170
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
kaitannya dengan karakterisasi tokoh. Akhirnya diharapkan kamu juga dapat menyimpulkan tema dan amanat yang terkandung dalam drama
tersebut.
1. Bacalah penggalan drama berikut ini
Tuan Amin
Di ruangan sebuah kantor, di dinding sebelah kanan ada sebuah meja besar, untuk kepala bagian. Jadi meja itu meletakkannya ke
dinding sebelah kiri. Di mukanya - jarak satu setengah meter ada dua baris meja. Tiap-tiap baris ada tiga meja. Di belakang panggung
dua meja untuk nona-nona juru tik. Di dinding kiri ada sebuah papan tulis untuk pengumuman.
Aman, wakil kepala bagian, duduk di baris muka, di meja tengah. Di belakangnya, Amat, penyalin nomor satu, dan di sebelah
Amat, Amin, penyalin nomor dua. Aman
: kaget Lho Saya tidak mau tanggung, Saudara. Dia sudah acap kali marah-marah, karena
pegawainya tidak pernah ada di tempatnya masing-masing.
Ningsun : Bilang sajalah Saudara, nanti kalau dia marah, biar saja saya yang tanggung.
Aman : Ah, Saudara Ningsun enak omong saja. Pak
Tembak dalam marah juga pakai aturan. Tidak mau langsung terus sama pegawai rendahan.
Marahnya sama saya dulu, sebagai wakil kepala, lantas saya harus bilang sama yang harus dimarahi.
Ningsun : ketawa Itu dia Pukulan pertama pada saudara Aman yang tangkap, saya dapat marah yang sudah
second hand . Ayo Ning kalau kita tunggu lama-lama
lagi, datang si Tembak terus tak dapat pergi. Hih Kalau dia melirik dari kacamatanya yang besar itu,
seram bulu tengkukku. keduanya pergi
Aman : merengut Ah, gadis-gadis ini, yang dapat susah
saya juga, si Tembak meradang-radang sama saya juga.
Menegakkan Keadilan
171
Amat : Saudara Aman bodoh Suruh saja si Tembak
langsung. Masa, dalam ruangan sekecil ini, kalau mau ngomong yang lain mesti pakai pengacara.
Aman : Itulah, maka saya kesal di sini. Telah berpuluh-
puluh kali saya bilang sama dia: Tuan Amin, kalau saya yang bilangin, pegawai itu toh tidak ambil
pusing.
Amat : Lantas apa jawab?
Aman : Jawabnya begini: Saudara Dalam tiap-tiap kantor
mesti ada organisasi. Saya sebagai kepala, dan Saudara saya angkat jadi wakil kepala. Kalau ada
apa-apa saya bilang sama Saudara dan Saudaralah yang bilang pada pegawai rendah.
Amat : tertawa mencemooh. Ha,ha,ha, Saudara Aman,
saya mengerti kalau sekiranya di ruangan ini ada enam ribu pegawainya. Tapi untuk apa orang yang
hanya delapan ekor dengan dia sendiri, apa dia tidak bisa langsung dan lagi berapa meterkah jauh
jarak dari mejanya sampai ke meja masing-masing kulinya?
Amat : Ah Saudara, dia tidak mau ambil pusing. Dia
bilang: Saya tidak bisa disamakan dengan pegawai biasa. Saya kepala, bilangnya.
Saudara tahu di mana dia dulu bekerja sebelum Nippon datang ke sini? Jadi klerek kelas tiga di
kantor madat. Gaji tiga puluh rupiah sebulan.
Aman : Up Mengapa dia bisa jadi kepala di bagian ini
dengan gaji dua ratus lima puluh sebulan? Amat
: mencemooh. Biasa Saudara. Waktu mula-mula Nippon masuk, dia terus-menerus menulis
karangan, bagus tidak bagus, hantam keromo, asal isinya ada semangat menghitam musuh, atau
menyebut kemakmuran bersama. Sajaknya penuh dengan semangat perjuangan, kalau kita tidak tahu,
nah, ini orang paling sedikit sudah memakan musuh hidup-hidup dan darahnya dihirup sekali. Lantas
namanya dikenal oleh “Saudara tua kita dan pada
172
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
waktu ini kantor dibuka, dia dijadikan kepala bagian ini.
Aman : O, begitu? Saudara dulu kenal sama dia?
Amat : Belum pernah kenal Saya baru sekali ini melihat
batang hidungnya. Saya sebetulnya jijik melihat dia, entah apa sebabnya saya tidak tahu. Kalau di
dekati saya mau marah marah saja.
Aman : Saya juga telah memperhatikan sikap Saudara
terhadap dia. Kok Saudara berani benar? Amat
: Begini Saudara Aman. Kalau orang hormat dan sopan terhadap saya, saya beribu kali sopan dan
hormat kepada dia. Tapi kalau saya lihat dia angkuh dan sombong, dan mau memperlihatkan saja,
bahwa dia di sini kepala, wah sayalah yang lebih angkuh dan sombong lagi. Saudara Aman lihat
sajalah sikap saya terhadap dia.
Aman : Saya heran, lho. Kalau dia mau marah pada
Saudara, marahnya sama saya dulu. Dia bilang ini: hierarchi. Amin masuk, tergesa-gesa, ditangannya
beberapa buah buku dan map. Aman berhenti berbicara waktu Amin masuk. Amin sembrono saja tidak
memandang ke arah Amin datang
. Amin
: pendek Selamat pagi Aman
: Selamat pagi dan Amat
Amin : terus ke mejanya dan menyiapkan diri untuk: bekerja.
Ketiga-tiganya hendak bekerja tiba-tiba: Saudara
Aman Mana kedua nona-nona ini? Apa tidak masuk?
Aman : Mereka minta permisi sebentar ke pasar Baru, Tuan.
Amin : Sekarang sudah pukul sebelas, mengapa tidak
dalam waktu mengaso saja pergi? Aman
: Saya sudah bilang, Tuan. Tapi nona-nona itu tidak mau peduli.
Amin : Saudara Aman harus bertindak keras
Menegakkan Keadilan
173
Aman : Macam mana saya bertindak keras? Larangan saya
diketawain mereka. Dan bilang boleh mengadu sama sepmu
Amin : Ancamkan sama pemberhentian
Aman : Mereka mengucap syukur kalau dapat pergi dari
kantor ini. Amin
: heran Mengucap syukur kalau boleh berhenti? si Amin tidak dapat mengerti hal ini, karena, jiwanya
telah dididik dari dahulu bahwa sep itu adalah Tuhan pegawainya, dan apa yang dibilang oleh sep
adalah undang-undang yang tidak boeh dilanggar.
Amat : Maaf, Tuan Amin. bolehkah saya menyambut
perkataan Tuan itu dengan tidak memakai Saudara Aman sebagai pengacara?
Amin : berpikir sebentar, lantas Buat sekali ini, yah, apa
boleh buat Silakan Amat
: Begini Tuan Amin Bukan pemuda sekarang tidak tahu akan tanggung jawab. Itu salah, tapi kami
benci melihat tingkah laku dari angkatan yang lebih tua dari kami. Seolah-olah mereka pohon eru
Amin : kaget Saudara Amat Ingat akan perkataan-
perkataan Saudara supaya nanti jangan menyesal Apa pohon eru? Jadi dalam azasnya Saudara
menentang politik di sini?
Amat : Saya tidak bilang saya menentang Saya tahu, saya
tidak mempunyai senjata. Amin
: marah. Dalam pada itu merasa di pihak yang kuat. Hati-hati Saudara. sombong kta tidak takut
mengambil tindakan terhadap orang yang pendiriannva lain dari kita. Lebih baik pembicaraan
ini kita anggap tidak ada, ya Saudara?
Amat : merasa panas, tapi apa boleh buat, di pihak yang
lemah Itu terserah lalu mengeluarkan pekerjaannya
dari dalam laci meja .
Amin : Saudara Aman. Aman datang ke tempat Amin.
Amin bercakap-cakap dengan Aman dengan suara
174
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
perlaharan-lahan dan dalam itu menunjukkan tempat Amin yang kosong. Terang. Amin
menanyakan dia. Aman sekali-kali menganggukkan kepalanya, tetapi ada pula ia menggeleng-
ngelengkan kepalanya dengan keras. Seketika di antaranya Aman pulang ke tempatnya lagi. Sunyi
senyap di ruangan itu. Amin bekerja rajin. Tapi Amat termenung memandang ke luar. Tampak di
mukanya hatinya panas betul. Tidak berapa lama, masuk kedua nona-nona tik
. Ningsih
: mendapatkan Aman Saudara Aman, maaf ya, kami tidak dapat kembali dengan segera, karena di jalanan
tidak boleh ada yang boleh liwat. Trem, spoor, kapal terbang, orang semuanya disuruh berhenti.
Aman : Ada apa?
Ningsih : Tahulah Katanya ada raja dewa matahari mau
liwat. Semua orang mesti melihat bopongnya. Aman
: Saudara Ning ini ada-ada saja. Masakan betul-betul begitu?
Ningsih : Lho, Saudara tidak percaya. Kami mesti mutar 180
derajat. Kan apa yang dulu muka, sekarang jadi bopong?
Aman : 0 Sst, sudahlah, kerjalah, sekarang sudah jam dua
belas. Tadi Pak Tembak sudah menanyakan Saudara. merengut. Sekarang saya mesti kasih
rapotan lagi.Kecuali gadis itu pergi ketempatnya masing-masing. Amin pura-pura saja tidak
mendengar dan tidak melihat. Seketika kemudian terdengar deresan mesin tik. Amin bangkit dari
tempatnya pergi ke Amin. Tampaknya ia sedang melaporkan peristiwa kedua nona itu. Amin
tampaknya kurang puas, dia selalu menggeleng- ngelengkan kepalanya. Akhirnya Aman kembali ke
tempatnya dengan muka merengut. Seketika hanya suara mesin tik. Amid masuk, jalannya lambat,
seperti ia datang pagi dan bukan jam dua belas
.
Menegakkan Keadilan
175
Amid : sembrono Pagi.
Amat : melihat kepadanya Sore. Amid terus pergi
mendapatkan Amin. Amid
: Saudara Aman Saya tidak dapat datang pagi-pagi, karena ada dewa yang liwat. Kalau sep bertanya,
bilang saja begitu lalu ia pergi ke tempatnya Aman pergi ke meja Amin.
Aman : Tuan Amin Saudara Amid tidak dapat masuk pagi,
karena tidak boleh terus jalan sebab ada pembesar Nippon yang hendak liwat
Sumber: Gema Tanah Air, Amal Hamzah.
2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini