Kesesuaian Lingkungan Perairan untuk Budidaya Ikan Karang Sistem Sea Ranching

5.2 Kesesuaian Lingkungan Perairan untuk Budidaya Ikan Karang Sistem Sea Ranching

Keberhasilan budidaya dengan sistem sea ranching ditentukan oleh faktor kesesuaian lingkungan yang merupakan suatu tahapan yang harus dipertimbangkan dalam penentuan kawasan untuk sea ranching. Oleh karena itu strategi perencanaan spasial haruslah didasarkan pada konsep keberlanjutan yang dilakukan secara sistematis dan terpadu. Melalui penilaian secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segenap aspek biofisik, keserasian dan keseimbangan lingkungan berasaskan kelestarian, aspek sosial ekonomi dengan memperhatikan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir stakeholders sehingga dapat dihindari terjadinya konflik kepentingan. Kesesuaian kawasan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan kesesuaian aktual atau kesesuaian pada saat ini current suitability, dimana tingkat kesesuaiannya hanya didasarkan pada data yang tersedia. Hasil kesesuaian lingkungan perairan ini belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan serta tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kendala fisik atau faktor-faktor penghambat yang ada. Analisis spasial dengan teknik tumpang susun overlay dilakukan secara serempak terhadap parameter tersebut yang akhirnya menghasilkan peta kesesuaian untuk budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching di kawasan TWAL Gili Indah Trawangan, Meno, Air disajikan pada Gambar 12. Hasil akhir dari analisis spasial dengan menggunakan model kesesuaian maka diperoleh letak dan luasan lahan yang sesuai untuk budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching di TWAL Gili Indah Tabel 13. Gambar 12 Peta lokasi kesesuaian lingkungan perairan untuk budidaya ikan karang sistem sea ranching di TWAL Gili Indah. 1. Kelas sangat Sesuai dan Sesuai Daerah yang termasuk dalam kategori sangat sesuai dan sesuai dicirikan dengan tidak adanya faktor pembatas yang berarti terhadap penggunaannya secara berkelanjutan, atau dengan kata lain memiliki faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan menurunkan produktivitas secara nyata. Seluruh atau mayoritas parameter fisik yang ada membuat daerah ini sangat sesuai untuk pengembangan budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching, hal ini juga disebabkan kegiatan sea ranching bisa overlaping dengan kegiatan lainnya. Tabel 14 Luas kesesuaian lingkungan perairan untuk budidaya ikan karang sistem sea ranching di TWAL Gili Indah Luas ha no Dusun Sangat Sesuai Sesuai Tidak Sesuai

1 Gili Trawangan

69.3 503,4 360,1 2 Gili Meno 40,2 296,2 326,3

3 Gili Air

56,1 427,3 268,5 T o t a l 165,6 1226,9 954,9 Total luasan perairan yang termasuk kategori dalam kelas Sangat Sesuai sekitar 165.6 ha, dan kriteria Sesuai dengan luasan 1226,9 ha terdistribusi pada daerah pesisir pulau yang dikelilingi oleh terumbu karang dengan kedalamam 3- 35 m. Negelkerken 1991 menyatakan bahwa habitat yang sesuai memegang peranan penting dalam keberadaan suatu jenis ikan karang. Selanjutnya menurut Muchsin 2001, terumbu karang merupakan habitat ikan yang bernilai ekonomis tinggi ekor kuning, baronang, lencam,kakap, dan kerapu. Pada lokasi Sangat Sesuai ini merupakan kawasan yang ditumbuhi terumbu karang, dimana profil dasar ketiga pulau relatif sama, yang pada dasarnya dibagi menjadi dua tipe, yaitu rataan terumbu dengan dan tanpa gudus. Rataan karang terumbu karang tanpa gudus terdapat di pantai yang berada pada selat antara Gili Air dan Pulau Lombok. Rataan terumbu yang menghadap ke arah utara-selatan umumnya mempunyai gadus yang berada dekat tubir. Lebar rataan terumbu karang pada setiap gili bervariasi antara 100-400 meter yang terdiri atas rataan terumbu karang pantai dengan pasir halus dan sampai kasar dan terdiri atas pecahan karang dan didominasi oleh pertumbuhan lamun. Dengan demikian memungkinkan lokasi ini dilakukannya penerapan sea ranching dengan terumbu karang yang sebagai pembatas ekologi habitat alami bagi keberadaan ikan karang yang akan di restocking. Kondisi lingkungan perairan baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruhi produkvitas perairan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap pengelompokkan ikan Widodo, 1998. Jika kondisi lingkungan memburuk jenis ikan pelagis masih mampu beruaya ke daerah perairan baru yang lebih baik kondisinya, sedangkan jenis ikan demersal seperti ikan karang tidak mampu menghindar, sehingga dapat mengakibatkan penurunan kelimpahan ikan karang. Beberapa studi mengungkapkan bahwa parameter fisik mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan distribusi organisme perairan, terutama arus, kedalamam dan subtrat McGehee,1994. Dalam penelitian ini arus dan kedalaman yang merupakan faktor pembatas berada pada kisaran yang masih memenuhi kelayakan untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan karang. Berdasarkan hasil pengamatan biofisik di kawasan Gili Indah seperti suhu, salintas, arus subtrat dasar, DO, pH serta kecerahan menunjukkan bahwa seluruh peubah kualitas air yang diukur masih dalam toleransi yang layak untuk kelangsungan hidup pertumbuhan biota kultur dan tidak ada perbedaan yang signifikan dari ketiga lokasi Gili Trawangan, Meno, Air. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan dari massa air perairan tersebut dapat dikatakan normal dan saling mempengaruhi, menjadikan kawasan ini memiliki potensi untuk pengembangan budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching yang diikuti dengan restocking. Kegiatan sea ranching ini diharapkan agar antara kegiatan wisata bahari dan budidaya laut dapat berjalan secara sinergi sehingga masyarakat lokal mendapat alternatif usaha sehingga tekanan terhadap sumberdaya alam penangkapan dapat ditekan dan usaha konservasi secara tidak langsung dapat dilaksanakan. Menurut Effendi 2002, menyatakan bahwa khususnya ada tiga komoditas yang dapat dikembangkan sebagai usaha budidaya laut yang secara ekonomis bernilai tinggi yaitu rumput laut, ikan kerapu dan teripang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan profitable. Dengan demikian kawasan ini tetap lestari, dimana fungsi ekonomi dan ekologis menjadi optimal tentunya tetap bernilai jual tinggi sebagai objek wisata. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat termasuk nelayan, wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara setuju dengan sistem budidaya sistem sea ranching diterapkan di kawasan TWAL Gili Indah. Selain itu, masyarakat Gili Indah sudah memiliki aturan-aturan lokal seperti awig-awig untuk melestarikan lingkungan dan perlakuan sanksi terhadap orang yang menangkap ikan dengan bom. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kesadaran dan kepeduliaan masyarakat dan stakeholders demi manfaat bersama sudah cukup tinggi. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal ini dapat terlaksana apabila adanya dukungan dari pemerintah pengusaha hotel dan restoran, LSM, wisatawan dan sebagainya dalam hal pengadaan dana. 2. Kelas Tidak Sesuai Kategori ini mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari. Pembatas tersebut mengurangi produkvitas lahan dan kelangsungan hidup ikan karang. Berdasarkan analisis spasial di peroleh total luasan untuk kriteria kelas tidak sesuai sebesar 954,9 ha. Ketidaksesuaian ini dipengaruhi oleh subtrat dasar perairan dan kedalaman menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kelangsungan hidup perikanan karang. Wilayah ini mempunyai kedalaman kira-kira 40-60m, sementara untuk tumbuh dan berkembang ikan karang mampu berdaptasi pada kedalaman 3-40 m. Hal ini terkait dengan kandungan oksigen dan preferensi ikan karang terhadap habitat. Kandungan oksigen terlarut dalam air sangat diperlukan untuk kehidupan sebagian besar organisme laut. Jumlah oksigen terlarut berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup ikan Sumich, 1992. Selanjutnya Pingguo 1989 mengatakan bahwa oksigen terlarut juga berpengaruh terhadap tingkah laku ikan , terutama kecepatan renang serta migrasi dan distribusi. Preferensi habitat dan kompetisi berpengaruh terhadap struktur komunitas dan distribusi organisme, pengaruh tersebut berhubungan dengan lingkungan fisik. Studi mengungkapkan bahwa parameter fisik mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan pola distribusi organisme perairan terutama arus, kedalaman McGehee, 1994. Disamping itu tipe subtrat juga mempengaruhi kehidupan ikan karang, karena keadaan dasar mempengaruhi organisme yang hidup di dasar perairan. Ikan-ikan karang umumnya dapat hidup dengan baik di daerah yang subtrat karang berpasir dan lumpur berpasir. Di samping faktor tersebut, Galzin 1985 menyatakan bahwa rugositas kontur subtratum, lokasi geografik, geomorfologi dan tingkat kerusakan habitat, merupakan faktor yang menerangkan fenomena sebaran spasial ikan terkait dengan keterbatasan oksigen tidak boleh diabaikan. Sebuah sistem pengembangan terhadap usaha budidaya ikan karang dengan sistem sea ranching terdapat keterkaitan antara lingkungan biofisik perairan, terumbu karang, dan ikan karang melalui suatu siklus keseimbangan. Jika salah satu mengalami gangguan, maka akan mempengaruhi ketiganya. Siklus keterkaitan lingkungan biofisik perairan mempengaruhi keberadaan terumbu karang, sedangkan terumbu karang membentuk sebuah ekosistem yang mempengaruhi keberadaan ikan-ikan karang. Hodijah dan Bengen 1999 mengemukakan bahwa semakin beragam bentuk pertumbuhan karang maka kekayaan jenis dan kelimpahan terhadap spesies ikan karang akan semakin tinggi. Secara sederhana dapat disimpulkan jika kondisi terumbu karang dalam keadaan baik maka dengan sendirinya keberadaan ikan-ikan karang akan baik pula. Hal tersebut menyangkut fungsi terumbu karang sebagai tempat berlindung sekaligus sumber makanan bagi ikan karang yang berasosiasi di dalamnya. Melihat kondisi terumbu karang di Kawasan TWAL Gili Indah yang sangat buruk maka dalam upaya peningkatan produktivitas perikanan karang dengan sistem sea ranching di kawasan ini diperlukan perbaikan habitat atau menciptakan habitat tiruan dengan artficial reef yang dapat memberikan peluang untuk berkembangnya organisme yang akhirnya dapat memberikan peluang untuk berkembangnya organisme yang akhirnya menciptakan lingkungan yang disukai oleh ikan, udang, kerang-kerangan, sebagai tempat memijah spawning ground maupun tumbuh dan berlindung sehingga kelimpahan dalam perairan tersebut dapat meningkat. Terkait dengan pembuatan artificial reef maka diperlukan pemahaman yang baik tentang pengetahuan ekologi terumbu karang dan hubungannya dengan AR tersebut.

5.3 Pemilihan Komoditas Ikan Karang

Dokumen yang terkait

Analisis Perubahan Fungsi Lahan Di Kawasan Pesisir Dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Dan Langkat Timur Laut)

1 62 6

Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam

2 37 76

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PUNDI (Studi Kasus Pada Bank Nusa Tenggara Barat Cabang Praya, Lombok)

0 6 19

Konsep Komunikasi Pembentukan Positioning Daerah Tujuan Wisata Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 (Studi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB)

0 6 2

Kualitas pengasuhan anak di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Indonesia: PSAA Al-Ikhlas kabupaten Lombok Barat provinsi Nusa Tenggara Barat

1 6 56

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Bau Nyale Suku Sasak Di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (Studi Etnografi Komunikasi Pada Aktivitas Dalam UPacara Adat Bau NYale Suku Sasak Di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat)

0 4 21

Potensi Hasil Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Satu Tahun Budidaya di Lahan Kering Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Yield Potential of Physic Nut (Jatropha curcas L.) at the First Years Cultivation on Dry Land of West Lombok, West Nusa Tenggara

0 0 7

View of Analisa Kinerja Pengelolaan Irigasi Di Daerah Irigasi Lemor, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

0 0 10

i TUGAS AKHIR - Desain interior museum sasak di Mataram Lombok – Nusa Tenggara Barat dengan konsep modern kontemporer

1 1 13

Pelatihan Bahasa Inggris Bagi Karang Taruna Di Desa Wisata Lombok Kulon Bondowoso

1 1 6