terhadap kriteria ketersediaan benih untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Bobot prioritas alternatif jenis ikan karang terhadap kriteria kesesuaian lingkungan perairan
No Jenis Ikan
bobot 1. Kerapu
0,27738 2. Lobster
0,27006 3. Teripang
0,23357 4. Kakap
0,21899 Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jenis ikan di kawasan TWAL Gili
Indah ditemukan beberapa jenis ikan kerapu yang didukung melalui wawancara terhadap nelayan sekitar Gili Indah namun jumlah sangat sedikit. Hal ini menjadi
indikasi kesesuaian lingkungan secara biologis, dan terumbu karang sebagai habitat. Setiap organisme dalam komunitas mempunyai toleransi yang berbeda-
beda pada setiap faktor pembatas yang bekerja di lingkungannya dan mempengaruhi kehidupan serta perkembangannya. Apabila suatu daerah
memiliki suhu melampaui batas toleransi suatu spesies, maka pada daerah tersebut kemungkinan tidak akan ditemukan spesies tertentu. Dari hasil survei
terhadap kondisi biofisik kawasan terumbu karang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang mencolok dalam kualitas air dan hampir homogen pada tiap
stasiun pengamatan. Faktor kualitas air masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan dan perkembangan biota karang. Penyebaran ikan karang terdapat
pada daerah batu karang yang mati maupun yang hidup, pada pasir berbatu karang halus, pada sisa kapal atau tempat-tempat berbatu karang, kurang
menyukai tempat yang terbuka.
2. ketersediaan Benih
Analisis empat alternatif jenis ikan terhadap kriteria ketersediaan benih menujukkan bahwa kerapu mempunyai bobot yang tertinggi yaitu 0,31682.
selanjutnya berturut-turut, bobot prioritas jenis ikan terhadap kriteria ketersediaan benih adalah teripang 0,27724, kakap 0,1783 dan lobster 0,18811. Bobot
masing-masing alternatif terhadap kriteria ketersediaan benih untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Bobot prioritas alternatif jenis ikan karang terhadap kriteria ketersediaan benih
No Jenis Ikan
bobot 1. Kerapu
0,31682 2. Teripang
0,27724 3. Lobster
0,21783 4. kakap
0,18811
Faktor yang mempengaruhi tingginya bobot prioritas kerapu 0,31682 karena karena tersedianya benih yang berasal dari hatchery yang dapat
diperoleh dari pusat pembenihan Loka budidaya Sekotong. Benih kerapu sudah berhasil dikembangkan dalam jumlah yang banyak khususnya untuk kerapu
bebek dan kerapu macan, sehingga untuk pengadaan benih tidah harus mendatangkan dari luar lombok. Rendahnya bobot teripang, lobster ikan kakap
dipengaruhi oleh rendahnya tangkap benih dari alam oleh nelayan terhadap jenis ikan tersebut. Faktor keterbatasan penguasaan teknologi dalam memproduksi
benih di hatchery menyebabkan sulitnya benih diperoleh dalam jumlah yang banyak di lokasi penelitian.
3. Kondisi Pasar
Analisis empat alternatif jenis ikan terhadap kriteria kondisi pasar menujukkan bahwa kerapu mempunyai bobot yang tertinggi yaitu 0,27958.
Selanjutnya berturut-turut, bobot prioritas jenis ikan terhadap kondisi pasar adalah lobster 0,27598, kakap 0,23655 dan teripang 0,20789. Bobot masing-
masing alternatif terhadap kriteria kondisi pasar untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Bobot prioritas alternatif jenis ikan karang terhadap kriteria kondisi pasar
No Jenis Ikan
bobot 1. Kerapu
0,27958 2. Lobster
0,27598 3. Kakap
0,23655 4. Teripang
0,20789 Kondisi harga pasar ikan karang ekonomis dalam bentuk hidup bervariasi,
Ikan kerapu merupakan ikan air laut yang belakangan ini dihargai cukup tinggi khususnya untuk konsumsi restoran-restoran besar di dalam maupun di luar
negeri. Ikan kerapu biasa diekspor dalam keadaan hidup ke beberapa negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Amerika Serikat.
Harga ikan kerapu di tingkat nelayan saat ini seperti kerapu jenis Macan saat ini berkisar Rp 60.000-100.000 per kg hidup, kerapu bebek Rp 200.000-300.000
sedangkan kerapu Sunu Rp 150.000-200.000, bahkan untuk spesies tertentu yang lebih langka bisa dihargai jauh lebih mahal.
Tingkat harga yang menarik dan kecocokan lingkungan budi daya ikan kerapu di banyak perairan pantai di wilayah Indonesia banyak menarik minat
Pemerintah Daerah untuk bermitra dengan Perguruan Tinggi dan Pengusaha melakukan eksplorasi atas peluang investasi tersebut.
Harga udang cukup mahal, yaitu per kilogramnya mencapai Rp 50.000kg. Karena penangkapannya
sangat mudah, populasi lobster dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan yang sangat drastis. Untuk ikan kakap dapat dijual dengan harga Rp
40.000kg.Teripang merupakan salah satu komoditas ekspor dari hasil laut yang perlu segera dikembangkan cara budidayanya. Hal ini diperlukan mengingat nilai
ekonomisnya yang cukup tinggi di pasaran luar negeri seperti Hongkong, namun sampai saat ini sebagian besar produknya masih merupakan hasil tangkapan
dari laut, sehingga produktivitasnya masih sangat tergantung dari alam. Pada mulanya hanya teripang-teripang yang harganya mahal saja yang diambil oleh
masyarakat, tetapi saat ini sudah hampir seluruh jenis yang dapat dimanfaatkan diambil. Dengan demikian, keberadaan teripang sudah semakin langka dan
susah didapatkan. Saat ini harga teripang. berharga Rp 40.000 per kilogram.
4. Teknologi sea ranching
Analisis empat alternatif jenis ikan terhadap kriteria teknologi sea ranching menujukkan bahwa kerapu mempunyai bobot yang tertinggi yaitu
0,26166. selanjutnya berturut-turut, bobot prioritas jenis ikan terhadap kriteria teknologi sea ranching adalah teripang 0,25090, lobster 0,24374 dan kakap
0,24373. bobot msing-masing alternatif terhadap kriteria teknologi sea ranching untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Bobot prioritas alternatif jenis ikan karang terhadap kriteria teknologi sea ranching
No Jenis Ikan
bobot 1. Kerapu
0,26166 2. Teripang
0,25090 3. Lobster
0,24374 4. Kakap
0,24373
Banyaknya informasi yang dilaporkan tentang hasil-hasil budidaya laut dengan sistem ranching, menjadikan tinginya bobot prioritas alternatif kerapu
dengan alternatif jenis ikan lainnya yaitu teripang, lobster dan kakap. Beberapa negara telah berhasil mengembangkan kerapu sebagai komoditas yang
dikembangkan untuk kegiatan sea ranching, seperti Cina, Jepang, dan negara- negara eropa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi sea ranching telah
mengalami peningkatan yang signifikan seperti produksi benih seed production, teknik pelepasan releasing, penangkapan kembali recapturing. Di
Lombok telah berhasil dalam pembenihan kerapu dalam jumlah yang relatif tinggi. Secara teknis sistem ini relatif tidak membutuhkan teknologi yang tinggi
dalam desain kontruksi, karena pemeliharaan ikan tersebut dilakukan secara alami, yaitu dengan menggunakan terumbu karang sebagai habitat alami.
Analisis Perbandingan Menyeluruh
Analisis perbandingan secara menyeluruh antar alternatif terhadap seluruh kriteria untuk memperoleh bobot prioritas jenis ikan yang paling sebagai
komoditas untuk restocking. Hubungan antar alternatif jenis ikan dengan seluruh kriteria komoditi ikan karang dengan sistem sea ranching seperti terlihat dalam
Gambar 13.
Gambar 13 Hubungan antar kriteria dan jenis ikan komoditas sea ranching. Hasil analisis perbandingan antar alternatif terhadap seluruh kriteria
menunujukkan perbandingan relatif antara jenis ikan yang paling sesuai terhadap seluruh kriteria untuk dijadikan komoditas restocking dalam sea ranching dapat
dilihat pada Tabel 20.
Pemilihan komoditi sea ranchingrestocking
Kesesusaian lingkungan Ketersediaan benih
Kondisi pasar Teknologi sea
ranchingrestocking Kerapu
Kakap Lobster
Teripang
Tabel 20 Hasil analisis perbandingan relatif jenis ikan komoditas budidaya dengan sistem sea ranching
Kesesuaian lingkungan :
0,27847 Ketersedian
benih : 0,30541
Kondisi pasar :
0,28596 Teknologi sea
ranching: 0,13016
bobot Kerapu 0,27738 0,31682 0,27958 0,26166
0,41540 Kakap 0,21899 0,18811 0,23655 0,24373
0,11680 Lobster 0,27006 0,21783 0,27598 0,24374
0,19651 Teripang 0,23357
0,27724 0,20789 0,25090
0,27134 Hasil analisis pada Tabel 20 menunjukkan bahwa jenis ikan untuk
komoditas jenis ikan untuk kegaitan sea ranching mempunyai total bobot prioritas paling tinggi kerapu 41,54 0,41540, selanjutnya berturut-turut teripang
27,13 0,27134, lobster 19,65 0,19651 dan kakap 11,8 0,11680. Maka dari hasil perbandingan menyeluruh diperoleh grafik prioritas ikan yang di tebar
sebagai rekomendasi untuk restocking di masa mendatang, seperti disajikan dalam Gambar 14.
41,54 27,13
19,65 11,68
kerapu teripang
lobster kakap
Gambar 14 Hasil analisis pemilihan komoditas budidaya ikan karang dengan sea ranching di kawasan perairan TWAL Gili Indah.
Terpilihnya kerapu sebagai komoditas budidaya dengan menggunakan sistem sea ranching, disebabkan kerapu mempunyai nilai prioritas cukup tinggi pada
hampir semua kriteria. Hal ini tidak lepas dari keterkaitan antar setiap faktor dimana seluruh kriteria saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
Faktor yang mempengaruhi terpilihnya kerapu sebagai komoditas budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching di kawasan perairan TWAL Gili Indah
adalah sebagai berikut : 1. Benih kerapu seperti jenis kerapu macan dan kerapu bebek yang berasal
dari pembenihan hatchery relatif tidak jauh dari kawasan Gili Indah yaitu
di Loka Budidaya Sekotong sehingga kebutuhan benih untuk kegiatan restocking dapat dipenuhi.
2. Memiliki nilai jual tinggi, dengan adanya permintaan ikan untuk kebutuhan pariwisata.
3. Kondisi lingkungan perairan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan kerapu.
4. Teknologi sistem sea ranching relatif ’mudah’ dilaksanakan oleh masyarakat di pesisir Gili Indah.
Keberhasilan Balai Budidaya Laut dalam melaksanakan pemijahan ikan kerapu merupakan langkah awal dalam mata rantai sistem budidaya, yang
antara lain meliputi pemeliharaan larva, pendederan dan selanjutnya sampai ukuran konsumsi. Teknik pemeliharaan larva ini salah satu sistim rantai budidaya
yang penting bagi kelanjutan keberhasilan benih untuk direstocking. Keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh teknik pemeliharaan larva, pola
penyediaan pakan alami yang tepat untuk ukuran, jumlah dan waktu.
5.4 Strategi Pengembangan Budidaya Ikan Karang dengan Sistem Sea Ranching Dalam Mendukung Wisata Bahari
Dari hasil pengamatan dan penelitian dilapangan serta masukan dari berbagai sumber maka dapat didiskripsikan beberapa kekuatan, kelemahan,
peluang serta ancaman yang dimiliki oleh Kawasan TWAL Gili Indah, selanjutnya dilakukan penentuan prioritas faktor Internal dan Eksternal berdasarkan tingkat
kepentingan, yang disajikan dalam Tabel 21. Tabel 21 Matriks IFAS Internal Factor Analysis Summary
KEKUATAN : bobot
rating skore
Kualitas perairan yang masih layak feasible untuk kehidupan biota laut
0,10 2 0,20
Indahnya panorama alam dengan nilai estetik sebagai potensi wisata pantai dan perairan
0,09 2 0,18
Adanya kearifan lokal Awig-awig yang masih dipatuhi oleh masayarakat Gili Indah
0,11 3 0,33
Masyarakatnya Gili Indah hampir tidak lagi melakukan kegiatan penangkapan yg merusak
0,07 2 0,14
Masyarakat setempat terbuka terhadap teknologi baru dukungan Masyarakat
0,09 3 0,70
Sektor pariwisata menjadi menjadi sektor utama bagi perekonomian masyarakat Gili Indah
0,07 3 0,21
Status sebagai kawasan TWAL, yang merupakan kawasan konservasi
0,13 3 0,39
KELEMAHAN
Kerusakan terumbu karang 0,10
2 0,20
Rendahnya penguasaan teknologi budidaya oleh masyarakat
0,09 2 0,18
Kurangnya ketersediaan sarana produksi dan infrastruktur fisik penunjang budidaya
0,07 1 0,07
Keterampilan terbatas 0,08
2 0,16
Jumlah 1,00
2,33
Tabel 22 Matriks EFAS External Factor Analysis Summary
PELUANG : bobot
rating skore
Peningkatan permintaan hasil perikanan oleh pariwisata
0,13 3 0,39 Semakin meningkatnya teknologi budidaya dalam
upaya penyediaan benih 0,09 2 0.18
Diversifikasi usaha 0,08
3 0,24
Akses informasi dan jarak ke lokasi relatif mudah dijangkau
0,11 2 0.22 Tingginya minat wisatawan terhadap keindahan
terumbu karang 0,07 3 0,21
Adanya kesempatan berusaha 0,08
2 0,16
ANCAMAN :
Pencemaran lingkungan 0,13
2 0,39
Kegiatan destructif fishing oleh masyarakat 0,12
2 0,24
Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap SDA laut dan pesisir
0,08 2 0,16 Komplik pemanfaatan lahan
0,11 2
0,22
Jumlah 1,00
2,41
Berpijak dari hasil analisis seperti tersebut diatas, maka disusunlah bentuk-bentuk arahan strategi dalam pengembangan budidaya ikan karang
dengan sea ranching yang merupakan hasil kombinasi dari aspek internal dan eksternal yang ada dan terjadi di TWAL Gili Indah Tabel 23.
Tabel 23 Matrik SWOT Perumusan Strategi
Kekuatan : 1.
Kualitas perairan masih layak untuk kehidupan
bioata laut 2.
Indahnya panorama alam dengan nilai estetik sebagai
potensi wisata pantai 3.
Adanya kearifan lokal Awig- awig
4. Masyarakat Gili Indah
hampir tidak lagi melakukan kegiatan penangkapan yang
merusak
5. Masyarakat setempat
terbuka terhadap teknologi baru dukungan
masyarakat
6. Pariwisata menjadi sektor
utama bagi perekonomian masyarakat Gili Indah
7. Status sebagai kawasan
TWAL, yang merupakan kawasan konservasi
Kelemahan :
1. Kerusakan terumbu karang
2. Rendahnya penguasaan
teknologi budidaya oleh masyarakat
3. Kurangnya ketersediaan
sarana produksi dan infrastruktur
fisik penunjang budidaya
4. keterampilan terbatas
Peluang :
1. Peningkatan permintaan hasil perikanan oleh
pariwisata 2. Semakin meningkatnya
teknologi budidaya dalam upaya
penyediaan benih
3. Diversifikasi usaha
4. Akses informasi dan jarak ke lokasi relatif
mudah dijangkau 5. Tingginya
minat wisatawan terhadap
keindahan terumbu karang
6. kesempatan berusaha
Strategi SO “kekuatan dan peluang”
1. Penciptaan usaha yang ramah lingkungan
Strategi WO “kelemahan -
peluang”
1. Rehabiltasi karang secara
alami maupun artifisial dan
restocking pengkayaan stok
2. Peningkatan
kualitas SDM
Tabel 24 Matrik SWOT Perumusan Strategi
Kekuatan :
1. Kualitas perairan masih layak untuk kehidupan
bioata laut 2. Indahnya panorama alam
dengan nilai estetik sebagai potensi wisata pantai
3. Adanya kearifan lokal Awig-awig
4. Masyarakat Gili Indah hampir tidak lagi melakukan
kegiatan penangkapan yang merusak
5. Masyarakat setempat
terbuka terhadap teknologi baru dukungan
masyarakat
6. Pariwisata menjadi sektor utama bagi perekonomian
masyarakat Gili Indah 7. Status sebagai kawasan
TWAL, yang merupakan kawasan konservasi
Kelemahan : Kelemahan :
1. Kerusakan terumbu karang
2. Rendahnya penguasaan
teknologi budidaya oleh masyarakat
3. Kurangnya ketersediaan sarana
produksi dan infrastruktur fisik
penunjang budidaya
4. keterampilan terbatas
Ancaman 1.
Pencemaran lingkungan
2. Kegiatan destructif
fishing 3.
Tingginya ketergantungan
masyarakat terhadap SDA laut
dan pesisir
4. Komplik
pemanfaatan lahan Strategi ST
“kekuatan dan Ancaman” 1. Memfungsikan pengaturan
tata ruang 2. Peningkatan kapasitas
kelembagaan
Strategi WO “kelemahan -
Ancaman”
1. Pemberdayaan masyarakat
2. Pengembangan pola kemitraan Co-
manajemen
Berdasarkan hasil jumlah skore pembobotan pada matriks IFAS menunjukkan nilai sebesar 2,33. Nilai tersebut mengandung arti bahwa reaksi
masyarakat gili Indah terhadap faktor-faktor internal menunjukkan hasil pada tingkat rata-rata. Dengan kata lain masih ada kesempatan memperbaiki sumber
daya alam serta kualitas sumber daya manusia untuk mengurangi kelemahan yang ada di wilayah tersebut jika dilakukan dengan tekad yang kuat serta kerja
sama antar semua pihak. Sedangkan jika dilihat hasil jumlah skore pembobotan
dalam EFAS menunjukkan nilai sebesar 2,41. Jumlah tersebut lebih besar dibanding dengan skore IFAS. Nilai tersebut mengandung arti bahwa kondisi
masyarakat Gili Indah mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata. Dengan kata lain kemampuan masyarakat Gili Indah dalam memanfaatkan
peluang untuk menghindari ancaman yang datang dari luar dalam kisaran rata- rata. Sebuah pengelolaan perikanan yang baik dan berbasis masyarakat
diharapkan dapat menghapus segala bentuk ancaman yang terjadi di Gili Indah. Dengan memperhatikan segala potensi sumberdaya dan aktivitas
pariwista di Gili Indah dan digabungkan dengan faktor dari analisa SWOT maka disusun strategi pengembangan budidaya ikan karang sea ranching untuk
mendukung wisata bahari. Selengkapnya rencana strategi sebagai berikut:
Strategi “kekuatan dan peluang”
1 Penciptaan Usaha yang Ramah Lingkungan - Berburu ikan Fishing hunting , dan Olah Raga Pancing Sport Fishing
Diversifikasi usaha dalam bentuk produk perikanan dapat dikembangkan dari bahan baku perikanan yang diusahakan sedemikian rupa untuk menunjang
aktivitas pariwisata yang sudah ada. Dalam kaitannya dengan kegitan perikanan, pariwisata dapat memberikan kontribusi yang cukup baik dan menguntungkan.
Produksi dan hasil tangkap dari nelayan dapat dengan mudah dijual, dan dengan harga yang cukup baik, bahkan dapat digolongkan mahal. Disamping itu dengan
meningkatkan penampilan dan kebersihan perahu-perahu nelayan tersebut, para nelayan dapat mengfungsikan perahu mereka untuk angkutan pariwisata
terbatas misalnya, mengantar wisatawan di sekitar pantai untuk menikmati keindahan pantai, dan mengantar wisatawan memancing. Disamping itu juga
diverivikasi lainnya dapat berupa kegiatan berburu ikan Fishing hunting dan mengamati ikan Fishing Shooting.
Untuk mendukung kegiatan tersebut maka diperlukan beberapa hal sebagi berikut:
- Koordinasi antar pihak yang terkait dalam kegiatan pariwisata dengan kelompok-kelompok nelayan dalam rangka penyediaan akomodasi
berupa peralatan memancing, berburu atau dalam pengamatan biota- biota laut. Kegiatan usaha ini dapat diberikan kepada pihak koperasi,
swasta maupun perorangan yang terlebih dahulu mendapat izin dari instansi terkait.
- Pemerintah daerah mengatur dan memberikan peluang bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha perikanan.
- Memberi bantuan kredit kerjasama pemerintah dengan bank untuk pengembangan usaha kaitannya dengan wisata perikanan.
Strategi “kelemahan - peluang” 1 Rehabilitasi Karang secara Alami maupun Artifisial dan Restocking Ikan
Keberhasilan proyek pendirian bangunan AR sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang baik tentang pengetahuan ekologi terumbu karang dan
hubungannya dengan AR tersebut. Temuan dari hasil kajian dan percobaan ekologi laut menunjukkan bahwa pertumbuhan karang dan ikan dapat pulih pada
habitat karang yang telah mengalami kerusakan yang cukup parah sekalipun, asal saja kebutuhan dasar untuk pertumbuhan karang temperatur, salinitas,
kandungan oksigen, pH dan kejernihan air laut yang sesuai dapat dipenuhi. Berbagai jenis ikan yang biasa hidup di habitat karang dengan bersimbiosis
dalam sistem ekologi habitat karang akan berdatangan ke lokasi terumbu karang buatan setelah beberapa tahun berjalannya waktu. Jenis ikan karang ikan
kerapu dan lain-lain dapat ditebar untuk berkembang biak di sekitar terumbu karang buatan. Untuk mempercepat perkembangan populasi jenis ikan tertentu
dapat dilakukan penebaran sejumlah anak ikan juvenile ke dalam areal terumbu karang atau fish sanctuary.
Dalam pelaksanaan restocking ini ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan sempurna, yaitu :
a. Peninjauan ke lokasi kegiatan bertujuan :