Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil Dengan Ekstrak Zat Pigmen Dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit Serta Angkak dan Aplikasinya Pada Penggorengan Bahan Pangan

(1)

SKRIPSI

KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL

DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK,

KUNYIT, DAUN SUJI, DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN

APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN

Oleh

YUSMANETTI SARI

F 24103072

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,

DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUSMANETTI SARI F 24103072

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,

DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUSMANETTI SARI F 24103072

Dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1984 Di Bogor, Jawa Barat

Menyetujui,

Dr. Ir.Sedarnawati Yasni, M. Agr. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit, serta Angkak dan Aplikasinya dalam Penggorengan Bahan Pangan”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc dan Tjahja Muhandri, STP, MT selaku

dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Tan Chuan Cheng dan ibu Endang Sunaryo yang telah memprakarsai adanya penelitian ini. Terimakasih atas bantuan dana dan ilmunya. 4. Mbak Ari, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, dan Bu Rubiyah selaku

laboran atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

5. Papa, Mama, Kak Putra dan Adi tercinta atas semua kasih sayang, doa, restu dan dukungan yang tiada henti (Kupersembahkan karya ini untuk mereka).

6. Hario Wicaksono, S.Si dan keluarga atas dukungan , doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

7. Ika Anggie Wiasti as my lovely sista, “ Keep spirit! I trust u have a better future my dear”.

8. Anak-anak lab kimpang…Dian, Ina, Tuti, Andrea, Yeni, Aji,”Thanks a lot to make our lab wonderful”.

9. Teman-teman ITP 40…. Tim Bintang (Iin, Indach, Wati, Steph, Widhi, Acha, Adie), Balleboys (Danang, Denang, Arie, Tatan, dan yang lainnya), Karditz (Rucit, Anis, Ocha, Abdy, dan kawan-kawan), Windies (Tilo, Lilin, Nooy, dan anak Windies yang lain), Mitoel, Anas, Ratna, Agnes, Meiko, Andal, and last but not least Dhea sebagai teman seperjuangan selama ini.

10.Teman-teman ITP 39 dan 41 atas bantuan dan doa kepada penulis. 11.Teman-teman di pondok Malea Putri…Mbak kiki, Enno, Atiek, Hida,

Tessy, Widya, Rina, Yustin dan esp. Martha dan Mbak Icut atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak sempat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, 23 Agustus 2007


(5)

Yusmanetti Sari. F24103072. Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Ekstrak Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit serta Angkak dan Aplikasinya pada Penggorengan Bahan Pangan. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr.

RINGKASAN

Virgin coconut oil (VCO) adalah salah satu produk suplemen kesehatan yang memanfaatkan bahan alami, yaitu kelapa. Khasiat dari VCO telah diketahui oleh masyarakat luas, namun pemanfatan produk ini masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses ekstraksi zat pigmen dari temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak dengan teknik perendaman dalam VCO, dan menguji khasiatnya dengan mengukur kadar zat pigmen masing-masing sampel, serta peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba, pengaruhnya terhadap komposisi asam lemak VCO, dan stabilitas VCO dengan kandungan ekstrak zat pigmen pada salah satu sistem pangan, yaitu penggorengan. Pembuatan produk VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen ini meliputi persiapan bahan baku, proses ekstraksi dalam VCO, penyaringan dengan pompa vakum, dan pengemasan dalam botol gelap.

Selama proses ekstraksi dalam VCO terjadi perubahan pH, intensitas warna, dan kadar pigmen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh besarnya konsentrasi dan waktu ekstraksi yang menghasilkan kadar pigmen maksimum dari temulawak, kunyit dan daun suji diperoleh pada perbandingan 1:5 dengan lama waktu ekstraksi selama 5 hari, untuk angkak pada perbandingan 1:4 dengan lama waktu ekstraksi selama 1 hari, serta pada perbandingan 1:10 dengan lama waktu ekstraksi selama 4 hari untuk daun kunyit.

Secara umum adanya penambahan zat pigmen menyebabkan penurunan komposisi asam lemak dari jumlah awal asam lemak yang terkandung pada VCO. Namun adanya ekstrak zat pigmen yang terkandung dalam VCO menunjukan hasil positif pada peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba. Seluruh sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen kecuali VCO murni memiliki waktu induksi melebihi BHT. Nilai % proteksi tertinggi terdapat pada VCO dengan ekstrak dari temulawak dan kunyit. Aktivitas penghambatan juga hanya terdapat pada sampel dengan ekstrak kunyit dan temulawak terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus, sedangkan sampel VCO yang mengandung ekstrak bahan lain menunjukan hasil yang negatif terhadap seluruh bakteri uji.

Pengujian sampel VCO yang telah mengandung ekstrak zat pigmen maksimum pada aplikasi sistem pangan dilakukan dengan proses penggorengan. Setiap sampel digunakan untuk menggoreng kentang selama 1 jam, dan setiap 15 menit bahan yang digoreng diganti dengan yang baru, serta diambil sampel minyak bekas menggoreng. Untuk melihat pengaruh ekstrak zat pigmen dalam ketahanannya terhadap panas, setiap sampel diukur nilai TBA dan kadar asam lemak bebasnya. Sebagai kontrol perlakuan yang sama juga dilakukan pada minyak Barco yang dijual secara komersial dan VCO murni sebelum ditambahkan bahan apapun. Hasil pengujian secara umum menunjukan adanya kandungan ekstrak zat pigmen justru membuat minyak lebih cepat rusak dibandingkan VCO murni selama proses penggorengan. Hal ini ditunjukan dengan nilai TBA dan kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan VCO murni maupun minyak barco.


(6)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

... A. Virgin Coconut Oil (VCO) ... 4

B. Temulawak ... 5

C. Kunyit ... 9

D. Daun Suji ... 12

E. Angkak ... 14

F. Antioksidan ... 17

G. Antimikroba ... 18

H. Proses Penggorengan dan Kerusakan Minyak ... 20

III. METODOLOGI ... 22

A. Waktu dan Tempat ... 22

B. Alat dan Bahan ... 22

C. Metode Penelitian ... 22

D. Prosedur Analisis ... 27

... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Penelitian Tahap I... 38

... B. Penelitian Tahap II ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80


(7)

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 86

DAFTAR TABEL Tabel 1.Standar mutu VCO ... 4

Tabel 2. Komposisi asam lemak VCO ... 5

Tabel 3. Komposisi temulawak ... 7

Tabel 4. Kandungan minyak atsiri rimpang temulawak ... 7

Tabel 5. Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit pada ketinggian daerah yang berbeda ... 11

Tabel 6. Komposisi suplemen angkak ... 17

Tabel 7. Syarat mutu minyak goreng ... 20

Tabel 8. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi ... 40

Tabel 9. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi ... 39

Tabel 10. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak kunyit dan temulawak 64 Tabel 11. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak daun suji dan daun kunyit ... 65

Tabel 12. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak angkak ... 66

Tabel 13. Diameter penghambatan sampel terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus ... 67

Tabel 14. Waktu induksi yang dibutuhkan sampel dengan metode AOM ... 71


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman temulawak ... 6

Gambar 2. Rimpang temulawak ... 6

Gambar 3. Struktur kurkuminoid ... 8

Gambar 4. Tanaman kunyit ... 9

Gambar 5. Rimpang kunyit ... 10

Gambar 6. Daun kunyit ... 11

Gambar 7. Daun suji ... 12

Gambar 8. Rumus bangun klorofil a dan klorofil b ... 14

Gambar 9. Angkak ... 15

Gambar 10. Rumus molekul pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh Monascus 15 Gambar 11. Diagram alir prosedur kerja penelitian pendahuluan ... 25

Gambar 12. Diagram alir prosedur kerja penelitian lanjutan ... 26

Gambar 13. Grafik hubungan konduktivitas dan waktu induksi ... 32

Gambar 14. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi temulawak . 43 Gambar 15. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 44

... Gambar 16. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi temulawak 45 Gambar 17. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 18. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 19. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi kunyit ... 47

Gambar 20. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 48

... Gambar 21. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi kunyit .... 49

Gambar 22. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi kunyit ... 49 Gambar 23. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi kunyit . 50


(9)

Gambar 24. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun suji ... 51 Gambar 25. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 52 ... Gambar 26. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun suji 53 Gambar 27. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi daun suji . 53 Gambar 28. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi daun suji 54 Gambar 29. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun kunyit .. 55 Gambar 30. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun kunyit ... 56 ... Gambar 31. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 57 Gambar 32. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 58 Gambar 33. Perubahan tingkat kebiruan selama proses ekstraksi daun kunyit 58 Gambar 34. Hasil pemindaian (scanning) panjang gelombang zat pigmen hasil

ekstraksi angkak ... 60 Gambar 35. Perubahan kadar pigmen selama proses ekstraksi angkak ... 61 Gambar 36. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak ... 61 ... Gambar 37. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi angkak ... 62 Gambar 38. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi angkak .. 63 Gambar 39. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi angkak . 63 Gambar 40. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-

buhi B. cereus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 41. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-

buhi S. aureus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 42. Warna bahan hasil penggorengan dengan menggunakan Barco,

VCO murni, VCO dengan ekstrak angkak, kunyit, temulawak, daun suji dan daun kunyit... 74 Gambar 43. Perubahan warna sampel selama proses penggorengan dari 15-60

menit dengan intensitas penggorengan 1-4 kali pada VCO dengan ekstrak kunyit, VCO dengan ekstrak temulawak, Barco, VCO,


(10)

VCO dengan ekstrak daun suji, VCO dengan ekstrak angkak,

dan VCO dengan ekstrak daun kunyit... 75

Gambar 44. Reaksi-reaksi kimia pada minyak selama proses penggorengan... 76

Gambar 45.Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan... 77

Gambar 46.Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan 79

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil proksimat temulawak dan kunyit kering ... 86

Lampiran 2. Hasil proksimat daun suji dan daun kunyit kering ... 86

Lampiran 3. Hasil proksimat angkak kering ... 86

Lampiran 4. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi temulawak ... 87

Lampiran 5. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak temulawak ... 88

Lampiran 6. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 89

Lampiran 7. Perubahan intensitas warna temulawak selama proses ekstraksi 90 Lampiran 8. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi kunyit ... 91

Lampiran 9. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak kunyit ... 92

Lampiran 10. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 93

Lampiran 11. Perubahan intensitas warna kunyit selama proses ekstraksi... 94

Lampiran 12. Rendemen dan kadar klorofil hasil ekstraksi daun suji ... 95

Lampiran 13. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar klorofil ekstrak daun suji ... 96

Lampiran 14. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 97


(11)

SKRIPSI

KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL

DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK,

KUNYIT, DAUN SUJI, DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN

APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN

Oleh

YUSMANETTI SARI

F 24103072

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,

DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUSMANETTI SARI F 24103072

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PROSES PENGAYAAN VIRGIN COCONUT OIL DENGAN EKSTRAK ZAT PIGMEN DARI TEMULAWAK, KUNYIT, DAUN SUJI,

DAUN KUNYIT SERTA ANGKAK DAN APLIKASINYA PADA PENGGORENGAN BAHAN PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUSMANETTI SARI F 24103072

Dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1984 Di Bogor, Jawa Barat

Menyetujui,

Dr. Ir.Sedarnawati Yasni, M. Agr. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP


(14)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit, serta Angkak dan Aplikasinya dalam Penggorengan Bahan Pangan”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc dan Tjahja Muhandri, STP, MT selaku

dosen penguji atas arahan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Tan Chuan Cheng dan ibu Endang Sunaryo yang telah memprakarsai adanya penelitian ini. Terimakasih atas bantuan dana dan ilmunya. 4. Mbak Ari, Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Koko, dan Bu Rubiyah selaku

laboran atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

5. Papa, Mama, Kak Putra dan Adi tercinta atas semua kasih sayang, doa, restu dan dukungan yang tiada henti (Kupersembahkan karya ini untuk mereka).

6. Hario Wicaksono, S.Si dan keluarga atas dukungan , doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

7. Ika Anggie Wiasti as my lovely sista, “ Keep spirit! I trust u have a better future my dear”.

8. Anak-anak lab kimpang…Dian, Ina, Tuti, Andrea, Yeni, Aji,”Thanks a lot to make our lab wonderful”.

9. Teman-teman ITP 40…. Tim Bintang (Iin, Indach, Wati, Steph, Widhi, Acha, Adie), Balleboys (Danang, Denang, Arie, Tatan, dan yang lainnya), Karditz (Rucit, Anis, Ocha, Abdy, dan kawan-kawan), Windies (Tilo, Lilin, Nooy, dan anak Windies yang lain), Mitoel, Anas, Ratna, Agnes, Meiko, Andal, and last but not least Dhea sebagai teman seperjuangan selama ini.

10.Teman-teman ITP 39 dan 41 atas bantuan dan doa kepada penulis. 11.Teman-teman di pondok Malea Putri…Mbak kiki, Enno, Atiek, Hida,

Tessy, Widya, Rina, Yustin dan esp. Martha dan Mbak Icut atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak sempat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, 23 Agustus 2007


(15)

Yusmanetti Sari. F24103072. Kajian Proses Pengayaan Virgin Coconut Oil dengan Ekstrak Zat Pigmen dari Temulawak, Kunyit, Daun Suji, Daun Kunyit serta Angkak dan Aplikasinya pada Penggorengan Bahan Pangan. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr.

RINGKASAN

Virgin coconut oil (VCO) adalah salah satu produk suplemen kesehatan yang memanfaatkan bahan alami, yaitu kelapa. Khasiat dari VCO telah diketahui oleh masyarakat luas, namun pemanfatan produk ini masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses ekstraksi zat pigmen dari temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak dengan teknik perendaman dalam VCO, dan menguji khasiatnya dengan mengukur kadar zat pigmen masing-masing sampel, serta peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba, pengaruhnya terhadap komposisi asam lemak VCO, dan stabilitas VCO dengan kandungan ekstrak zat pigmen pada salah satu sistem pangan, yaitu penggorengan. Pembuatan produk VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen ini meliputi persiapan bahan baku, proses ekstraksi dalam VCO, penyaringan dengan pompa vakum, dan pengemasan dalam botol gelap.

Selama proses ekstraksi dalam VCO terjadi perubahan pH, intensitas warna, dan kadar pigmen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh besarnya konsentrasi dan waktu ekstraksi yang menghasilkan kadar pigmen maksimum dari temulawak, kunyit dan daun suji diperoleh pada perbandingan 1:5 dengan lama waktu ekstraksi selama 5 hari, untuk angkak pada perbandingan 1:4 dengan lama waktu ekstraksi selama 1 hari, serta pada perbandingan 1:10 dengan lama waktu ekstraksi selama 4 hari untuk daun kunyit.

Secara umum adanya penambahan zat pigmen menyebabkan penurunan komposisi asam lemak dari jumlah awal asam lemak yang terkandung pada VCO. Namun adanya ekstrak zat pigmen yang terkandung dalam VCO menunjukan hasil positif pada peningkatan kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba. Seluruh sampel VCO yang mengandung ekstrak zat pigmen kecuali VCO murni memiliki waktu induksi melebihi BHT. Nilai % proteksi tertinggi terdapat pada VCO dengan ekstrak dari temulawak dan kunyit. Aktivitas penghambatan juga hanya terdapat pada sampel dengan ekstrak kunyit dan temulawak terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus, sedangkan sampel VCO yang mengandung ekstrak bahan lain menunjukan hasil yang negatif terhadap seluruh bakteri uji.

Pengujian sampel VCO yang telah mengandung ekstrak zat pigmen maksimum pada aplikasi sistem pangan dilakukan dengan proses penggorengan. Setiap sampel digunakan untuk menggoreng kentang selama 1 jam, dan setiap 15 menit bahan yang digoreng diganti dengan yang baru, serta diambil sampel minyak bekas menggoreng. Untuk melihat pengaruh ekstrak zat pigmen dalam ketahanannya terhadap panas, setiap sampel diukur nilai TBA dan kadar asam lemak bebasnya. Sebagai kontrol perlakuan yang sama juga dilakukan pada minyak Barco yang dijual secara komersial dan VCO murni sebelum ditambahkan bahan apapun. Hasil pengujian secara umum menunjukan adanya kandungan ekstrak zat pigmen justru membuat minyak lebih cepat rusak dibandingkan VCO murni selama proses penggorengan. Hal ini ditunjukan dengan nilai TBA dan kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan VCO murni maupun minyak barco.


(16)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

... A. Virgin Coconut Oil (VCO) ... 4

B. Temulawak ... 5

C. Kunyit ... 9

D. Daun Suji ... 12

E. Angkak ... 14

F. Antioksidan ... 17

G. Antimikroba ... 18

H. Proses Penggorengan dan Kerusakan Minyak ... 20

III. METODOLOGI ... 22

A. Waktu dan Tempat ... 22

B. Alat dan Bahan ... 22

C. Metode Penelitian ... 22

D. Prosedur Analisis ... 27

... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Penelitian Tahap I... 38

... B. Penelitian Tahap II ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80


(17)

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 86

DAFTAR TABEL Tabel 1.Standar mutu VCO ... 4

Tabel 2. Komposisi asam lemak VCO ... 5

Tabel 3. Komposisi temulawak ... 7

Tabel 4. Kandungan minyak atsiri rimpang temulawak ... 7

Tabel 5. Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit pada ketinggian daerah yang berbeda ... 11

Tabel 6. Komposisi suplemen angkak ... 17

Tabel 7. Syarat mutu minyak goreng ... 20

Tabel 8. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi ... 40

Tabel 9. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi ... 39

Tabel 10. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak kunyit dan temulawak 64 Tabel 11. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak daun suji dan daun kunyit ... 65

Tabel 12. Komposisi asam lemak VCO dengan ekstrak angkak ... 66

Tabel 13. Diameter penghambatan sampel terhadap bakteri B. cereus dan S. aureus ... 67

Tabel 14. Waktu induksi yang dibutuhkan sampel dengan metode AOM ... 71


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman temulawak ... 6

Gambar 2. Rimpang temulawak ... 6

Gambar 3. Struktur kurkuminoid ... 8

Gambar 4. Tanaman kunyit ... 9

Gambar 5. Rimpang kunyit ... 10

Gambar 6. Daun kunyit ... 11

Gambar 7. Daun suji ... 12

Gambar 8. Rumus bangun klorofil a dan klorofil b ... 14

Gambar 9. Angkak ... 15

Gambar 10. Rumus molekul pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh Monascus 15 Gambar 11. Diagram alir prosedur kerja penelitian pendahuluan ... 25

Gambar 12. Diagram alir prosedur kerja penelitian lanjutan ... 26

Gambar 13. Grafik hubungan konduktivitas dan waktu induksi ... 32

Gambar 14. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi temulawak . 43 Gambar 15. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 44

... Gambar 16. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi temulawak 45 Gambar 17. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 18. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi temulawak 46 Gambar 19. Perubahan kadar kurkumin selama proses ekstraksi kunyit ... 47

Gambar 20. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 48

... Gambar 21. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi kunyit .... 49

Gambar 22. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi kunyit ... 49 Gambar 23. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi kunyit . 50


(19)

Gambar 24. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun suji ... 51 Gambar 25. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 52 ... Gambar 26. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun suji 53 Gambar 27. Perubahan tingkat kehijauan selama proses ekstraksi daun suji . 53 Gambar 28. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi daun suji 54 Gambar 29. Perubahan kadar klorofil selama proses ekstraksi daun kunyit .. 55 Gambar 30. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun kunyit ... 56 ... Gambar 31. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 57 Gambar 32. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi daun kunyit 58 Gambar 33. Perubahan tingkat kebiruan selama proses ekstraksi daun kunyit 58 Gambar 34. Hasil pemindaian (scanning) panjang gelombang zat pigmen hasil

ekstraksi angkak ... 60 Gambar 35. Perubahan kadar pigmen selama proses ekstraksi angkak ... 61 Gambar 36. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak ... 61 ... Gambar 37. Perubahan tingkat kecerahan selama proses ekstraksi angkak ... 62 Gambar 38. Perubahan tingkat kemerahan selama proses ekstraksi angkak .. 63 Gambar 39. Perubahan tingkat kekuningan selama proses ekstraksi angkak . 63 Gambar 40. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-

buhi B. cereus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 41. Daerah penghambatan (areal bening) pada media yang ditum-

buhi S. aureus oleh VCO dengan ekstrak temulawak dan kunyit 68 Gambar 42. Warna bahan hasil penggorengan dengan menggunakan Barco,

VCO murni, VCO dengan ekstrak angkak, kunyit, temulawak, daun suji dan daun kunyit... 74 Gambar 43. Perubahan warna sampel selama proses penggorengan dari 15-60

menit dengan intensitas penggorengan 1-4 kali pada VCO dengan ekstrak kunyit, VCO dengan ekstrak temulawak, Barco, VCO,


(20)

VCO dengan ekstrak daun suji, VCO dengan ekstrak angkak,

dan VCO dengan ekstrak daun kunyit... 75

Gambar 44. Reaksi-reaksi kimia pada minyak selama proses penggorengan... 76

Gambar 45.Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan... 77

Gambar 46.Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan 79

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil proksimat temulawak dan kunyit kering ... 86

Lampiran 2. Hasil proksimat daun suji dan daun kunyit kering ... 86

Lampiran 3. Hasil proksimat angkak kering ... 86

Lampiran 4. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi temulawak ... 87

Lampiran 5. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak temulawak ... 88

Lampiran 6. Perubahan pH selama proses ekstraksi temulawak ... 89

Lampiran 7. Perubahan intensitas warna temulawak selama proses ekstraksi 90 Lampiran 8. Rendemen dan kadar kurkumin hasil ekstraksi kunyit ... 91

Lampiran 9. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin ekstrak kunyit ... 92

Lampiran 10. Perubahan pH selama proses ekstraksi kunyit ... 93

Lampiran 11. Perubahan intensitas warna kunyit selama proses ekstraksi... 94

Lampiran 12. Rendemen dan kadar klorofil hasil ekstraksi daun suji ... 95

Lampiran 13. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar klorofil ekstrak daun suji ... 96

Lampiran 14. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun suji ... 97


(21)

Lampiran 16. Rendemen dan kadar klorofil hasil ekstraksi daun kunyit ... 99

Lampiran 17. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar klorofil ekstrak daun kunyit ... 100

Lampiran 18. Perubahan pH selama proses ekstraksi daun kunyit ... 101

Lampiran 19. Perubahan intensitas warna daun suji selama proses ekstraksi 102

Lampiran 20. Rendemen dan kadar pigmen hasil ekstraksi angkak ... 103

Lampiran 21. Hasil sidik ragam (ANOVA) pengaruh konsentrasi dan lama ekstraksi terhadap kadar pigmen ekstrak angkak ... 104

Lampiran 22. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak dalam VCO .... 105

Lampiran 23. Perubahan intensitas warna angkak selama proses ekstraksi... 106

Lampiran 24. Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan .. 107

Lampiran 25. Perubahan kadar asam lemak bebas selama penggorengan ... 108

Lampiran 26. Foto produk hasil ekstraksi temulawak dalam VCO ... 109

Lampiran 27. Foto produk hasil ekstraksi kunyit dalam VCO ... 109

Lampiran 28. Foto produk hasil ekstraksi daun suji dalam VCO ... 109

Lampiran 29. Foto produk hasil ekstraksi daun kunyit dalam VCO ... 109

Lampiran 30. Foto produk hasil ekstraksi angkak dalam VCO ... 109


(22)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fakta yang menunjukan berbagai manfaat minyak kelapa saat ini telah menghapus mitos yang menyebutkan bahwa minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh, sehingga berdampak buruk bagi kesehatan. Kandungan asam lemak jenuh dianggap dapat menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, terutama Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Syah, 2005). Munculnya temuan manfaat tersebut telah menyebabkan masyarakat berlomba-lomba untuk memproduksi minyak kelapa tanpa melalui proses panas yang dikenal dengan Virgin Coconut Oil.

Virgin Oil sendiri memiliki arti minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak, yang diperoleh dengan perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi (Codex Allymentarius, 1999).

Dilihat dari komponen yang terkandung pada Virgin Coconut Oil (VCO) yang sebagian besar terdiri dari Medium Chain Fatty Acid (MCFA), maka VCO dapat memberikan beberapa manfaat bagi kesehatan tubuh. Asam-asam lemak yang tergolong Medium Chain Fatty Acid (MCFA) dapat merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi. Selain itu zat ini dapat berfungsi sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa (Fife, 2004). Dan yang paling penting VCO dapat memerangi penyakit jantung dan menurunkan kolesterol darah (Price, 2005).

Saat ini produksi VCO yang diperdagangkan sebagai suplemen pangan dalam bentuk larutan semakin banyak, terutama karena kegunaan VCO yang beragam. Namun jenis-jenis produk tersebut belum dikembangkan secara luas. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan VCO dengan menambahkan zat pigmen dari bahan-bahan alami seperti temulawak, kunyit, daun kunyit, daun suji dan angkak. Selain bertujuan untuk


(23)

meningkatkan penampilan produk agar lebih menarik, zat pigmen yang ditambahkan juga memiliki nilai fungsional, sehingga dapat meningkatkan manfaat dari produk VCO itu sendiri. Contohnya klorofil hasil ekstraksi dari daun suji dan daun kunyit memiliki manfaat sebagai antioksidan yang dapat memerangi radikal bebas pada tubuh (Ferruzi, 2002), zat pigmen merah dari angkak yang dapat meningkatkan trombosit darah sangat cocok untuk penderita demam berdarah (Nurhidayat, 2004), dan lain-lain. Adanya penambahan zat pewarna alami itu juga dapat meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam VCO, misalnya kandungan mineral, asam lemak, dan minyak esensial yang terkandung pada temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit serta angkak yang ikut terekstrak bersama zat pigmen.

Selain sebagai suplemen, VCO dapat digunakan sebagai minyak untuk menggoreng. Namun sejauh ini belum ada penelitian yang mengkaji kualitasnya selama digunakan dalam proses penggorengan, termasuk setelah ditambahkan dengan ekstrak zat pigmen dari bahan-bahan alami yang salah satu fungsinya sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas penyebab oksidasi pada minyak. Oleh karena itu pengujian kualitas VCO dalam aplikasinya pada salah satu sistem pangan, yaitu proses penggorengan, menjadi salah satu tujuan lain dari penelitian ini.

B. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi ekstrak dan lamanya waktu ekstraksi yang paling maksimal dari jumlah temulawak, kunyit, daun kunyit, daun suji, dan angkak yang ditambahkan dalam VCO serta mengetahui stabilitas sifat fisiko-kimia VCO yang telah ditambahkan ekstrak zat pigmen pada aplikasinya dalam penggorengan bahan pangan. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh cara pengeringan sampel terhadap kadar air dan kadar kurkumin produk yang dihasilkan; (2) kapasitas antioksidan dan aktivitas antimikroba VCO yang ditambahkan dengan zat pigmen; (3) komposisi asam lemak yang terkandung dalam VCO yang mengandung zat pigmen; dan (4) pengaruh kerusakan VCO yang ditambah zat pigmen pada proses penggorengan bahan pangan.


(24)

C. MANFAAT

Dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan berbagai jenis produk VCO (Virgin Coconut Oil), dengan merendam bahan-bahan alami dalam VCO serta diketahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologis yang bermanfaat dalam aplikasinya sehari-hari.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Virgin Oil adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak yang diperoleh dengan hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan dan sentrifugasi (Codex Allimentarius, 1999). Standar mutu VCO dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Standar Mutu VCO

Karakteristik Kandungan

Kadar air (%) 0.1-0.5

Bilangan Peroksida (mg oksigen/100 mg contoh) Maks 3.0 Bilangan Penyabunan (mg KOH/g contoh) 250-260

Bilangan Asam (mg KOH/g contoh) Maks 13

Kadar Asam Lemak Bebas (% asam laurat) Maks 0.5

Warna Jernih kristal

Sumber : Codex Stan 19-1981 (rev. 2 -1999)

Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan asam lemak tak jenuh (10%). Kandungan asam lemak jenuh pada VCO tergolong Medium Chain Fatty Acid (MCFA). MCFA merupakan asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, antara lain merangsang produksi inulin, sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi. Komposisi asam lemak VCO lainnya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain MCFA yang terkandung dalam VCO, asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek lainnya seperti asam kaprat, kaplirat dan miristat dapat berperan positif dalam pembakaran nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain dari zat ini adalah sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa (Fife, 2004).


(26)

Asam lemak jenuh

Asam lemak Jumlah (%)

Asam kaproat 0.5

Asam kaplirat 8.0

Asam kaprat 7.0

Asam laurat 48.0

Asam miristat 17.0

Asam palmitat 9.0

Asam stearat 2.0

Asam arakhidat 0.1

Asam dodekanoat 0.0

Total asam lemak jenuh 91.6 Asam lemak tak jenuh

Asam lemak Jumlah (%)

Asam palmitoleat 0.1

Asam oleat 6.0

Asam linoleat 0.1

Asam α – linoleat 0

Total asam lemak tak jenuh 6.2

Sumber : Riset Muhammad Ahkam Subroto (Duryanto dalam Trubus, Oktober 2005)

B. TEMULAWAK (Curcuma xanthorhiza Roxb.)

Temulawak adalah salah satu tanaman rempah yang banyak ditemukan di Indonesia. Di daerah Jawa Barat dikenal dengan sebutan Koneng Gede, sedangkan di Madura dikenal dengan nama Temolobak. Temulawak termasuk dalam famili Zingiberaceae, genus Curcuma dan spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung sinar matahari. Namun tanaman ini masih dapat tumbuh di tempat yang terik matahari, seperti di tanah tegalan. Tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah iklim tropis. Suhu udara yang baik adalah 19-30oC. Tanaman ini membutuhkan curah hujan tahunan antara 1000-4000 mm/tahun. Temulawak dapat beradaptasi dengan baik di segala jenis tanah, baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir, maupun tanah liat. Temulawak dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 0-1500 meter di atas permukaan laut. Namun berdasarkan penelitian, temulawak yang tumbuh di dataran rendah sampai sedang antara 240-450 m dari permukaan laut dapat memproduksi rimpang dengan jumlah yang lebih tinggi (Afifah, 2005).


(27)

Gambar 1. Tanaman temulawak

Rimpang temulawak adalah bagian utama yang sering dimanfaatkan. Rimpang ini dibagi menjadi rimpang induk dan rimpang cabang. Rimpang induk berbentuk silindris, bulat, berbuku-buku, berdiameter sekitar 5 cm atau lebih dan panjang sekitar 10 cm, sedangkan rimpang cabang berbentuk silindris berwarna kekuningan kelabu dan mengkilat. Rimpang-rimpang ini berbau harum dan tajam, serta memiliki rasa pahit agak pedas.

Gambar 2. Rimpang temulawak

Rimpang temulawak dipanen pada saat masa tanaman berumur 9-12 bulan, yaitu setelah bagian tanaman yang berada di atas tanah mulai mengering dan mati. Setiap rimpang dapat menghasilkan 1.0-1.2 Kg rimpang induk dan rimpang cabang. Tanaman temulawak menghasilkan rimpang induk berbentuk bulat dengan jumlah rimpang cabang 3-7 buah. Bila dibiarkan tumbuh lebih dari setahun maka akan tumbuh rimpang cukup banyak.


(28)

Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa, dan mineral. Kadar protein temulawak cukup tinggi, yaitu sebesar 1.5 %, yang melebihi kandungan protein pada pati jagung (0.8%), pati gandum (0.6%), dan pati kentang (0.4%). Komposisi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Komposisi temulawak

No. Komponen Besaran

1. Abu 0.37 %

2. Protein 1.52 %

3. Lemak 1.35 %

4. Serat Kasar 0.80 %

5. Karbohidrat 79.96 %

6. Kurkumin 15.00 ppm

7. Karbon 11.45 ppm

8. Natrium 6.38 ppm

9. Calsium 19.07 ppm

10. Magneium 12.72 ppm

11. Ferrum 6.68 ppm

12. Mangan 0.82 ppm

13. Cadmium 0.02 ppm

Kandungan minyak atsiri temulawak dipengaruhi pula oleh umur rimpang. Kandungan tertinggi pada saat umur rimpang 8-12 bulan (Sukardi, 1993). Rimpang dengan umur 12 bulan mempunyai kandungan minyak atsiri terbesar, dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Minyak Atsiri Rimpang Temulawak Umur rimpang (bulan) Persentase

8 4.6 10 5.2 12 5.3 15 5.1 Sumber : Sirait et al. (1985)

Komponen kurkuminoid merupakan senyawa penciri yang berwarna kuning yang diketahui memiliki aktivitas sitotoksik. Kandungan utama kurkuminoid


(29)

terdiri dari senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Gambar 3). Disamping tiga senyawa utama tersebut terdapat senyawa lain yang digolongkan ke dalam senyawa kurkuminoid, yaitu monometoksi-kurkumin, ortohidrokurkumin, dihidrokurkumin, heksahidrokurkumin dan senyawa turunan kurkumin.

Gambar 3. Struktur kurkuminoid

Kurkuminoid pada temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksi kurkumin. Kurkuminoid memiliki aroma yang khas, tidak bersifat toksik (tidak beracun), dan berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit.

Kurkumin memiliki rumus molekul C21H20O6 (BM 368). Dalam suasana asam, kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga dan dalam suasana basa berwarna merah. Hal tersebut disebabkan sistem tautometri pada molekulnya. Pada pH di atas 7 kurkumin mengalami disosiasi dan degradasi membentuk asam ferulat dan feruloilmetan. Sifat kurkumin yang penting adalah sensitifitasnya terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin (Tonensen dan Karlsen, 1985 dalam Yusnira, 2005). Pada minyak atsiri terkandung isofuranogermakren, trisiklin, allo-aromadendren, germakren dan xanthorrhizol yang merupakan komponen khas temulawak (Pursglove et al., 1981). Xanthorrhizol biasanya bergabung dengan kurkumin (Konchedorfer dan Ketaren, 1988 dalam Yusnira, 2005).

Penggunaan kurkuminoid telah diketahui sebagai bahan aditif dan bahan pewarna alam. Manfaat lain dari kurkuminoid adalah dapat menetralkan racun, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah (Yasni et al., 1993 dalam Yusnira, 2005), antibakteri dan analgetik (Hentschel et al., 1996 dalam Yusnira,


(30)

2005), antiinflamasi (Ozaki, 1990 dalam Yusnira, 2005) antitumor (Itokawa et al., 1990 dalam Yusnira, 2005), dan sebagai antioksidan penangkal senyawa radikal penyebab arteriosklerosis, penyakit jantung koroner serta kanker (Subarnas dan Sidik, 1997). Menurut Darwis et al. (1991), kurkuminoid temulawak dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya pencernaan lebih sempurna. Karena kurkuminoid rimpang temulawak tidak mengandung bisdesmetoksikurkumin, rimpang temulawak lebih efektif untuk sekresi empedu. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kerja bisdesmetoksikurkumin untuk sekresi empedu berlawanan atau antagonis dengan aktivitas kerja kurkumin dan desmetoksikurkumin (Afifah, 2005).

C. KUNYIT (Curcuma domestica VAL)

Tanaman kunyit termasuk ke dalam famili Zingiberaceae, genus Curcuma, dan spesies Curcuma domestica VALET. Di berbagai daerah kunyit dikenal dengan nama yang beragam, misalnya kunyir, koneng, koneng temen (sunda), kuning (Gayo, Batak), temu koneng (Madura), dan lain-lain.

Kunyit termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Susunan tubuh tanaman terdiri atas akar, rimpang, batang semu, pelepah daun, daun, tangkai bunga dan kuntum bunga.

Gambar 4. Tanaman Kunyit

Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis, baik di dataran rendah dan dataran tinggi sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Kondisi optimum suhu udara untuk pertumbuhan kunyit yang baik berkisar antara 19o-30oC dan curah hujan antara 1.400-1.500 mm per tahun. Berdasarkan


(31)

penelitian Otih Rostiana et al. (1990) dalam Rukmana (1994), ketinggian tempat berpengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun, bobot rimpang basah maupun kering, kadar kurkumin, pati dan minyak atsiri. Tanaman yang tumbuh di dataran tinggi memiliki kadar pati dan minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan zat yang sama dari tanaman yang tumbuh di dataran rendah. Namun produksi rimpang kunyit lebih banyak dihasilkan dari tanaman di dataran rendah dibandingkan dengan tanaman di dataran tinggi. Kunyit dapat beradaptasi dengan baik di segala jenis tanah, dan tanah yang paling baik adalah tanah liat berpasir yang gembur, subur, dan memiliki pengairan air yang baik.

Rimpang kunyit bercabang-cabang dan secara keseluruhan membentuk rumpun. Kedalaman rimpang dalam tanah sekitar 16 cm, panjang akar sekitar 22.50 cm, tebal rimpang muda 1.61 cm dan rimpang tua 4 cm. Bentuk rimpang bervariasi, tetapi umumnya berbentuk bulat panjang. Kulit rimpang muda berwarna kuning-muda dan dagingnya berwarna kuning. Kulit rimpang tua berwarna jingga-kecoklatan dan dagingnya jingga-cerah agak kuning. Rasa rimpang enak, berbau khas aromatik, sedikit agak pahit, dan pedas.

Gambar 5. Rimpang kunyit

Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama. Bentuk umbi utama bervariasi antara bulat-panjang, pendek dan tebal, lurus atau melengkung. Batang tanaman kunyit relatif pendek membentuk batang semu dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup satu sama lain.

Menurut Purseglove et al. (1981), saat pemanenan rimpang kunyit paling baik adalah saat tanaman berumur 9 bulan atau ketika batang dan daunnya telah mengering. Umbi batang dan rimpang yang tua serta yang disimpan lebih lama


(32)

warnanya lebih tua dan lebih baik dibandingkan dengan rimpang muda. Demikian juga daya tahannya lebih lama dan lebih kuat (Darwis et al., 1991).

Gambar 6. Daun kunyit

Daun tumbuh berjumbai dengan ukuran panjang sekitar 35 cm, lebar 14 cm, berwarna hijau, dan tiap tanaman terdiri atas 9-10 daun. Bunga keluar dari ujung batang semu dengan panjang karangan (inflorecentia) bunga 10-15 cm serta berwarna merah. Kuntum bunga tumbuh tunggal berwarna putih-pucat atau kuning, dan mekarnya bersamaan. Daun-daun pelindung bunga berwarna putih atau putih bergaris hijau dan ujungnya merah jambu, sedangkan yang terletak di bagian bawah berwarna hijau muda.

Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit tua adalah minyak atsiri, pati, zat pahit, resin, protein, selulosa, dan beberapa mineral lain (Rukmana, 1994). Rimpang kunyit yang dihasilkan dari dataran rendah kandungan kimianya lebih tinggi daripada rimpang kunyit dari dataran tinggi (Tabel 5).

Tabel 5. Kandungan zat kimia pada rimpang kunyit pada ketinggian daerah yang berbeda

Kandungan zat (bobot kering)

Dataran rendah (240 m di atas permukaan laut)

Dataran tinggi (1200 m di atas permukaan laut)

Kadar minyak atsiri (%) 1.8100 1.4600

Kadar pati (%) 55.0300 47.8100

Kadar serat (%) 3.4400 2.8700

Kadar abu (%) 6.4700 7.5200

Indeks bias 1.5030 1.5086

Bobot jenis 0.9300 0.9465

Warna minyak kuning Kuning

Sumber: Taryono, dkk (1988)

Komponen utama yang terpenting dalam rimpang kunyit adalah kurkuminoid dan minyak atsiri. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) menyatakan bahwa kandungan kurkumin rimpang


(33)

kunyit rata-rata 10.92%. Berbeda dengan temulawak, kurkuminoid yang terkandung pada kunyit terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin. Kurkuminoid merupakan komponen zat pigmen yang memberikan warna kuning tua (oranye) pada kunyit. Warna ini sangat dipengaruhi oleh pH. Warna kuning cerah diperoleh pada pH asam. Kandungan kurkuminoid yang terdapat dalam kunyit telah diketahui memiliki banyak manfaat dan memiliki aktivitas biologis dengan spektrum luas, diantaranya memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan dan antihepatoksik (Rukmana, 1994).

D. DAUN SUJI ( Pleomele angustifolia, N.E. Brown)

Suji (Pleomele angustifolia, N.E. Brown) adalah tanaman perdu yang banyak tumbuh liar di pulau Jawa hingga ketinggian 1200 m. Tingginya 2-7 meter, bila hanya sendiri dapat tumbuh sebagai pohon kecil yang banyak cabangnya. Daunnya agak kaku, berbentuk lancet-garis, berwarna hijau gelap, meruncing atau sangat runcing dengan panjang pada umumnya 10 – 25 cm dan lebar 0.9 – 1.5 cm (Ochse dan Bachizen, 1977 dalam Hakim, 2005).

Gambar 7. Daun suji

Menurut klasifikasi botani, tanaman suji termasuk ordo Liliflorae, sub ordo Lilineae, famili Liliaceae, genus Pleomele dan spesies Pleomele angustifolia. Daun suji terdapat dalam bentuk yang berbeda dan yang paling banyak ditemukan di Pulau Jawa adalah jenis Typica dan Minor.

Jenis Typica daunnya panjang sampai kira-kira 60 cm, mahkota bunga besar, hidup pada ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut di Pulau Jawa bagian barat. Jenis Minor memiliki daun yang pendek dan tidak besar, mahkota bunga kecil, tumbuh liar sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut dan


(34)

ditanam untuk pagar atau di sekitar sumur. Di Sulawesi terdapat jenis yang merupakan peralihan dari kedua jenis tanaman suji ini, yaitu dengan mahkota bunga besar tapi berdaun pendek dan sempit. Cara propagasi (perbanyakan) tanaman suji mudah sekali yaitu dengan stek atau dengan biji.

Selain untuk pewarna alami, daun suji juga sering dimanfaatkan sebagai obat. Air rebusan akar tanaman suji dapat digunakan untuk obat kencing nanah jika dicampur dengan Aspidium repandum wild yang diminum dalam keadaan perut kosong. Daun suji juga dapat menyuburkan rambut. Pada beberapa orang tertentu daun suji digunakan sebagai pewarna hijau minyak kelapa dan minyak jarak (Heyne, 1987 dalam Hakim, 2005).

Zat warna hijau pada daun suji yang akan terekstrak dalam VCO berasal dari klorofil.Klorofil adalah pigmen utama berwarna hijau pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan fotosintesis. Kandungan klorofil pada beberapa tanaman sekitar 1% basis kering. Pada semua tanaman hijau, sebagian besar klorofil berada dalam dua bentuk, yaitu klorofil a dan b dengan perbandingan 3 : 1. Namun besar perbandingan tersebut masih dapat bervariasi yang dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan dan faktor lingkungan. Klorofil a bersifat kurang polar dan berwarna biru hijau, sedangkan klorofil b bersifat polar dan berwarna kuning hijau. Formula empiris dari klorofil a adalah C55H72O5N4Mg, sedangkan rumus empiris dari klorofil b adalah C55H70O6N4Mg. Struktur tanpa gugus fitol bersifat hidrofilik (Gross, 1991).

Salah satu sifat kimia klorofil yang penting adalah ketidakstabilan yang ekstrim, seperti sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi kimia. Oleh karena itu pengerjaan klorofil harus dilakukan dalam ruang gelap atau ruang dengan cahaya yang aman. Demikian pula penyimpanan zat warna harus dalam ruangan yang sejuk dan gelap. Klorofil dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut-pelarut organik seperti aseton atau metanol (Gross, 1991).


(35)

Gambar 8. Rumus bangun klorofil a (R =CH3) dan klorofil b (R=CHO) (Gross, 1991).

Manfaat klorofil sebagai pigmen alami selain sebagai zat warna, saat ini juga telah diketahui memiliki peranan fungsional dalam bidang kesehatan. Klorofil telah diteliti mempunyai aktivitas antioksidan atau penghancur radikal bebas jika dikonsumsi pada jumlah tertentu (Ferruzi et al., 2002). Selain itu klorofil dan turunannya juga dapat bertindak sebagai zat antikanker (Reddy et al., 1999). Secara in vitro dan in vivo menunjukan bahwa turunan klorofil termasuk klorofil a, feofitin a, dan feoforbida a merupakan agen kemopreventif yang potensial (Chemomorsky et al., 1999 yang dikutip oleh Alsuhendra, 2004). Potensi lain dari klorofil adalah sebagai zat antiinflamasi (Okai dan Okai, 1997) serta antigenotoksik (Harttig dan Bailey, 1998).

E. ANGKAK

Angkak adalah produk hasil fermentasi beras oleh Monascus purpureus melalui sistem fermentasi padat. Pada beberapa daerah, angkak dipakai sebagai pewarna minuman alami untuk minuman beralkohol, keju, daging, ikan, serta untuk kepentingan medis. Zat warna pada angkak merupakan pigmen merah yang dihasilkan oleh M. purpureus sebagai metabolit sekunder (Lin dan Demain, 1994 dalam Rachmawati, 2005).


(36)

Gambar 9. Angkak

Pigmen yang dihasilkan oleh Monascus sp. bersifat sangat larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam air (Yuan, 1980 dalam Mitrajanty, 1994). Pigmen ini memiliki daerah penyerapan maksimum antara 490-500 nm untuk warna merah dan 410-420 nm untuk warna kuning. Puncak penyerapan warna terletak pada daerah sekitar 390 nm yang menunjukan komponen warna kuning dan 500 nm yang menunjukan komponen warna merah. Pigmen yang dihasilkan oleh Monascus adalah senyawa kompleks yang paling sedikit terdiri dari enam komponen (Gambar 10).

Gambarr 10. Rumus molekul pigmen-pigmen yang dihasilkan oleh Monascus (Yuan, 1980 dalam Mitrajanty, 1994).


(37)

Pigmen utama pada angkak adalah monaskorubrin dan monaskoflavin. Senyawa ini dapat larut dalam metanol, etanol, kloroform, benzena, asam asetat, dan aseton, tapi sedikit larut dalam air dan petroleum eter. Monaskorubrin dibedakan dari monaskoflavin berdasarkan kelarutannya dalam eter (Inouye et al., 1962 dalam Mitrajanty, 1994). Kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik (Boelhasrin et al., 1982 dalam Mitrajanty, 1994).

Selain zat pigmennya, angkak juga menghasilkan produk metabolit sekunder yang bermanfaat bagi kesehatan yaitu lovastatin. Lovastatin (C24H36O5) atau Mecavor atau Monacolin K termasuk golongan statin yang telah dikenal sebagai obat antilipid (Worthington, 2000). Hal tersebut disebabkan lovastatin berperan sebagai inhibitor HMG-KoA reduktase (enzim yang berperan dalam biosintesis kolesterol). Lovastatin bersifat hidrofilik dan lipofilik, namun cenderung lipofilik (Dalimartha, 2001). Lovastatin juga memiliki kemampuan untuk menghambat pelekatan molekul Lymphocyte Function Associated-Antigen I (LFA-I) terhadap molekul pelekat intraseluler (Intracelluler Adhesion Molecul, ICAM) 1, 2, 3, sehingga akan terdapat lebih banyak molekul LFA-I bebas. LFA-I memiliki fungsi menginaktivasi sel Antigen Presenting Cell (APC), yaitu makrofag (Kallen, 1999). Aktivasi makrofag yang berpotensi mengaktifkan makrofag untuk melakukan fagositosis.

Kadar lovastatin pada angkak umumnya sekitar 0.2%. Senyawa ini telah diuji untuk menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) dengan mengoksidasinya (Kurniawati, 2004). Menurut Nurhidayat (2004), LDL yang teroksidasi ini dapat merangsang kinetika monosit dan megakaryosit merangsang regenerasi dan pengumpulan monosit dan megakaryosit ke ruang endotelium dan berubah masing-masing menjadi makrofag dan trombosit aktif. Jadi dapat disimpulkan bahwa senyawa ini dapat bersifat aktif pada peningkatan trombosit dalam darah. Selain itu pigmen angkak juga diduga sebagai pemicu naiknya jumlah trombosit. Karena darah mengandung hemoglobin, yaitu pigmen merah pada sel darah merah, sehingga peningkatan produksi sel darah merah berarti sel trombosit juga meningkat karena produksi kedua sel berbanding lurus. Selain itu kuantitas pigmen angkak berbanding lurus dengan lovastatin.


(38)

Disamping lovastatin dan pigmen, angkak juga megandung sterol (β-sterol, campesterol, stigmasterol), sapogenin, isoflavon glikosida, dan asam lemak tak jenuh. Saat ini angkak dapat ditemukan dalam bentuk suplemennya (Heber et al., 1999 dalam Rachmawati, 2005). Komposisi kimiawi suplemen angkak dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Komposisi suplemen angkak.

Komponen Jumlah (%)

Pati 0.8 Protein 5.8 Air 3.6

Pigmen alami <0.33

Abu <3

Fosfat (fosfat organik 0.02%) 0.44

Inhibitor HMG-KoA total 0.4

Monakolin K (Lovastatin) 0.2

Monakolin K (bentuk asam hidroksi) <0.01

Monakolin I 0.03

Monakolin II (bentuk asam hidroksi) <0.01

Monakolin III 0.02

Monakolin IV 0.02

Monakolin V 0.02

Monakolin VI 0.01

As.lemak jenuh (palmitat dan stearat) <0.5

As.lemak tak jenuh (oleat, linoleat, linolenat, dan lain-lain) <1.5

Ca, Al, Fe, Mn, Mg, Cu, dan Hg Sedikit

Sumber: Heber et al. (1999) dalam Rachmawati (2005)

F. ANTIOKSIDAN

Antioksidan adalah komponen yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi. Antioksidan digunakan untuk mencegah atau menghambat terjadinya reaksi oksidasi di dalam lemak, minyak dan produk-produk pangan yang mengandung lemak tinggi (Klaui dan Pongracs, 1981 dalam Sumardi, 1992).

Menurut Ranney (1979) yang dikutip dalam Sumardi (1992), antioksidan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian atas dasar prinsip kerjanya. Pertama adalah antioksidan yang memiliki gugus fenol dan amina aromatik, contohnya BHT, BHA, metilen bisfenol, dan difenilamin yang bekerja dengan radikal bebas yang terdapat dalam sistem dan membentuk produk substrat non radikal bebas dan


(39)

suatu radikal fenoksi atau fenimino melalui pemberian atom H yang dimiliki antioksidan terhadap radikal subtrat.

Kedua, antioksidan yang berfungsi dengan cara yang sama untuk menghilangkan molekul-molekul hidroperoksida dari sistem, contohnya dilauril tiodipropionat (DLTDP). Caranya adalah melalui satu mekanisme yang tidak melibatkan radikal-radikal bebas. Molekul-molekul hidroperoksida ROOH diikat antioksidan melalui ikatan H dan susunan sterik sehingga terjadi suatu migrasi ikatan untuk menghasilkan suatu alkohol dan suatu bentuk teroksidasidasi tioeter.

Ketiga adalah antioksidan yang dapat menginaktivasi logam dan mencegah terjadinya oksidasi. Inisiasi oksidasi dapat dihasilkan oleh reaksi pertukaran elektron antara substrat dan ion logam bervalensi banyak. Ion logam direduksi dan dihasilkan suatu radikal bebas. Kemudian ion logam dapat dioksidasi kembali oleh oksigen dari udara atau melalui mekanisme lain untuk mengahsilkan katalis oksidasi.

Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu golongan zat gizi dan non gizi. Beberapa contoh antioksidan alami yang tergolong zat gizi adalah vitamin A dan karotenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn), tembaga (Cu), selenium (Se), dan protein. Antioksidan alami yang termasuk non gizi adalah biogenik amin, senyawa fenol misalnya tirosol, hidroksitirosol, vanilin, asam vanilat, timol, karpakrol, gingerol, zingeron, dan senyawa polifenol misalnya flavonoid, flavon, flavonol, heterosida flavonoat, kalkon, auron, serta bioflavonoid seperti asam galat, asam elagat, protoantosianin, dan komponen tetrapirolik misalnya klorofil dan feofitin (Nabet, 1996). Beberapa fungsi antioksidan alami diantaranya sebagai (a) senyawa pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c) pengkomplek logam prooksidan, dan (d) quencher dari bentuk singlet oksigen.

G. ANTIMIKROBA

Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut fardiaz (1982), khusus untuk bakteri disebut antibakteri dan untuk kapang disebut antikapang. Zat tersebut dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik


(40)

(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), menghambat germinasi spora bakteri, dan sebagainya.

Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba adalah fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuartener, asam dan basa dan gas kemosterilan (Pelczar dan Reid, 1972). Ada beberapa cara zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba, antara lain (1) merusak dinding sel yang menyebabkan lisis atau menghambat pembentukan komponen dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma, sehingga menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel misalnya yang disebabkan oleh senyawa fenolik, deterjen sintetis, sabun dan senyawa kuartener, (3) menyebabkan denaturasi protein sel misalnya oleh alkohol, dan (4) menghambat kerja enzim di dalam sel.

Zat antimikroba umumnya digunakan sebagai aditif makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk atau perusak. Beberapa contoh aditif makanan yang sering digunakan sebagai antimikroba antara lain asam-asam organik dan garamnya (propionat, benzoat, sorbat, asetat), senyawa nitrit dan nitrat, sulfur dioksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula, alkohol, formaldehida, rempah, dan lain-lain. Namun pada rempah-rempah tidak selamanya bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, kadang minyak atsiri rempah bersifat lebih menghambat dibandingkan rempahnya sendiri (Frazier dan Westhoff, 1979).

Efektifitas antimikroba ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain (1) konsentrasi zat antimikroba, (2) jenis, jumlah, umur dan latar belakang kehidupan mikroba, (3) suhu, (4) waktu, dan (5) sifat fisika dan kimia substrat (pH, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan jumlah terlarut, koloid yang ada dan senyawa-senyawa yang lain (Frazier dan Westhoff, 1979).

Menurut Al-delaimy dan Ali (1970) yang dikutip oleh Lukman (1984), senyawa bakterisidal atau bakteristatik yang terdapat dalam ekstrak rempah biasanya sebagian hilang selama ekstraksi atau penyimpanan. Oleh sebab itu


(41)

metode dan waktu ekstraksi, waktu dan suhu penyimpanan, serta konsentrasi ekstrak yang digunakan berpengaruh terhadap efektifitas sifat antibakterinya.

H. PROSES PENGGORENGAN DAN KERUSAKAN MINYAK

Virgin Coconut Oil mengandung 40-50 % asam laurat, sedangkan asam lemak tidak jenuhnya hanya sekitar 8% yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan linolenat. Seperti layaknya minyak kelapa yang digunakan sebagai minyak goreng pada umumnya, VCO juga dapat digunakan ada proses penggorengan dan memenuhi persyaratan mutu sebagai minyak goreng .

Tabel 7.Syarat Mutu Minyak Goreng (SII, 0003-72)

Karakteristik Nilai Maksimum

Air 0.3 persen

Bilangan peroksida 1.0 mg oksigen/100g FFA (sebagai asam laurat) 0.3 persen

Logam-logam berbahaya Negatif

Minyak pelikan Negatif

Kedaan (bau, warna, rasa) Normal

Menurut Lawson (1985) selama proses penggorengan minyak akan mengalami reaksi-reaksi kimia secara bertahap, yaitu (1) pembentukan warna, (2) oksidasi, (3) polimerisasi, dan (4) hidrolisis. Tingkat terjadinya reaksi kimia tersebut tergantung lamanya waktu pemanasan, suhu, komposisi asam lemak, posisinya dalam trigliserida, adanya zat-zat pengoksidasi dan produk-produk pengoksidasi (Kummerow, 1962 dalam Priatno, 1991).

Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat tergantung komponen penyusunnya, terutama kandungan asam lemak. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung untuk teroksidasi, sedangkan yang mengandung lebih banyak asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisa. Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi dan kontak langsung dengan oksigen akan mengalami oksidasi termal yang mengakibatkan kerusakan asam lemak tidak jenuh yang ditandai dengan kenaikan bilangan penyabunan, kenaikan asam lemak bebas, kenaikan kandungan karbonil oksigen dan kenaikan kekentalan minyak (Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991). Minyak yang dipanaskan pada suhu tinggi


(42)

tanpa adanya oksigen akan mengalami polimerisasi termal yang menyebabkan terkonjugasinya asam linoleat membentuk polimer-polimer. Pembentukan polimer akan ditandai dengan meningkatnya indeks bias dan kekentalan minyak (Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991).

Oksidasi akan menghasilkan senyawa hidroperoksida yang kemudian mengalami degradasi lebih lanjut menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) fission yang menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon, senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan flavor dan warna hitam minyak, (2) dehidrasi yang menghasilkan keton, (3) radikal bebas yang membentuk dimer, trimer, epoksida dan hidrokarbon yang semuanya menyebabkan kenaikan kekentalan minyak dan fraksi non-urea adduct forming (NAF).

Reaksi hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas, mono dan digliserida serta gliserin terjadi karena adanya air dalam bahan pangan (Stevenson etal., 1984 dalam Priatno, 1991). Kerusakan lain pada minyak yang dipanaskan terus-menerus pada suhu tinggi adalah terjadinya destruksi beta-karoten pada jumlah cukup besar (Mudambi dan Rajagopal, 1977 dalam Priatno 1991).

Secara garis besar produk-produk yang terbentuk akibat reaksi-reaksi kimia selama proses penggorengan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu komponen non volatil (nonvolatile decomposition products/ NVDP) dan komponen volatil (volatile decomposition products/ VDP). Komponen non-volatil akan tetap terdapat dalam minyak dan dapat diserap oleh bahan pangan yang digoreng, sedangkan komponen volatil yang dihasilkan akan mempengaruhi flavor dari bahan pangan namun sebagian besar VDP akan menguap pada waktu minyak dipanaskan. Menurut Perkins (1967) yang dikutip dalam Priatno (1991), NVDP terbentuk dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam molekul trigliserida. Reaksi utama yang mendorong terbentuknya senyawa NVDP adalah autooksidasi, polimerisasi termal, dan oksidasi termal.

Pemanasan minyak yang dilakukan secara terputus (dipanaskan sehari, didinginkan semalam dan dipanaskan lagi) selama beberapa hari mengakibatkan destruksi minyak semakin cepat. Hal ini disebabkan terjadinya penambahan hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti dengan dekomposisi jika minyak dipanaskan lagi (Perkins, 1967 dalam Priatno, 1991).


(43)

III. METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juni 2007 di Pilot Plan PT.Indofood, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Seafast Center, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk membuat produk dan bahan untuk analisis. Bahan untuk membuat produk antara lain VCO yang diperoleh dari PT. Bintang Kelapa, rimpang kunyit dan temulawak segar yang diperoleh dari Balitro (Balai Tanaman Obat dan Aroma) dengan umur rimpang antara 8-12 bulan, daun suji diperoleh dari Balitro dengan kriteria daun yang digunakan dari pucuk daun hingga lembar kelima dari tangkai daun, daun kunyit dengan umur rimpang 3-4 bulan yang diperoleh dari kebun di daerah Bintaro, Jakarta Selatan serta angkak dari Pasar Tradisional Bogor. Bahan-bahan untuk analisis adalah alkohol, aseton, HCl, K2SO4, HgO, H2SO4, H2BO3, NaOH, Na2SO3, dietil eter, NaCO3, PbSO4, NaKTartarat, Folin ciaocalteau, butanol, TBA, asam margarat, gas N2, metanol, BF3, heksan, Na2SO4 anhidrat, minyak kedelai, BHT, alkohol, Nutrient Agar (NA), kultur mikroba (E. coli, S. Thyphimurium, S. aureus, B. cereus, P.aeruginosa),indikator PP, dan Aquades.

Peralatan yang akan digunakan meliputi peralatan untuk pembuatan produk seperti flo-coater, oven vakum, tray dryer, blender, pisau, timbangan, talenan, wadah gelas, tampah, dan penggorengan. Alat-alat untuk analisis yaitu spektrofometer, alat-alat gelas, neraca analitik, pipet, oven, cawan petri, tanur, desikator, waterbath, pompa vakum, saringan, inkubator bergoyang, autoklaf, bunsen, penjepit besi, kertas saring dan kromameter.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian tahap I dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I meliputi (1) pengeringan bahan uji dengan cara alami dan mekanik; (2) ekstraksi zat pigmen dalam VCO dengan cara perendaman; (3) pengukuran kadar zat pigmen, kapasitas antioksidan, aktivitas antimikroba, dan


(44)

komposisi asam lemak dari masing-masing bahan uji. Penelitian tahap II meliputi pengujian kerusakan VCO yang telah ditambahkan ekstrak zat pigmen yang digunakan untuk menggoreng bahan pangan, yaitu kentang (pengukuran nilai TBA dan FFA).

1. Penelitian Tahap I

Pada penelitian tahap I dilakukan persiapan bahan uji kering, produksi pengayaan VCO dengan zat pigmen, pengukuran komposisi asam lemak, pengujian aktivitas antimikroba, dan pengujian kapasitas antioksidan.

a. Persiapan Bahan Uji Kering

Setiap bahan yang akan diekstrak harus memiliki kadar air yang sangat rendah agar hasil ekstraksi dapat bercampur dengan VCO. Daun suji, daun kunyit, temulawak, serta kunyit masih dalam bentuk segar, sedangkan angkak yang digunakan sudah dalam bentuk kering. Semua bahan sebelum dikeringkan dirajang terlebih dahulu. Daun suji, daun kunyit, temulawak, dan kunyit diiris-iris setebal 5 mm agar pengeringan berlangsung merata di permukaan bahan.

Pengeringan bahan baku ekstraksi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengeringan alami menggunakan sinar matahari dan secara mekanik menggunakan alat pengeringan. Pengeringan secara alami dilakukan dengan penjemuran selama 12 jam di bawah sinar matahari untuk rimpang temulawak dan kunyit yang dilakukan secara bertahap selama 2 hari berturut-turut. Secara mekanik temulawak dan kunyit dikeringkan dengan tray dyer selama 18 jam pada suhu 60oC.

Daun suji dan daun kuyit dikeringkan hanya secara mekanik. Secara mekanik daun kunyit dikeringkan dengan menggunakan flo-coater dengan suhu pengeringan 60oC selama 3 jam dan oven vakum dengan suhu 60oC selama 6 jam. Pengeringan mekanik pada daun suji dilakukan dengan menggunakan flo-coater dengan suhu pengeringan 60oC selama 3 jam dan oven vakum dengan suhu 60oC selama 20 jam. Setelah itu semua bahan yang telah dikeringkan digiling dengan blender kering sehingga menjadi bentuk bubuk.


(45)

Analisa proksimat dilakukan pada bubuk kering yang dihasilkan untuk mengetahui perbedaan kadar nilai gizinya akibat proses pengeringan yang berbeda. Selain itu dilakukan pula proses ekstraksi selama tiga hari untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan pada kadar zat pigmen yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis proksimat dan pengukuran kadar zat pigmen, dipilih bahan dengan metode pengeringan yang paling tepat.

b. Produksi Pengayaan VCO Dengan Zat Pigmen

b.1. Teknik Ekstraksi Zat Pigmen Dengan Cara Perendaman

Proses ekstraksi berlangsung seperti peristiwa osmosis, yaitu VCO sebagai larutan hipertonik akan menerima perpindahan molekul (dalam hal ini zat pigmen) dari bahan yang terendam sampai terjadi kesetimbangan.

Bahan-bahan yang telah dikeringkan dan digiling kasar dimasukan ke dalam botol yang berisi 20 ml VCO. Pada proses ekstraksi disusun seri dengan jumlah dalam VCO bervariasi. Hal ini ditujukan untuk melihat jumlah bahan yang paling maksimal dengan mempertimbangkan jumlah rendemen ekstrak yang diperoleh sehingga dianggap rasio bahan dan pelarut yang paling efektif. Variasi perbandingan bahan yang direndam dengan jumlah VCO yang diujikan yaitu 1:3, 1:4, dan 1:5 sebagai penentu konsentrasi zat warna.

Proses perendaman (ekstraksi) akan dilakukan dalam kurun waktu 1 minggu pada suhu ruang dalam keadaan kedap cahaya mengingat semua zat warna memiliki sifat sensitivitas terhadap cahaya. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan konsentrasi (faktor A) dan waktu perendaman (faktor B).

b.2. Proses Penyaringan

VCO yang telah mengandung zat warna hasil ekstraksi disaring berdasarkan waktu perendamannya. Proses penyaringan menggunakan kertas saring dengan alat saring yang disambungkan dengan pompa vakum agar VCO dengan endapan atau partikel halus zat warna dapat terpisah dengan baik.


(46)

b.3. Pembotolan dan Penyimpanan

Setelah proses penyaringan, masing-masing sampel ditempatkan pada tabung vial gelap dan disimpan pada ruang yang tidak terkena cahaya dan panas. Sebelum disimpan tiap sampel diukur kadar pigmen, pH dan intensitas warnanya.

Data dari hasil pengukuran yang diperoleh, kemudian diplotkan ke dalam kurva yang menghubungkan kadar masing-masing zat warna dengan lamanya waktu ekstraksi. Konsentrasi zat warna dan waktu ekstraksi yang maksimum ditentukan berdasarkan kadar zat warna tertinggi yang dikandung dalam VCO. Pengaruh hubungan antara konsentrasi dengan waktu ekstraksi terhadap kadar pigmen terekstrak dan parameter lainnya dilihat dengan pengolahan data menggunakan SPSS dengan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan.

c. Pengukuran Komposisi Asam Lemak

Tiap sampel VCO dengan kandungan zat pigmen maksimum diukur kandungan asam lemaknya dan dibandingkan dengan komposisi asam lemak awal sebelum diberi tambahan zat pigmen. Hal ini ditujukan untuk melihat pengaruh penambahan zat pigmen terhadap komposisi asam lemak yang terkandung.

d. Pengujian Aktivitas Antimikroba

Selain dilakukan pengukuran terhadap kandungan asam lemaknya, tiap sampel VCO dengan kandungan zat pigmen maksimum diuji aktivitas antimikrobanya. Bakteri uji yang digunakan yaitu B. cereus,S. aureus, E.coli,P. aeruginosa, dan Salmonella typhimurium. Hal ini ditujukan untuk melihat pengaruh penambahan zat pigmen terhadap aktivitas antimikroba.

e. Pengukuran Kapasitas Antioksidan

Pengukuran kapasitas antioksidan juga dilakukan pada tiap sampel. Hal ini juga dilakukan untuk melihat pengaruh adanya tambahan ekstrak zat pigmen pada kapasitas antioksidan yang dimiliki dan dibandingkan dengan VCO murni sebelum diberi tambahan zat lain.


(47)

Diris-diiris dan dikeringkan

Dihaluskan

Dilakukan analisis proksimat

(kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat)

Bubuk daun kunyit Bubuk angkak, daun suji, direndam kunyit, & temulawak dalam 20 ml VCO direndam dalam 20 ml VCO dengan perbandingan dengan perbandingan 1 : 10, 1 : 15, dan 1: 20 b/b 1 : 3, 1 : 4, dan 1: 5 b/b

Didiamkan selama 1 minggu pada inkubator bergoyang

Diukur kadar zat warna dan intensitas warnanya tiap hari Dipilih konsentrasi dan waktu ekstraksi maksimum

Dilakukan analisis kapasitas antioksidan, aktivitas antimikroba dan kandungan asam lemak serta dibandingkan dengan VCO murni sebagai kontrol

Gambar 11. Diagram alir prosedur kerja penelitian pendahuluan

2. Penelitian tahap II

Pada penelitian tahap II dilakukan beberapa pengukuran antara lain :

a. Nilai TBA, yaitu tingkat kadar peroksida pada sampel yang merupakan indikator kerusakan minyak.

b. Kadar FFA, yaitu tingkat asam lemak bebas yang dihasilkan selama proses penggorengan bahan pangan dan merupakan indikator lainnya pada kerusakan minyak.

Sampel diperoleh setiap 15 menit proses penggorengan bahan selama 1 jam dengan suhu kumulatif 100oC – 120oC. Sebagai pembanding perlakuan yang sama

Temulawak, kunyit, daun suji, daun kunyit, dan angkak


(48)

juga diterapkan pada minyak kelapa yang telah dijual secara komersial, yaitu Barco dan VCO murni itu sendiri tanpa penambahan bahan apapun sebagai kontrol.

Diproduksi kembali VCO dengan ekstrak kunyit, temulawak, daun suji, daun kunyit, dan angkak pada konsentrasi dan waktu ekstraksi terpilih

Digunakan untuk menggoreng kentang selama 1 jam

Diambil sampel minyak bekas setiap 15 menit

Dianalisis nilai TBA dan kadar asamnya

Gambar 12. Diagram alir prosedur kerja penelitian lanjutan

D. PROSEDUR ANALISIS

Parameter mutu yang diukur selama penelitian meliputi sifat fisik, kimia dan mikrobiologi dari sampel VCO yang diperoleh dengan penambahan ekstrak zat pigmen.

1. Analisis Sifat Kimia

Analisis sifat kimia meliputi uji proksimat (analisis kadar air, abu, lemak dan protein), analisis kadar zat pigmen, derajat keasaman (pH), kapasitas antioksidan, komposisi asam lemak, kadar malonaldehida (TBA) dan kadar asam lemak bebas (FFA).

a. Kadar Air (AOAC, 1995)

Sampel yang sudah homogen ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah diketahui beratnya, yang sebelumnya cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 ºC selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(49)

Kadar air (wet basis) = 100% 1

2 1

x W

W

W

Keterangan:

W1 = berat sampel awal (gram)

W2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram)

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan dinaikkan secara bertahap sampai suhu mencapai 650ºC dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200°C, cawan yang berisi abu tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Perlakuan ini diulang sampai mencapai berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu total = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g) c. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dibungkus kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstruksi soxhlet. Pelarut lemak dituangkan secukupnya ke dalam labu lemak. Refluks dilakukan selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi dan labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100ºC selama 60 menit atau sampai beratnya tetap. Labu lemak yang telah didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Berat lemak dapat dihitung dengan rumus:

Kadar lemak = berat lemak (g) x 100 % berat sampel (g)

d. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi,


(50)

ditambahkan kjeltab dan 10 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi sampai terbentuk larutan hijau bening. Larutan dibiarkan sampai dingin lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dicuci menggunakan akuades kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 20 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Destilat ditampung ke dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 10 ml H3BO3 4% dan 2 tetes indikator campuran metilen merah dan metilen biru sampai berwarna hijau kebiruan. Destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCL 0,02 N sampai berwarna merah muda. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

25 , 6 N % protein Kadar % 100 sampel mg 14,007 HCl N blanko ml -HCl ml N % × = × × × =

e. Karbohidrat Metode by difference

Penentuan karbohidrat dilakukan dengan mengurangi jumlah kandungan secara keseluruhan (100%) dengan kadar air, protein, lemak, dan abu.

f. Kadar Kurkumin (Codex, 1979)

Pertama standar kurkumin ditimbang sebanyak 250 mg (W). Setelah itu dilarutkan dalam aseton 100 ml dengan tujuan untuk mengekstrak kurkumin dari bahan. Kemudian dilakukan pengenceran dengan mengambil sebanyak 1ml larutan kurkumin yang sudah diekstrak dan ditepatkan pada labu takar 100 ml. Lalu diencerkan kembali dengan mengambil 5 ml larutan yang sudah diencerkan dan ditepatkan pada labu takar 100 ml. Lalu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 nm (A std). Untuk pengukuran absorbansi sampel dilakukan dengan prosedur yang sama pada larutan standar kurkumin. Kadar kurkumin pada sampel dihitung menggunakan rumus di bawah ini.

Kadar karbohidrat = 100% - (%air + %protein + %lemak + % abu)

Kadar kurkumin (%) = W x A spl x 100% Berat sampel x A std


(51)

g. Kadar Klorofil (Yoshida et al., 1976)

Sampel sebanyak 0.5 gram dihomogenisasi dengan aseton hingga mencapai konsentrasi 80%. Kemudian didiamkan di ruang gelap selama 2 malam untuk memperoleh kelarutan komponen klorofil yang lebih baik. Supernatan diambil melalui kertas saring ke dalam labu takar 30 ml, lalu ditepatkan dengan aseton. Ekstrak klorofil diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm. Setelah itu kadar klorofil diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

Ca = Kadar klorofil a Cb = Kadar klorofil b C = Kadar klorofil

D663= Absorbansi pada panjang gelombang 663 nm D645= Absorbansi pada panjang gelombang 645 nm Vs = Volume sampel (ml)

Fp = Faktor pengenceran

h. Zat Pigmen Angkak

Analisa kadar pigmen dilakukan terhadap kadar pigmen merah. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer (spectronic) tipe 20D merek Bausch dan Lomb.

Sebanyak 1 ml larutan VCO yang telah mengandung ekstrak zat pigmen dilarutkan dalam 10 ml aseton, lalu disentrifuse. Pengukuran dilakukan dengan panjang gelombang 385 nm, dengan aseton sebagai blanko. Hasil pengukuran dibaca sebagai persen tranmisi. Pembacaan harus berada pada kisaran 20-80 %. Untuk memperoleh kadar pigmen dalam absorbansi, maka nilai persen tranmisi

Ca = { (12.7 x D663) – (2.69 x D645) } x Vs/1000 x Fp Cb = { (22.9 x D645) – (4.68 x D663) } x Vs/1000 x Fp C = Ca + Cb


(1)

Corrected Total 2.952 20 a R Squared = .821 (Adjusted R Squared = .702)

POST HOC TEST

HOMOGENEOUS SUBSETS

PIGMEN

Duncan

B N

Subset

1 2

7 hari 3 2.7063

6 hari 3 2.8830

5 hari 3 3.0327 3.0327

4 hari 3 3.0913 3.0913

3 hari 3 3.3707

1 hari 3 3.4240

2 hari 3 3.4333

Sig. .059 .054

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .044.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.

Lampiran 22. Perubahan pH selama proses ekstraksi angkak

No. Sampel Konsentrasi Lama Ekstraksi (Hari) pH

1 Angkak 1 : 3 1 5.00 ± 0.100

2 4.95 ± 0.167

3 5.06 ± 0.168

4 5.07 ± 0.093

5 5.08 ± 0.247

6 5.14 ± 0.115

7 5.15 ± 0.017

2 Angkak 1 : 4 1 5.17 ± 0.069

2 5.11 ± 0.049

3 5.08 ± 0.037

4 5.10 ± 0.069

5 5.10 ± 0.075

6 5.10 ± 0.075

7 5.11 ± 0.097

3 Angkak 1 : 5 1 5.37 ± 0.062

2 5.18 ± 0.046

3 5.08 ± 0.086

4 5.39 ± 0.062

5 5.47 ± 0.028

6 5.50 ± 0.062


(2)

Lampiran 23. Perubahan intensitas warna angkak selama proses ekstraksi dalam VCO

No. Sampel Konsentrasi

Lama Ekstraksi (Hari)

Tingkat kecerahan (L)

Tingkat kemerahan (+a)

Tingkat kekuningan (+b)

1 Angkak 1 : 3 1 36.13 ± 1.103 31.12 ± 0.579 13.39 ± 0.770

2 34.17 ± 0.445 34.04 ± 0.919 12.18 ± 0.594

3 34.59 ± 0.056 32.52 ± 1.230 13.05 ± 0.106

4 34.57 ± 0.212 30.75 ± 0.784 13.11 ± 0.197

5 34.86 ± 0.841 29.85 ± 1.124 13.12 ± 0.120

6 35.20 ± 0.573 29.57 ± 0.240 13.56 ± 0.629

7 35.62 ± 0.962 29.00 ± 1.018 14.06 ± 0.962

2 Angkak 1 : 4 1 36.49 ± 0.085 29.93 ± 1.167 16.59 ± 0.134

2 35.58 ± 1.372 31.61 ± 0.884 14.41 ± 1.082

3 36.51 ± 2.425 29.92 ± 0.764 15.07 ± 1.400

4 37.12 ± 0.247 29.91 ± 0.770 15.94 ± 0.615

5 37.77 ± 0.608 29.81 ± 0.424 16.36 ± 0.558

6 38.01 ± 0.714 29.44 ± 0.346 16.57 ± 1.308

7 39.66 ± 0.042 29.09 ± 0.671 16.78 ± 0.403

3 Angkak 1 : 5 1 38.91 ± 0.714 28.18 ± 1.054 18.86 ± 0.849

2 38.95 ± 1.237 28.84 ± 0.735 17.89 ± 0.658

3 36.77 ± 0.212 29.60 ± 1.697 15.47 ± 0.834

4 39.10 ± 0.707 28.76 ± 5.381 16.88 ± 1.166

5 39.56 ± 1.075 28.71 ± 0.573 17.86 ± 0.311


(3)

7 40.06 ± 0.671 27.27 ± 2.652 18.71 ± 0.120

Lampiran 24. Perubahan kadar malonaldehida selama proses penggorengan

No. Sampel

Lama pemanasan/ intensitas penggorengan

µmol malonaldehida/ g sampel

1 VCO 0 menit/0 kali 0.0071 ± 0.00067

15 menit/1 kali 0.0075 ± 0.00001

30 menit/2 kali 0.0107 ± 0.00095

45 menit/3 kali 0.0166 ± 0.00073

60 menit/4 kali 0.0252 ± 0.00005

2 Barco 0 menit/0 kali 0.0077 ± 0.00139

15 menit/1 kali 0.1707 ± 0.00281

30 menit/2 kali 0.1839 ± 0.00148

45 menit/3 kali 0.2453 ± 0.00681

60 menit/4 kali 0.2615 ± 0.00480

3 VCO+Kunyit 0 menit/0 kali 0.0136 ± 0.00033

15 menit/1 kali 0.0156 ± 0.00086

30 menit/2 kali 0.0188 ± 0.00047

45 menit/3 kali 0.0285 ± 0.00034

60 menit/4 kali 0.0460 ± 0.00009

4 VCO+Temulawak 0 menit/0 kali 0.0602 ± 0.00000

15 menit/1 kali 0.2081 ± 0.00404

30 menit/2 kali 0.2842 ± 0.00312


(4)

60 menit/4 kali 0.3828 ± 0.00029

5 VCO+D.Suji 0 menit/0 kali 0.0678 ± 0.00052

15 menit/1 kali 0.0897 ± 0.00223

30 menit/2 kali 0.1192 ± 0.00162

45 menit/3 kali 0.1470 ± 0.00801

60 menit/4 kali 0.2696 ± 0.00397

6 VCO+D.Kunyit 0 menit/0 kali 0.0281 ± 0.00075

15 menit/1 kali 0.0250 ± 0.00003

30 menit/2 kali 0.0346 ± 0.00148

45 menit/3 kali 0.0473 ± 0.00221

60 menit/4 kali 0.0922 ± 0.00247

7 VCO+Angkak 0 menit/0 kali 0.0588 ± 0.00068

15 menit/1 kali 0.0613 ± 0.00055

30 menit/2 kali 0.0830 ± 0.00641

45 menit/3 kali 0.1109 ± 0.00004

60 menit/4 kali 0.1137 ± 0.00268

Lampiran 25. Perubahan kadar asam lemak bebas selama proses penggorengan

No. Sampel

Lama pemanasan/ intensitas penggorengan

Kadar asam lemak bebas (%)

1 VCO 0 menit/0 kali 0.0400 ± 0.00044

15 menit/1 kali 0.0498 ± 0.00105

30 menit/2 kali 0.0759 ± 0.00030

45 menit/3 kali 0.0960 ± 0.00638

60 menit/4 kali 0.1482 ± 0.00103

2 Barco 0 menit/0 kali 0.0503 ± 0.00019

15 menit/1 kali 0.2589 ± 0.00658

30 menit/2 kali 0.4010 ± 0.00622

45 menit/3 kali 0.4425 ± 0.00544

60 menit/4 kali 0.5748 ± 0.00034

3 VCO+Kunyit 0 menit/0 kali 0.0505 ± 0.00007

15 menit/1 kali 0.0595 ± 0.00012

30 menit/2 kali 0.1000 ± 0.00087

45 menit/3 kali 0.0990 ± 0.00131

60 menit/4 kali 0.2013 ± 0.00075

4 VCO+Temulawak 0 menit/0 kali 0.0763 ± 0.00081

15 menit/1 kali 0.0991 ± 0.00094


(5)

45 menit/3 kali 0.0989 ± 0.00045

60 menit/4 kali 0.1424 ± 0.00640

5 VCO+D.Suji 0 menit/0 kali 0.0745 ± 0.00001

15 menit/1 kali 0.0987 ± 0.00278

30 menit/2 kali 0.1278 ± 0.00274

45 menit/3 kali 0.1981 ± 0.00058

60 menit/4 kali 0.3562 ± 0.00627

6 VCO+D.Kunyit 0 menit/0 kali 0.0502 ± 0.00014

15 menit/1 kali 0.0975 ±0.00294

30 menit/2 kali 0.1572 ± 0.00602

45 menit/3 kali 0.1987 ± 0.00123

60 menit/4 kali 0.5084 ± 0.00189

7 VCO+Angkak 0 menit/0 kali 0.0505 ± 0.00013

15 menit/1 kali 0.0986 ± 0.00282

30 menit/2 kali 0.2070 ± 0.00497

45 menit/3 kali 0.2533 ± 0.00077

60 menit/4 kali 0.2519 ± 0.00116

Lampiran 26. Foto produk hasil ekstraksi temulawak dalam VCO

Lampiran 27. Foto produk hasil ekstraksi kunyit dalam VCO


(6)

Lampiran 29. Foto produk hasil ekstraksi daun kunyit dalam VCO

Lampiran 30. Foto produk hasil ekstraksi angkak dalam VCO

Lampiran 31. Foto alat saring dan pompa vakum yang digunakan dalam proses ekstraksi