Tujuan Wiwaha menurut Hindu

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 153 “Prajānartha striyaá sṛṣtāá samtānārtha ca mānawāá tasmāt sādhāraṇo dharmaá çrutau patnyā sahāditaá” Terjemahannya: “Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya” Pudja dan Sudharta, 19771978: 553. Tujuan pokok perkawinan adalah terwujudnya keluarga yang bahagia lahir dan bathin. Kebahagiaan ini ditunjang oleh unsur-unsur material dan nonmaterial. Unsur material adalah tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan perumahan yang semuanya disebut artha. Unsurnon material adalah rasa kedekatan dengan Hyang Widhi yang disebut dharma, kasih sayang antara suami-istri-anak, adanya keturunan, keamanan rumah tangga, harga diri keluarga, dan eksistensi sosial di masyarakat yang semuanya disebut kama Berdasarkan kitab Manusmrti, perkawinan bersifat religius dan obligator karena dikaitkan dengan kewajiban seseorang untuk mempunyai keturunan dan untuk menebus dosa-dosa orangtua dengan jalan melahirkan seorang “putra”. Kata Putra berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “ia yang menyebrangkan atau menyelamatkan arwah orangtuanya dari neraka”. “Anuvrataá pituá putro, mātrā bhavatu saṁmanāá”. Terjemahannya: “Hendaknya anak laki patuh kepada ayahnya dan menyenangkan hati ibunya “ Atharva Veda III.30. 2. Wiwahaperkawinan dalam Aga- ma Hindu dipandang sebagai suatu yang amat mulia dan sakral. Dalam Manawa Dharmasastra dijelaskan bahwa wiwaha itu bersifat sakral yang hukumnya bersifat wajib, da- lam artian harus dilakukan oleh setiap orang yang normal sebagai suatu kewajiban dalam hidupnya. Penderitaan yang dialami oleh seseorang dan juga oleh para leluhur dapat dikurangi bila memiliki keturunan. Penebusan dosa dapat dilakukan oleh keturunannya, seperti dijelaskan dalam berbagai karya sastra Hindu, baik Itihasa maupun Purana. Gambar 3.2 Buah hati yang sehat dan cerdas Sumber : Dok. https:www.facebook.com sumber. www.facebook.com 8.2 Buah hati yang sehat dan cerdas Kelas XI SMASMK 154 Jadi, tujuan utama dari wiwaha adalah untuk memperoleh keturunan “sentana” terutama yang “suputra”. Suputra dapat diartikan anak yang hormat kepada orangtua, cinta kasih, terhadap sesama, dan berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi WasaTuhan Yang Maha Esa dan para leluhurnya. Suputra sebenarnya berarti anak yang mulia dan mampu menyeberangkan orangtuanya dari penderitaan menuju kebahagiaan. Seorang anak yang suputra dengan sikapnya yang mulia mampu mengangkat derajat dan martabat orangtuanya. Bagaimana keutamaan seorang anak yang ”Suputra” dijelaskan dalam kitab Nitisastra sebagai berikut. “Padaning ku-putra taru çuṣka tumuwuh i ri madhyaning wana, maghasāgérit matéah agni sahana-hananing halas géséng, ikanang su-putra taru candana tumuwuh i ring wanāntara, plawagoragā mréga kaga bhramara mara riyā padaniwi”. Terjemahannya: ”Anak yang jahat sama dengan pohon kering di tengah hutan, karena pergeseran dan pergesekan, keluar apinya, lalu membakar seluruh hutan, akan tetapi anak yang baik sama dengan pohon cendana yang tumbuh di dalam lingkungan hutan, kera, ular, hewan berkaki empat, burung dan kumbang datang mengerubunginya”. Nitisastra XII. 1. Selanjutnya dijelaskan bahwa: Orang yang mampu membuat seratus sumur masih kalah keutamaannya dibandingkan dengan orang yang mampu membuat satu waduk, orang yang mampu membuat sutu waduk kalah keutamaannya dibandingkan dengan orang yang mampu membuat satu yajna secara tulus-ikhlas, dan orang yang mampu membuat seratus yajna masih kalah keutamaannya dibandingkan dengan orang yang mampu melahirkan seorang anak yang suputra. Demikian keutamaan seorang anak yang suputra. Kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan bahwa wiwaha itu disamakan dengan samskara yang menempatkan kedudukan perkawinan sebagai lembaga yang memiliki keterkaitan yang erat dengan Agama Hindu. Oleh karena itu, semua persyaratan yang ditentukan hendaknya dipatuhi oleh umat Hindu. Dalam Upacara Manusa Yajna, Wiwaha Samskara upacara perkawinan dipandang merupakan puncak dari Upacara Manusia Yajna, yang harus dilaksanakan oleh seseorang dalam hidupnya. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 155 Wiwaha bertujuan untuk membayar hutang kepada orangtua atau leluhur. Maka dapat disamakan dengan dharma. Wiwaha Samskara diabdikan berdasarkan Veda, karena ia merupakan salah satu Sarira Samskara atau penyucian diri melalui perkawinan. Sehubungan dengan itu Manawa Dharmasastra menjelaskan bahwa untuk menjadikan bapak dan ibu maka diciptakan wanita dan pria oleh Ida Sang Hyang Parama KawiTuhan Yang Maha Esa, dan karena itu Veda akan diabdikan sebagai dharma yang harus dilaksanakan oleh pria dan wanita sebagai suami istri dalam berbagai macam kewajibannya. Setiap orang yang telah hidup berumah tangga memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain sebagai berikut. 1. Melanjutkan keturunan 2. Membina rumah tangga 3. Bermasyarakat 4. Melaksanakan Yajna Panca Yajna. Keempat kewajiban ini sesungguhnya adalah tugas mulia yang patut diemban dan dilaksanakan selama hidup bersuami- istri. Uji Kompetensi 1. Apakah tujuan seseorang melaksanakan perkawinan atau wiwaha itu? 2. Bagaimana bila tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang yang telah melaksanakan perkawinan atau wiwaha tidak dapat diwujudkannya, apakah yang terjadi? Jelaskanlah 3. Kewajiban-kewajiban apa-sajakah yang harus dilakukan oleh seseorang yang sudah melaksanakan perkawinan atau wiwaha itu? Sebutkanlah 4. Amatilah seseorang yang telah melaksanakan perkawinan atau wiwaha yang ada di lingkungan sekitarmu Tuliskan dan kemukakanlah hasil pengamatan yang telah dilakukan Diskusikanlah dengan orangtuamu di rumah 5. Bilamanakah perkawinan atau wiwaha yang dilaksanakan oleh seseorang dapat dinyatakan gagal atau berhasil? Jelaskanlah 6. Buatlah laporan tertulis kenapa di jaman sekarang terjadi banyak perceraian apa penyebabnya 7. Bagaimanakah cara agar perkawinan itu bisa langgengabadi Gambar 3.3 Upacara Perkawinan Sumber : Dok. Pribadi sumber. Dok Pribadi 8.3 Upacara Perkawinan Kelas XI SMASMK 156

C. Sistem Pawiwahan dalam Agama Hindu

Perenungan “Hina kriyām niṣpurusaṁ niṡchando roma ṡārṡasam, kṣayyāmayāvya pasmāri ṡvitrikuṣþhi kulāni ca”. Terjemahannya: “Kesepuluh macam itu perkawinan ialah, keluarga yang tidak menghiraukan upacara-upacara suci, keluarga yang tidak mempunyai keturunan laki, keluarga yang tidak mempelajari veda, keluarga yang anggota badannya berbulu tebal, keluarga yang mempunyai penyakit wasir, penyakit jiwa, penyakit mag, penyakit ayan atau lepra”. Manawa Dharmasastra III. 7 Memahami Teks: Sistem perkawinan Hindu adalah tata-cara perkawinan yang dilakukan oleh seseorang secara benar menurut hukum Hindu. Seseorang hendaknya dapat melaksanakan upacara perkawinan sesuai dengan tata-cara upacara perkawinan Hindu, sehingga yang bersangkutan dapat dinyatakan sah sebagai suami istri. Kitab Suci Hindu yang merupakan kompidium hukum Hindu Manawa Dharmasastra memuat tentang beberapa sistem atau bentuk perkawinan Hindu, sebagai berikut; “Brahma Dai vastat hai varsyah, prapaja yastatha surah, gandharwa raksasa caiva, paisacasca astamo dharmah” Terjemahannya: “Adapun sistem perkawinan itu ialah Brahma wiwaha, Daiwa wiwaha, Rsi wiwaha, Prajapati wiwaha, Asura wiwaha, Gandharwa wiwaha, Raksasa wiwaha, dan Paisaca wiwaha”. Manawa Dharmasastra.III.21 Menurut penjelasan kitab Manawa Dharmasastra tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa sistem atau bentuk perkawinan itu ada 8 jenis, yaitu sebagaimana berikut. 1. Brahma Wiwaha adalah perkawinan yang terjadi karena pemberian anak wanita kepada seorang pria yang ahli Veda Brahmana dan berperilaku baik dan setelah menghormati yang diundang sendiri oleh w anita. Kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan: “ācchādya cārcayitvā ca ṡruti ṡila vate svayaṁ, āhuya dānaṁ kanyāyā brāhmyo dharmaá prakirtitaá”. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 157 Terjemahannya: “Pemberian seorang gadis setelah terlebih dahulu dirias dengan pakaian yang mahal dan setelah menghormati dengan menghadiahi permata kepada seorang yang ahli dalam veda lagi pula budi bahasanya yang baik, yang diundang oleh ayah si wanita disebut acara brahma wiwaha”. Manawa Dharmasastra III.27 2. Daiwa Wiwaha adalah perkawinan yang terjadi karena pemberian anak wanita kepada seorang pendeta yang melaksanakan upacara atau yang telah berjasa. Kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan: “Yajñe tu vitate samyag ṛtvije karma kurvate, alankṛtya sutādānaṁ daivaṁ dharmaṁ pracakṣate”. Terjemahannya: “Pemberian seorang anak wanita yang setelah terlebih dahulu dihias dengan perhiasan-perhiasan kepada seorang Pendeta yang melaksanakan upacara pada saat upacara itu berlangsung disebut acara Daiwa wiwaha”. Manawa Dharmasastra III.28 3. Arsa Wiwaha adalah perkawinan yang dilakukan sesuai dengan peraturan setelah pihak wanita menerima seekor atau dua pasang lembu dari pihak calon mempelai laki-laki, kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan: “ekaṁ gomithunṁm dve vā varādādāya dharmataá, kanyāpradānaṁ vidhiva dārṣo dharmaá sa ucyate”. Manawa Dharmasastra III.29 4. Prajapati Wiwaha adalah perkawinan yang terlaksana karena pemberian seorang anak kepada seorang pria, setelah berpesan dengan mantra semoga kamu berdua melaksanakan kewajibanmu bersama dan setelah menunjukkan penghormatan kepada pengantin pria, Kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan: “sahobhau caratam dharmam iti vacanubhasya ca, kanyapradanam abhyarcya prajapatyo vidhih smrtah”. Terjemahannya: “Pemberian seorang anak perempuan oleh ayah si wanita setelah berpesan kepada mempelai dengan mantra “semoga kamu berdua melaksanakan kewajiban- kewajiban bersama-sama” dan setelah menunjukkan penghormatan kepada pengantin pria, perkawinan ini dalam kitab Smrti dinamai acara perkawinan Prajapati”. Manawa Dharmasastra III.30 5. Asura Wiwaha adalah bentuk perkawinan yang terjadi di mana setelah pengantin pria memberikan mas kawin sesuai kemampuan dan didorong oleh keinginannya sendiri kepada si wanita dan ayahnya menerima wanita itu untuk dimiliki, Kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan;