Kapasitas antioksidan PENELITIAN TAHAP I

Pada media yang ditumbuhi bakteri S. Typhimurium, P.aeruginosa dan E.coli , semua sampel menunjukan tidak adanya daerah penghambatan. Fardiaz 1984 melaporkan bahwa ekstrak etil eter dari kunyit mempunyai efek mematikan terhadap Salmonella Typhimurium. Namun pada hasil pengujian menunjukan tidak adanya aktivitas antimikroba sampel dengan ekstrak kunyit pada S. Typhimurium. Hal ini dapat disebabkan oleh pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi berupa VCO yang tidak memiliki aktivitas antimikroba sebelum asam laurat yang terkandung di dalamnya diubah menjadi mono laurin. Selain itu Salmonella, P. aeruginosa dan E. coli termasuk ke dalam gram negatif. Bakteri yang termasuk dalam gram negatif lebih sulit untuk dihambat pertumbuhannya dibandingkan gram positif. Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks susunannya daripada dinding sel bakteri gram positif, dan komponen utama dinding selnya adalah lipoprotein dan lipopolisakarida Conn dan Stumpf, 1976 dalam Suwanto, 1983. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut melindungi sel bakteri dari berbagai macam zat-zat kimia yang bersifat racun bagi mikroba tersebut. Di sisi lain dinding sel bakteri gram positif akan bermuatan negatif sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat dari asam pada dinding selnya. Fenol merupakan senyawa alkohol yang bersifat asam. Sebagai asam lemah, senyawa-senyawa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion H + dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Gugus yang bermuatan negatif ini ditolak oleh dinding sel bakteri gram positif yang secara alami juga bermuatan negatif. Namun dalam suasana asam, fenol sebagai asam lemah tidak akan terdisosiasi, sehingga fenol secara keseluruhan dalam bentuk molekulnya akan lebih mudah melekat atau melewati dinding sel bakteri gram positif Conn dan Stumpf, 1976 dalam Suwanto, 1983.

5. Kapasitas antioksidan

Metode penentuan aktivitas antioksidan dalam aplikasinya pada minyak goreng dilakukan dengan menggunakan Active Oxygen Method AOM. Pada pengujian ini didasarkan pada indeks stabilitas minyak Oil Stability Index yang merupakan suatu bentuk otomatisasi pengembangan dari AOM. Alat yang digunakan untuk menentukan indeks stabilitas minyak adalah Rancimat TM . Prinsip dari AOM ini adalah minyak yang dipanaskan dengan selalu dialirkan udara 2.33 ml per tabung per detik, sehingga membentuk peroksida yang akan mengalami dekomposisi menjadi dua aldehid dan asam format HCOOH. Oksidasi pada aldehid juga mengarah pada pembentukan asam format. Asam format yang terbentuk merupakan asam volatil yang akan menguap saat dipanaskan. Udara yang berisi komponen volatil dilarutkan ke dalam air bebas ion, kemudian konduktivitas larutan tersebut ditentukan secara konduktimetri. Menurut Hadorn dan Zurcher 1974 yang dikutip oleh De Mann dan De Mann 1984, Kurva yang diperoleh dari titrasi komponen volatil secara potensiometri menunjukan bahwa asam-asam volatil yang terbentuk dalam uji AOM ini dapat dipergunakan sebagai dasar untuk deteksi titik akhir periode induksi secara otomatis. Titik akhir dalam metode AOCS dispesifikasikan sebagai waktu yang dibutuhkan sampel jam untuk mencapai bilangan peroksida 100 meqkg. Titik akhir dari metode AOM versi otomatis adalah waktu yang dibutuhkan jam untuk kenaikan tiba-tiba dari produksi asam format yang terjadi yang diukur dengan konduktometer. Produk yang diujikan merupakan VCO dengan kandungan zat pigmen tertinggi per gram bahan ujinya. Hal ini dikarenakan bahan yang diuji hanya sekian gram dari tiap produk dan dengan kadar zat pigmen yang semakin tinggi diharapkan hasil yang cukup baik. Minyak yang dijadikan sebagai pelarut produk yang diuji adalah minyak kedelai, karena asam lemak tidak jenuh pada minyak kedelai cukup tinggi akan mempermudah terjadinya oksidasi sehingga minyak tersebut menjadi tengik dan tidak layak dikonsumsi. Produk yang telah dilarutkan dalam minyak kedelai kemudian dipanaskan pada suhu 100 o C. Pemilihan suhu diusahakan agar waktu terjadinya oksidasi terdapat pada kisaran 4-15 jam Hudson, 1983. Waktu induksi yang dibutuhkan oleh kontrol minyak kedelai yaitu 7.40 jam, waktu induksi yang dibutuhkan oleh BHT dengan konsentrasi 200 ppm yaitu 8.82 jam, sedangkan waktu induksi yang dibutuhkan oleh masing-masing bahan yang diujikan sebagai berikut Tabel 14. Tabel 14. Waktu induksi yang dibutuhkan bahan uji dengan metode AOM Sampel T induksi jam proteksi Rasio VCO+Temulawak 11.75 1.59 0.18 VCO+Kunyit 10.68 1.44 0.16 VCO+Angkak 9.48 1.28 0.15 VCO+D.Kunyit 9.43 1.27 0.14 VCO+D.Suji 9.63 1.30 0.15 VCO murni 8.47 1.16 0.13 dengan dua kali ulangan Dari hasil pengujian menunjukan produk yang memiliki kapasitas antioksidan tertinggi adalah VCO yang mengandung ekstrak temulawak dan tertinggi kedua adalah VCO yang mengandung ekstrak kunyit. Kedua produk mengandung kurkuminoid yang merupakan zat pigmen dari kedua produk tersebut. Hal ini menunjukan bahwa kurkuminoid memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan zat pigmen dari bahan lainnya. Secara keseluruhan waktu induksi pada setiap sampel kecuali VCO melebihi waktu induksi BHT. Hal tersebut menunjukan bahwa penambahan ekstrak zat pigmen memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan kapasitas dan stabilitas antioksidan VCO, bahkan menunjukan hasil yang lebih baik dari antioksidan sintetik seperti BHT. Berdasarkan hasil pengujian Watanabe dan Ayano 1974 yang dikutip dalam Porter 1979, besar aktivitas antioksidan kunyit yang diekstrak menggunakan etanol memiliki waktu oksidasi 12.4 jam sedangkan kunyit yang diekstrak menggunakan air memiliki waktu oksidasi 7.0 jam. Waktu oksidasi yang dimiliki kunyit yang diekstrak dengan VCO menunjukan perbedaan yaitu 10.68 jam. Adanya perbedaan ini menunjukan bahwa besarnya aktivitas antioksidan juga ditentukan oleh pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi.

B. Penelitian Tahap II

Penelitian tahp II dilakukan untuk mengetahui stabilitas sifat fisiko-kimia produk terhadap sistem penggorengan. Seperti yang telah dijelaskan selain sebagai suplemen, VCO dapat digunakan sebagai minyak goreng. Selain itu adanya penambahan zat pigmen dari kunyit, temulawak, angkak, daun suji, serta daun kunyit yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi