Perjalanan Hidup Manusia
125
Dalam bahasa yang sederhana, kalau tokoh protagonis memunculkan perilaku kepahlawanan hero, tokoh antagonis melahirkan perilaku yang
dianggap antipati jahat.
2. Latar Cerita
Sebuah karya prosa naratif, baik cerpen, novel maupun hikayat harus terjadi pada suatu tempat dan dalam suatu waktu, seperti halnya kehidupan
ini juga berlangsung dalam ruang dan waktu. Unsur yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung
disebut latar. Dengan demikian, yang termasuk di dalam latar ini ialah tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di sebuah desa, di kampus,
di dalam sebuah penjara, di rumah, di kapal, dan seterusnya ; waktu, hari, tahun, musim, atau periode sejarah, seperti di zaman revolusi fisik, di saat
upacara sekaten, di musim kemarau yang panjang, dan sebagainya.
Deskripsi latar dalam karya sastra secara garis besar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan latar sosial berkaitan
dengan kehidupan kemasyarakatan.
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian
tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya.
Latar waktu mengacu kepada saat terjadinya peristiwa, dalam plot, secara historis. Melalui pemerian waktu kejadian yang jelas, akan
tergambar pula tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dari perjalanan waktu, yang dapat
berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun bahkan zaman tertentu yang melatarbelakanginya.
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh di dalam masyarakat yang ada di
sekelilingnya. Statusnya di dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar sosial bawah atau rendah, latar sosial
menengah dan latar sosial tinggi.
3. Mengenal Alur
Seorang penulis cerita harus menciptakan plot atau alur bagi ceritanya. Hal ini berarti bahwa plot atau alur cerita sebuah prosa naratif menyajikan
126
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian kepada pembaca tidak hanya dalam sifat kewaktuan atau temporalnya, tetapi juga dalam hubungan-
hubungan yang sudah diperhitungkan. Dengan demikian, plot sebuah cerita akan membuat pembaca sadar terhadap peristiwa-peristiwa yang
dihadapi atau dibacanya, tidak hanya sebagai subelemen-elemen yang jalin-menjalin dalam rangkaian temporal, tetapi juga sebagai suatu pola
yang majemuk dan memiliki hubungan kausalitas atau sebab akibat.
Struktur plot sebuah prosa naratif dapat dibagi secara umum menjadi tiga bagian, yaitu awal, tengah, dan akhir. Struktur plot dapat dirinci lagi
ke dalam bagian-bagian kecil lainnya. Apabila digambarkan, bagian- bagian plot akan seperti kurang lebihnya berikut ini:
Pada awal cerita pengarang melakukan eksposisi memperkenalkan tokoh dan melukiskan keadaan tertentu. Tokoh-tokoh mulai menunjukkan
perilaku tertentu, misalnya berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga lahirlah peristiwa dan konflik tertentu. Dari titik ini peristiwa atau
keadaan mulai menanjak masuk ke dalam komplikasi tertentu: persentuhan konflik, perbenturan antara kekuatan-kekuatan tertentu yang
saling berlawanan. Komplikasi ini menanjak mencapai titik puncak tertinggi: klimaks, yang tidak dapat dipertinggi lagi. Klimaks merupakan
lanjutan dari komplikasi sebelumnya, juga kelanjutan dari perkembangan karakter tokoh sebelumnya, dan kelanjutan dari perkembangan karakter
tokoh dalam jaringan konflik yang wajar dan masuk akal. Puncak komplikasi yang tertinggi memerlukan penyelesaian atau pemecahan.
Pada perkembangan titik ini pembaca disuguhi suatu pergumulan konflik dengan tegangan yang terkuat, dan akhirnya meluncur menuju akhir,
denoument
penyelesaian. Jika ditinjau dari segi penyusunan peristiwa atau bagian-bagian yang
membentuknya, dikenal adanya plot kronologis atau progresif dan plot klimaks
penyelesaian
Akhir Tengah
Awal pengenalan
awal konflik konflik
komplikasi
Perjalanan Hidup Manusia
127
regresif atau sorot balik flash back. Dalam plot kronologis, awal cerita benar-benar merupakan awal, tengah benar-benar merupakan tengah,
dan akhir cerita juga benar-benar merupakan akhir. Hal ini berarti bahwa dalam plot kronologis, cerita benar-benar dimulai dari eksposisi, melampui
komplikasi dan klimaks yang berawal dari konflik tertentu, dan berakhir pada pemecahan atau denoument.
Sebaliknya, dalam plot regresif, awal cerita bisa saja merupakan akhir, demikian seterusnya: tengah dapat merupakan akhir dan akhir dapat
merupakan awal atau tengah. Di dalam plot jenis ini, cerita dapat saja dimulai dengan konflik tertentu, kemudian diikuti eksposisi lalu diteruskan
komplikasi tertentu, mencapai klimaks dan menuju pemecahan; atau dapat pula dimulai dengan bagian-bagian lain yang divariasikan.
Jika ditinjau dari segi akhir cerita, dikenal adanya plot terbuka dan plot tertutup. Di dalam plot tertutup, pengarang memberikan kesimpulan
cerita pada pembacanya, sedangkan dalam plot terbuka, cerita sering dan biasanya berakhir pada klimaks, dan pembaca dibiarkan untuk
menentukan apa yang diduga dan mungkin akan menjadi penyelesaian cerita akhir cerita dibiarkan menggantung atau menganga. Dalam plot
terbuka, pembaca memiliki kebebasan dalam menentukan kesimpulan cerita, berdasarkan pengetahuan, sikap, dan minat pembaca dalam
memahami cerita.
Jika ditinjau dari segi kuantitasnya, dikenal adanya plot tunggal dan plot jamak. Suatu cerita dikatakan berplot tunggal, apabila cerita tersebut
hanya memiliki atau mengandung sebuah plot dan plot itu bersifat primer utama. Plot tunggal biasanya terdapat dalam cerpen . Dikatakan berplot
jamak, apabila cerita itu memiliki lebih dari sebuah plot dan plot-plot utamanya juga lebih dari satu. Akan tetapi, plot-plot utama dalam cerita
yang berplot jamak seringkali bersinggungan pada titik-titik tertentu.
Jika ditinjau dari segi kualitasnya, dikenal adanya plot rapat dan plot longgar. Sebuah cerita dinyatakan dinyatakan berplot rapat, apabila plot
utama cerita itu tidak memiliki celah yang memungkinkan untuk disisipi plot lain. Sebaliknya, cerita itu penyisipan plot lain. Hanya saja dalam
kaitan ini perlu disadari bahwa dalam cerita yang berplot longgor biasanya sisipan plot lain, yang biasanya merupakan subplot, berfungsi
mengedepankan plot utamanya, jika sisipan itu dibuang cerita utamanya juga akan tetap berjalan tanpa gangguan yang berarti.
128
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
4. Mengenal Sudut Pandang