Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
165
c. Timbangan, yaitu sebuah selendang kedua mempelai dituntun mengikuti ayah dan ibu mempelai wanita. Kemudian ayah duduk di pelaminan dan
kedua mempelai duduk di pangkuannya sebagai simbol bibit, bobot, dan bebet. Selanjutnya kedua mempelai duduk di pelaminan kembali.
d. Dahar Kembul Nasi Kuning, adalah cara makan bersama kedua mempelai dalam satu piring dengan saling suap.
e. Sungkem, adalah cara sembah bhakti kedua mempelai ke hadapan orangtua. Rangkaian upacara pawiwahan suku adat Jawa pada prinsipnya tidak
jauh berbeda dengan tradisi yang berlaku di daerah lainnya, khususnya seperti di Bali. Makna, hakikat dan tujuan yang ingin diwujudkan dalam
kehidupan berumah-tangga oleh suku adat Jawa dibandingkan dengan suku
adat yang lainnya yang menganut agama Hindu sesungguhnya sama yakni untuk membangun rumah tangga yang sejahtera dan bahagia. Inilah bentuk
keindahan dari umat beragama Hindu yang berada di Nusantara ini.
Wiwaha menurut Suku Dayak
Perkawinan atau wiwaha menurut umat Hindu adat Dayak dapat dibagi menjadi tiga tahapan sebagai berikut.
a. Mamupuh
Bila keluarga pihak laki-laki telah mencapai sepakat tentang seorang wanita yang akan dilamar, maka keluarga laki-laki mengirim utusan kepada pihak perempuan
untuk menyampaikan lamarannya. Utusan tersebut membawa persyaratan adat, seperti : Sangku Tambak mangkok yang berisi beras dan uang logam yang
berguna sebagai Singa Sangku. Persyaratan tersebut merupakan simbolis bahwa pihak laki-laki melamar seorang wanita. Persyaratan tersebut diserahkan langsung
kepada orangtua atau wali pihak perempuan. Jika, pihak perempuan menerima lamaran tersebut, mereka harus menyampaikan kepada utusan laki-laki yang
melamar. Setelah mengetahui lamarannya diterima, pihak laki-laki menyerahkan pakaian Sinde selembar kain panjang atau kemben kepada wanita yang dilamar
dan pada saat itu juga pihak laki-laki menetapkan rencana untuk meminang.
b. Meminang
Peminangan biasanya dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan setelah pihak laki- laki menyerahkan pakaian Sinde Mendeng. Persyaratan meminang yang dibawa
oleh pihak laki-laki, antara lain satu buah gong untuk batu Pisek, pakaian Sinde Mendeng, seekor ayam, dan lilislamaiang.
Kelas XI SMASMK
166
Dalam peminangan itu kedua belah pihak merundingkan persyaratan perkawinan yang ditanggung oleh masing-masing pihak, seperti pelakumas kawin, saput,
pakaian, dan panginan jandau. Jika telah dicapai kata sepakat, barulah pihak laki- laki menyerahkan pinangan tersebut kepada pihak perempuan. Ayam tersebut
dibuatkan sesajen, darahnya diambil sedikit untuk mencucikan kedua calon mempelai. LilisLamiang dari pihak laki-laki diikatkan pada pergelangan tangan
calon mempelai perempun. Begitu juga lilis dari pihak perempuan diikatkan pada pergelangan tangan calon mempelai laki-laki. Semua kesepakatan yang dicapai
dalam acara peminangan ini dibuatkan surat yang diketahui oleh Demang Kepala Adat.
c. Tahap pengukuhan perkawinan.
Sebelum keberangkatan mempelai laki-laki menuju kediaman mempelai perempuan, terlebih dahulu diadakan upacara pemberangkatan. Setiba di rumah
mempelai perempuan, mempelai laki-laki terlebih dahulu menginjak telur ayam yang diletakkan di atas batu yang disiapkan di depan pintu. Setelah itu mempelai
laki-laki Mapas dengan menggunakan daun andong yang dicelupkan dalam air cucian beras. Maksud memapas ini adalah untuk menyucikan lahir bathin, untuk
mempelai wanita telah diadakan pada malam sebelumnya. Setiba di rumah diadakan upacara Haluang Hapelek perkawinan adat.
Pengukuhan perkawinan secara Agama Hindu di Dayak berlangsung keesokan harinya, pada pengukuhan perkawinan, kedua mempelai duduk bersanding di atas
sebuah gong, tangan mereka memegang ponjon andong, rabayang, rotan, serta menghadap sajen yang ditunjukkan kepada Putir Santang manifestasi Ranjung
HattalaTuhan di bidang perkawinan. Yang melaksanakan pengukuhan perkawinan adalah tujuh orang rohaniawan Agama Hindu menggunakan darah binatang kurban,
minyak kelapa, dan beras. Setelah itu, kedua mempelai diberi makan tujuh buah nasi tumpeng yang terlebih dahulu digabungkan menjadi satu, kemudian dibagi berdua.
Sebagai penutup kedua mempelai manuhei sebanyak tujuh kali di depan rumah. Sore
harinya dilanjutkan dengan upacara Mahenjean Penganten yang pada prinsipnya memberikan nasihat tentang pekawinan terhadap kedua mempelai.
Selama tujuh hari terhitung sejak upacara pengukuhan perkawinan, kedua mempelai menjalankan beberapa pantangan, antara lain tidak keluar rumah dan tidak
membunuh atau menyiksa binatang. Pada hari yang kedelapan kedua mempelai melakukan kunjungan ke rumah sesepuh keluarga mempelai untuk memohon doa
restu.