Aktivitas antimikroba PENELITIAN TAHAP I

Tabel 12. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak angkak Komposisi asam lemak Jumlah As.Lemak VCO murni mgg minyak Jumlah As.Lemak VCO dengan ekstrak angkak mgg minyak As. Kaprilat 8:0 115.92 43.31 As. Kaprat 10:0 69.38 37.32 As. Laurat 12:0 454.19 275.49 As. Miristat 14:0 159.91 104.20 As. Palmitat 16:0 77.78 56.43 As. Stearat 18:0 9.64 20.04 As. Oleat 18:1 47.66 39.64 As. Linoleat 18:2 11.52 12.12

4. Aktivitas antimikroba

Telah diketahui rempah-rempah di Indonesia memiliki aktivitas antimikroba. Kunyit dan temulawak merupakan contoh rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Zat warna lain yang diekstrak dari daun suji, daun kunyit dan angkak juga diduga memiliki aktivitas antimikroba. Karena selain zat warna itu sendiri, komponen fenolik yang terdapat pada zat warna memiliki sifat sebagai zat antimikroba. Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba adalah fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuartener, asam dan basa dan gas kemosterilan Pelczar dan Reid, 1972. Pengujian ini bertujuan untuk melihat efektifitas kandungan ekstrak zat warna pada VCO dalam menghambat aktivitas pertumbuhan mikroba. Pengujian menggunakan uji sumur. Besarnya aktivitas antimikroba ditunjukkan dengan besarnya daya hambat pertumbuhan mikroba yang ditandai dengan terbentuknya areal bening di sekitar sumur. Pada media agar dibuat enam lubang sumur, di mana dua lubang sumur bagian atas merupakan tempat sampel yang diuji, dua lubang sumur bagian tengah merupakan tempat DMSO kontrol negatif dan dua lubang sumur bagian bawah merupakan tempat VCO kontrol positif. Beberapa kultur mikroba yang diuji adalah B. cereus, S. Typhimurium, P. aeruginosa, E. coli dan S. aureus . Sebelumnya setiap sampel termasuk VCO murni yang diujikan dilarutkan dalam DMSO dimetil sulfoksida dengan konsentrasi sampel sebesar 50. Hal ini dilakukan agar sampel dapat diabsorpsi oleh media agar. Tabel 13. Diameter penghambatan bahan uji terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus Sampel d penghambatan B.cereus cm d penghambatan S.aureus cm VCO + Kunyit 0.77 0.00 VCO + Temulawak 0.98 0.51 VCO + Angkak 0.00 0.00 VCO + D.Suji 0.00 0.00 VCO + D. Kunyit 0.00 0.00 VCO 0.00 0.00 Keterangan : 0 menunjukan tidak ada aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji Selain VCO yang mengandung ekstrak dari kunyit dan temulawak, semua produk VCO yang mengandung ekstrak pigmen menunjukan tidak adanya aktivitas penghambatan pada pertumbuhan bakteri yang diuji. Bahkan pada VCO murni yang telah diketahui memiliki sifat antimikroba juga menunjukan hasil yang negatif. Menurut Fife 2004, asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek lainnya yang terkandung pada VCO seperti asam kaprat, kaplirat dan miristat dapat berfungsi sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa. Namun asam laurat baru dapat berfungsi sebagai antimikroba setelah mengalami perubahan menjadi asam mono laurin dalam tubuh. Pada pengujian ini produk VCO yang digunakan masih dalam bentuk aslinya tanpa perlakuan apapun, sehingga VCO yang diujikan tidak menunjukan adanya aktivitas antimikroba sebagai control negatif. Efek antimikroba pada sampel yang mengandung ekstrak kunyit dan temulawak dalam VCO ditentukan oleh kandungan kurkuminoid di dalamnya. Karena kurkuminoid merupakan suatu senyawa bis-fenol senyawa dengan dua cincin fenolik yang memiliki aktivitas antimikroba Krisnamurthy et al., 1976 dalam Lukman, 1984. Menurut Hugo dan Russel 1981, persenyawaan bis-fenol pada umumnya lebih aktif sebagai antimikroba daripada monofenol. Kandungan kurkuminoid pada ekstrak temulawak lebih tinggi dibandingkan ekstrak kunyit dalam media VCO. Oleh karena itu daerah penghambatan yang ditunjukkan oleh produk yang mengandung ekstrak temulawak lebih besar dibandingkan produk yang mengandung ekstrak kunyit pada media yang ditumbuhi bakteri B.cereus Gambar 40. a b Gambar 40. Daerah penghambatan areal bening pada media yang ditumbuhi B. cereus ; a VCO dengan ekstrak temulawak; b VCO dengan ekstrak kunyit. Pada media yang ditumbuhi bakteri S.aureus, satu-satunya produk yang menunjukan adanya daerah penghambatan adalah VCO yang mengandung ekstrak temulawak Gambar 41, sedangkan produk lainnya menunjukan hasil yang negatif. Namun besarnya daerah penghambatan pada media yang ditumbuhi bakteri B. cereus lebih besar dibandingkan media yang ditumbuhi bakteri S.aureus . Hal ini disebabkan karena B.cereus maupun S.aureus, keduanya termasuk ke dalam bakteri gram positif. Namun B.cereus berbentuk batang, sedangkan S. aureus berbentuk kokus. Gram positif kokus S.aureus lebih tahan terhadap kunyit dibandingkan golongan bakteri gram positif berbentuk batang Suwanto, 1983. Gambar 41. Daerah penghambatan areal bening pada media yang ditumbuhi S. aureus oleh VCO yang mengandung ekstrak temulawak Pada media yang ditumbuhi bakteri S. Typhimurium, P.aeruginosa dan E.coli , semua sampel menunjukan tidak adanya daerah penghambatan. Fardiaz 1984 melaporkan bahwa ekstrak etil eter dari kunyit mempunyai efek mematikan terhadap Salmonella Typhimurium. Namun pada hasil pengujian menunjukan tidak adanya aktivitas antimikroba sampel dengan ekstrak kunyit pada S. Typhimurium. Hal ini dapat disebabkan oleh pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi berupa VCO yang tidak memiliki aktivitas antimikroba sebelum asam laurat yang terkandung di dalamnya diubah menjadi mono laurin. Selain itu Salmonella, P. aeruginosa dan E. coli termasuk ke dalam gram negatif. Bakteri yang termasuk dalam gram negatif lebih sulit untuk dihambat pertumbuhannya dibandingkan gram positif. Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks susunannya daripada dinding sel bakteri gram positif, dan komponen utama dinding selnya adalah lipoprotein dan lipopolisakarida Conn dan Stumpf, 1976 dalam Suwanto, 1983. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut melindungi sel bakteri dari berbagai macam zat-zat kimia yang bersifat racun bagi mikroba tersebut. Di sisi lain dinding sel bakteri gram positif akan bermuatan negatif sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat dari asam pada dinding selnya. Fenol merupakan senyawa alkohol yang bersifat asam. Sebagai asam lemah, senyawa-senyawa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion H + dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Gugus yang bermuatan negatif ini ditolak oleh dinding sel bakteri gram positif yang secara alami juga bermuatan negatif. Namun dalam suasana asam, fenol sebagai asam lemah tidak akan terdisosiasi, sehingga fenol secara keseluruhan dalam bentuk molekulnya akan lebih mudah melekat atau melewati dinding sel bakteri gram positif Conn dan Stumpf, 1976 dalam Suwanto, 1983.

5. Kapasitas antioksidan