Pengeringan Bahan Uji PENELITIAN TAHAP I

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP I

Pada penelitian tahap I dilakukan persiapan bahan uji kering, produksi pengayaan VCO dengan zat pigmen, pengukuran komposisi asam lemak, pengujian aktivitas antimikroba, dan pengujian kapasitas antioksidan dari produk VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari daun suji, daun kunyit, temulawak, kunyit, dan angkak.

1. Pengeringan Bahan Uji

Semua bahan yang akan diuji dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami atau pengeringan dengan sinar matahari, dan pengeringan menggunakan alat pengeringan. Perbedaan cara pengeringan ini ditujukan untuk mencari cara yang paling efektif dalam menghasilkan bahan kering dengan mutu yang baik. Namun pada daun suji dan daun kunyit hanya dilakukan dengan menggunakan alat pengering flo-coater dan oven vakum, karena hasil daun suji dan daun kunyit yang dikeringkan secara alami tidak baik. Tingginya intensitas cahaya dan suhu udara yang tidak terkendali menjadikan komponen klorofil pada daun rusak, sehingga warna daun menjadi kecoklatan. Terbentuknya warna coklat dapat disebabkan oleh salah satu sifat kimia klorofil yang penting yaitu ketidakstabilan yang ekstrim, seperti sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi kimia Gross, 1991. Pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan kerusakan klorofil. Klorofil yang terdapat dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein diduga menstabilkan molekul klorofil dengan cara memberikan ligan tambahan. Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga memudahkan terjadinya reaksi terhadap gugusan fitol, yang bila bereaksi dengan asam mengakibatkan terlepasnya fitol dari molekul klorofil Hutchings, 1994 dalam Gitapratiwi, 2004. Asam-asam organik dalam jaringan yang dibebaskan dapat mengakibatkan pembentukan feofitin, sehingga warna cokelat yang terbentuk merupakan warna feofitin. Perbedaan waktu pengeringan pada daun suji dan daun kunyit baik menggunakan flo-coater maupun oven vakum disebabkan adanya perbedaan bentuk dan tebal daun. Daun suji pada umumnya memiliki panjang 10 – 25 cm dan lebar 0.9 – 1.5 cm, sehingga memiliki permukaan daun yang sempit Ochse dan Bachizen, 1977 dalam Hakim, 2005. Daun kunyit memiliki panjang sekitar 35 cm dan lebar 14 cm, sehingga memiliki permukaan daun yang lebih lebar Rukmana, 1994. Selanjutnya dilakukan analisa proksimat pada bubuk kering yang dihasilkan untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan yang berbeda terhadap kandungan zat gizi pada bahan. Secara umum bahan kering yang dihasilkan baik secara alami maupun dengan alat pengeringan tidak menunjukan perbedaan yang besar pada komposisi kandungan zat gizi masing-masing bahan Lampiran 1 dan 2. Kadar air bahan uji yang direndam merupakan faktor penting yang menentukan efektifitas kadar zat pigmen yang terekstrak dalam VCO. Setiap bahan yang akan diekstrak harus memiliki kadar air yang sangat rendah agar hasil ekstraksi dapat optimum. Selain itu adanya kadar air yang tinggi dalam bahan pangan yang terdapat dalam minyak dapat menyebabkan hidrolisis Stevenson, 1984 dalam Priatno, 1991. Adanya perbedaan kadar air pada temulawak dan kunyit kering Lampiran 1 memerlukan suatu teknik ekstraksi yang tepat, terutama jumlah perbandingan bahan uji dan larutan VCO yang digunakan, agar kadar zat pigmen yang terekstrak dapat dihasilkan secara optimal. Untuk melihat pengaruh perbedaan kadar air terhadap kadar pigmen yang terekstrak dilakukan pengujian proses ekstraksi yang dilakukan pada suatu perbandingan yang sama yaitu 1 : 4 selama 3 hari. Hal serupa juga dilakukan pada proses ekstraksi klorofil daun suji dan daun kunyit, untuk menguji perbedaan kadar air pada daun suji dan daun kunyit. Hasil pengujian menunjukan kadar pigmen yang terekstrak pada kedua bahan yang dikeringkan dengan cara yang berbeda tidak berbeda jauh. Oleh karena itu untuk proses ekstraksi selanjutnya digunakan temulawak dan kunyit yang dikeringkan secara alami, karena cara ini dinilai lebih mudah dengan biaya yang lebih rendah Tabel 8. Proses ekstraksi pada daun kunyit dilakukan dengan perbandingan yang berbeda, karena bubuk daun kunyit memiliki densitas kamba yang tinggi sehingga bubuk bahan uji tidak dapat terendam seluruhnya bila menggunakan perbandingan yang sama dengan daun suji. Pada proses ekstraksi selanjutnya bahan yang digunakan adalah daun suji dan daun kunyit yang dikeringkan dengan menggunakan oven vakum, karena kadar air daun suji yang dikeringkan dengan oven vakum memang jauh lebih rendah Tabel 9. Namun pada daun kunyit berdasarkan data proksimat yang tertera pada lampiran 2, walaupun kadar air pada pengeringan oven vakum jauh lebih tinggi, tetapi kadar lemak yang terkandung lebih rendah. Tabel 8. Perubahan kadar kurkuminoid selama proses ekstraksi No. Sampel Konsentrasi Waktu ekstraksi hari Kadar kurkuminoid mgml 1. Temulawak kering matahari 1:4 1 2 3 1.03 1.20 1.81 2. Temulawak kering tray drier 1:4 1 2 3 0.98 1.50 1.84 3. Kunyit kering matahari 1:4 1 2 3 1.23 1.29 1.58 4. Kunyit kering tray drier 1:4 1 2 3 0.98 1.08 1.46 Tabel 9. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi No. Sampel Konsentrasi Waktu ekstraksi hari Kadar klorofil mgml 1. Daun suji kering flo-coater 1:4 1 2 3 1.15 1.21 1.22 2. Daun suji kering oven vakum 1:4 1 2 3 1.15 1.22 1.22 3. Daun kunyit kering flo-coater 1:10 1 2 3 0.67 0.78 0.85 4. Daun kunyit kering oven vakum 1:10 1 2 3 0.69 0.76 0.87 Angkak yang digunakan sudah diperoleh dalam bentuk kering, sehingga tinggal menghaluskan dengan cara yang sama pada bahan uji lainnya. Secara keseluruhan komposisi zat gizi hasil analisis proksimat dari angkak sangat berbeda dengan bahan lainnya Lampiran 3, terutama kadar air dan kadar abu. Angkak memiliki kadar abu atau kandungan mineral yang jauh lebih rendah dibandingkan yang lainnya

2. Proses Ekstraksi