Tabel 14. Waktu induksi yang dibutuhkan bahan uji dengan metode AOM
Sampel T induksi jam
proteksi Rasio
VCO+Temulawak 11.75 1.59
0.18 VCO+Kunyit 10.68 1.44
0.16 VCO+Angkak 9.48 1.28
0.15 VCO+D.Kunyit 9.43 1.27
0.14 VCO+D.Suji 9.63
1.30 0.15
VCO murni 8.47
1.16 0.13
dengan dua kali ulangan
Dari hasil pengujian menunjukan produk yang memiliki kapasitas antioksidan tertinggi adalah VCO yang mengandung ekstrak temulawak dan
tertinggi kedua adalah VCO yang mengandung ekstrak kunyit. Kedua produk mengandung kurkuminoid yang merupakan zat pigmen dari kedua produk
tersebut. Hal ini menunjukan bahwa kurkuminoid memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan zat pigmen dari bahan lainnya.
Secara keseluruhan waktu induksi pada setiap sampel kecuali VCO melebihi waktu induksi BHT. Hal tersebut menunjukan bahwa penambahan ekstrak zat
pigmen memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan kapasitas dan stabilitas antioksidan VCO, bahkan menunjukan hasil yang lebih baik dari antioksidan
sintetik seperti BHT. Berdasarkan hasil pengujian Watanabe dan Ayano 1974 yang dikutip dalam Porter 1979, besar aktivitas antioksidan kunyit yang
diekstrak menggunakan etanol memiliki waktu oksidasi 12.4 jam sedangkan kunyit yang diekstrak menggunakan air memiliki waktu oksidasi 7.0 jam. Waktu
oksidasi yang dimiliki kunyit yang diekstrak dengan VCO menunjukan perbedaan yaitu 10.68 jam. Adanya perbedaan ini menunjukan bahwa besarnya aktivitas
antioksidan juga ditentukan oleh pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi.
B. Penelitian Tahap II
Penelitian tahp II dilakukan untuk mengetahui stabilitas sifat fisiko-kimia produk terhadap sistem penggorengan. Seperti yang telah dijelaskan selain
sebagai suplemen, VCO dapat digunakan sebagai minyak goreng. Selain itu adanya penambahan zat pigmen dari kunyit, temulawak, angkak, daun suji, serta
daun kunyit yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi
diharapkan dapat mencegah terjadinya oksidasi pada VCO sebagai minyak selama proses penggorengan.
Pada pengujian ini setiap produk yang dihasilkan akan digunakan untuk menggoreng kentang selama 1 jam. Setiap 15 menit kentang yang digoreng
diangkat dan ditukar dengan yang baru. Pada menit tersebut juga dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisis kadar malonaldehid dan bilangan asamnya
dari minyak bekas menggoreng. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal yang
mengakibatkan kerusakan asam lemak tidak jenuh yang ditandai dengan kenaikan bilangan penyabunan, kenaikan asam lemak bebas, kenaikan kandungan karbonil
oksigen dan kenaikan kekentalan minyak Perkins, 1967 dalam Priatno 1991. Sebagai pembanding proses penggorengan juga dilakukan pada minyak
kelapa yang telah dijual secara komersial yaitu minyak Barco, yang diketahui telah mengandung antioksidan yang tergolong non-gizi, seperti BHT, BHA dan
TBHQ. Pengujian yang sama juga dilakukan pada VCO murni itu sendiri tanpa penambahan bahan apapun sebagai kontrol, sehingga adanya pengaruh
penambahan ekstrak zat pigmen terhadap kerusakan minyak karena pemanasan dapat diketahui.
Proses penggorengan dilakukan pada suhu 100
o
C-120
o
C dengan pemanasan secara kontinyu selama 1 jam tanpa terputus. Pemanasan minyak yang dilakukan
secara terputus dipanaskan sehari, didinginkan semalam dan dipanaskan lagi selama beberapa hari mengakibatkan destruksi minyak semakin cepat. Hal ini
disebabkan karena terjadinya penambahan hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti dengan dekomposisi minyak jika dipanaskan berulang kali Perkins,
1967 dalam Priatno, 1991. Selama proses penggorengan baik bahan yang digoreng maupun setiap
sampel yang digunakan sebagai minyak goreng mengalami perubahan warna Gambar 42 dan 43. Perubahan warna bahan yang digoreng dalam hal ini
kentang, diakibatkan oleh penyerapan zat warna hasil ekstraksi yang terkandung dalam VCO. Pemilihan kentang sebagai bahan yang digoreng, dikarenakan kadar
air yang terkandung dalam kentang cukup tinggi sehingga faktor kerusakan bahan uji sebagai minyak dapat lebih diketahui. Selama proses penggorengan, minyak
akan mengalami kerusakan karena dipanaskan terus-menerus pada suhu tinggi dan kontak dengan oksigen atau kandungan air dalam bahan makanan yang digoreng
Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991. Selain itu, adanya air dalam bahan pangan menyebabkan terjadinya peristiwa hidrolisis yang menghasilkan asam lemak
bebas, mono dan digliserida serta gliserin Stevenson et al., 1984 dalam Priatno, 1991.
Hasil penggorengan menggunakan VCO murni menunjukan warna bahan normal, sama dengan hasil penggorengan menggunakan minyak Barco. Hasil
penggorengan dengan menggunakan VCO yang mengandung ekstrak kurkuminoid dari kunyit menunjukan warna bahan sedikit lebih terang
dibandingkan hasil penggorengan menggunakan VCO dan minyak Barco. Pada penggunaan VCO dengan ekstrak kurkuminoid dari temulawak sebagai minyak
goreng menunjukan warna yang lebih gelap. Hasil penggorengan dengan menggunakan VCO yang mengandung ekstrak
klorofil menunjukan warna bahan yang lebih gelap dibandingkan warna bahan hasil penggorengan dengan VCO yang mengandung ekstrak dari kunyit dan
temulawak. Terutama pada hasil penggorengan dengan VCO yang mengandung ekstrak klorofil dari daun suji, warna bahan cenderung lebih gelap dikarenakan
bahan telah mengabsorbsi warna ekstrak zat pigmen dari daun suji yaitu hijau gelap. Warna bahan yang digoreng dengan VCO yang mengandung ekstrak zat
pigmen dari angkak menunjukan warna yang sangat berbeda, yaitu merah terang.
a b
c
d e
f
g
Gambar 42. Warna bahan hasil penggorengan dengan menggunakan a Barco; b VCO; c VCO dengan ekstrak angkak; d VCO dengan ekstrak kunyit; e VCO
dengan ekstrak temulawak; f VCO dengan ekstrak daun suji; g VCO dengan ekstrak daun kunyit.
Aroma dan rasa bahan yang digoreng juga menunjukan perbedaan antar produk yang digunakan untuk menggoreng. Secara umum hasil organoleptik
bahan hasil penggorengan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15. Perubahan karakteristik sensori pada bahan selama penggorengan
Atribut Sensori
VCO Barco VCO+
Kunyit VCO+
Temulawak VCO+
Daun suji
VCO+ Daun
kunyit VCO+
Angkak
Aroma Normal Normal
Agak menyengat
Agak menyengat
Bau daun Bau daun
Normal Rasa
Normal Normal Agak pahit
Sangat pahit Agak
pahit Sangat
pahit Agak pahit
Tekstur Normal Normal
Normal Normal Normal
Normal Normal Warna Kuning
Kuning Kuning
terang Kuning
gelap Kuning
kehijauan Kuning
agak hijau
Kuning kemerahan
Produk yang digunakan untuk proses penggorengan juga mengalami perubahan atau degradasi warna dari warna semula. Hal ini mengindikasikan
mulai terjadinya kerusakan pada produk yang diuji.
a b
c d
e f
g
Gambar 43. Perubahan warna sampel selama proses penggorengan dari 15-60 menit dengan intensitas penggorengan 1-4 kali kiri-kanan; a VCO dengan
ekstrak kunyit; b VCO dengan ekstrak temulawak warna cenderung stabil; c Barco; d VCO; e VCO dengan ekstrak daun suji; f VCO
dengan ekstrak angkak; g VCO dengan ekstrak daun kunyit.
Warna minyak goreng dan sifat komposisinya mungkin berubah oleh adanya pelarutan senyawa-senyawa pewarna dan lemak yang ada dalam bahan pangan
Stevenson et al., 1984 dalam Priatno, 1991. Reaksi-reaksi kimia selengkapnya yang terjadi pada minyak dapat dilihat pada Gambar 44.
Gambar 44. Reaksi-reaksi kimia pada minyak selama proses penggorengan Perubahan warna mungkin disebabkan oleh terbentuknya warna kehitaman
dari minyak. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal. Oksidasi akan menghasilkan
senyawa hidroperoksida yang kemudian mengalami degradasi lebih lanjut menjadi fission yang menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon,
senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan flavor dan warna hitam minyak. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi tanpa adanya oksigen akan
mengalami polimerisasi termal yang menyebabkan terkonjugasinya asam linoleat membentuk polimer-polimer. Polimer-polimer ini dapat dilihat dari adanya warna
kehitaman dari minyak Stevenson et al., 1984 dalam Priatno, 1991. Secara umum semakin lama waktu pemanasan atau semakin banyak
intensitas penggorengan, intensitas warna pada sampel mengalami penurunan. Bahkan pada sebagian besar sampel mengalami perubahan warna menjadi
kecoklatan. Namun pada VCO yang mengandung ekstrak kurkuminoid dari temulawak dan kunyit tidak menunjukan perubahan warna yang cukup signifikan.
Warna sampel cenderung stabil dengan waktu pemanasan dan intensitas penggorengan yang sama. Perubahan warna pun ditunjukkan oleh minyak Barco,
yaitu terjadi perubahan warna dari putih kekuningan menjadi coklat gelap setelah dipanaskan selama 1 jam dan digunakan untuk menggoreng sebanyak 4 kali.
a. Nilai TBA
Salah satu faktor kerusakan pada minyak adalah besarnya bilangan peroksida yang terbentuk akibat proses penggorengan pemanasan. Menurut
Kummerow 1962 yang dikutip dalam Priatno 1991, menyatakan adanya kenaikan bilangan peroksida pada minyak jagung yang mengalami oksidasi
termal. Pengukuran kadar malonaldehida pada sampel yang digunakan pada proses
penggorengan menggunakan metode TBA Tiobarbituric Acid. Hasil pengukuran menunjukan terjadinya peningkatan kadar malonaldehida pada bahan uji seiring
bertambahnya waktu dan intensitas penggunaan minyak dalam proses penggorengan Gambar 45.
0.0000 0.1000
0.2000 0.3000
0.4000 0.5000
0.6000 0.7000
0 menit0 kali
15 menit1
kali 30
menit2 kali
45 menit3
kali 60
menit4 kali
Lamaintensitas penggorengan K
a d
a r A
sam L
e m
ak B
e b
as
VCO murni Barco
VCO+Kunyit VCO+Temulawak
VCO+Daun suji VCO+Daun kunyit
VCO+Angkak
Gambar 45. Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan
Peningkatan kadar MDA yang paling tinggi ditunjukkan pada bahan uji VCO yang mengandung ekstrak daun suji, daun kunyit dan angkak. Bahan uji
VCO murni yang digunakan sebagai pembanding, menunjukan peningkatan kadar MDA yang paling rendah bahkan hampir menyamai produk minyak Barco yang
dijadikan sebagai kontrol. Jadi dapat disimpulkan dengan adanya penambahan
ekstrak zat pigmen yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan, justru mempercepat proses kerusakan. Hal ini dapat terjadi karena adanya komponen
lain yang terkandung pada ekstrak zat pigmen yang dapat mempercepat terjadinya kerusakan bila bahan uji dipanaskan misalnya asam lemak tak jenuh, dan lain-lain
atau dapat disebabkan karena sifat dari ekstrak zat pigmen sendiri yang umumnya sangat peka terhadap suhu, cahaya, udara dan degradasi kimia.
b. Kadar asam lemak bebas
Kerusakan pada minyak juga ditandai dengan adanya kenaikan kandungan asam lemak bebas. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak
langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal yang mengakibatkan kerusakan asam lemak tidak jenuh yang ditandai dengan asam lemak bebas
Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991. Pada hasil penggorengan selama satu jam dengan empat kali intensitas
penggorengan menunjukan setiap bahan mengalami kenaikan kadar asam lemak bebas. Kenaikan jumlah asam lemak bebas yang paling tinggi ditunjukkan pada
produk yang mengandung ekstrak daun suji, daun kunyit dan angkak serta pada minyak Barco sendiri yang dijadikan sebagai kontrol.
Peningkatan kadar asam lemak bebas pada sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari kunyit dan temulawak menunjukan perubahan yang relatif
stabil. Namun pada menit ke 60 dari proses penggorengan, kadar asam lemak bebas pada sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen dari kunyit
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Akan tetapi kenaikan kadar asam lemak bebas ini belum melebihi kadar asam lemak bebas yang dihasilkan dengan
sampel yang mengandung ekstrak lain. Secara keseluruhan sampel VCO yang mengandung ekstrak daun suji, daun
kunyit dan angkak menunjukan jumlah asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan kunyit dan temulawak pada tiap menit pengambilan produk selama
proses penggorengan. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan asam lemak bebas yang ada dalam VCO dengan ekstrak daun suji, daun kunyit serta angkak lebih
tinggi daripada VCO dengan ekstrak kunyit dan temulawak. Secara garis besar VCO tanpa penambahan apapun menunjukan stabilitas mutu yang paling baik
selama proses penggorengan, karena kenaikan kadar asam lemak bebasnya relatif rendah.
0.0000 0.0500
0.1000 0.1500
0.2000 0.2500
0.3000 0.3500
0.4000 0.4500
menit0 kali
15 menit1
kali 30
menit2 kali
45 menit3
kali 60
menit4 kali
Lamaintensitas penggorengan K
a d
a r mmol
M D
A g
mi ny
a k
VCO murni Barco
VCO+Kunyit VCO+Temulawak
VCO+Daun suji VCO+Daun kunyit
VCO+Angkak
Gambar 46. Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Proses perendaman bubuk kering temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak dalam Virgin Coconut Oil VCO merupakan pengembangan suatu
cara proses ekstraksi yang sederhana dalam upaya meningkatkan penampilan dan nilai fungsional dari VCO murni. Besarnya perbandingan antara bahan yang
direndam dengan VCO sebagai media pelarut dan lamanya proses perendaman waktu ekstraksi adalah faktor-faktor yang saling berkaitan dalam menentukan
jumlah pigmen yang terekstrak. Besarnya perbandingan konsentrasi dan waktu ekstraksi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan kadar pigmen maksimum berbeda-beda untuk masing-masing bahan uji. Kadar pigmen maksimum dari temulawak, kunyit dan daun suji
diperoleh pada perbandingan 1:5 dengan lama waktu ekstraksi selama 5 hari, untuk angkak pada perbandingan 1:4 dengan lama waktu ekstraksi selama 1 hari,
serta pada perbandingan 1:10 dengan lama waktu ekstraksi selama 4 hari untuk