Kelas XI SMASMK
34
Dalam ajaran agama Hindu, disampaikan bahwa apabila kita melakukan tindakan mencela, maka pahalanya akan dicela dan dihinakan. Terlebih lagi apabila mencela
seorang Brahmana Utama, pahalanya bisa bertumpuk-tumpuk. Dalam kisah berikutnya, Dewi Drupadi mendapatkan penghinaan yang luar biasa dari saudara
iparnya yang tidak lain adalah Duryadana dan adik-adiknya. Di hadapan Maha Raja Drestarata, Rsi Bisma,
Begawan Drona, Kripacarya, dan Perdana Menteri Widura serta disaksikan oleh para menteri
lainnya, Dewi Drupadi dirobek pakaiannya oleh Dursasana atas perintah Pangeran Duryadana.
Perbuatan biadab merendahkan kehormatan wanita dengan merobek pakaian di depan umum,
berdampak pada kehancuran bagi negeri para penghina. Terjadinya penghinaan terhadap
Drupadi adalah pahala dari perbuatannya yang mencela Brahmana Utama ketika menikmati
hidangan. Dewi Drupadi tidak bisa ditelanjangi oleh Dursasana, karena dibantu oleh
Krisna dengan memberikan kain secara ajaib yang tidak bisa habis sampai adiknya Duryadana kelelahan lalu jatuh pingsan. Krisna membantu Drupadi karena Drupadi
pernah berkarma baik dengan cara membalut jari Krisna yang terkena Panah Cakra setelah membunuh Supala. Pesan moral dari cerita ini adalah, kalau melaksanakan
yajña harus tulus ikhlas, tidak boleh mencela dan tidak boleh ragu-ragu. elanjutnya
dalam ceritera
Uji Kompetensi
1. Makna apa yang dapat dipetik dari pelaksanaan yajña dalam cerita Mahabharata? 2.
Coba ceritakan kembali sekilas tentang pelaksanaan yajña dalam cerita Mahabharata tersebut
3. Rangkumlah cerita di atas dan berikanlah komentarmu bagaimana mempersembahkan yajña agar berhasil Sebelumnya diskusikanlah dahulu dengan orangtua di rumah.
Gambar 2.7 Kuruksetra Sumber : Dok. https:www.facebook.com
Sumber - Dok www.facebook.com
Gambar 2.7 Kurusetra
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
35
C. Syarat-syarat dan Aturan dalam Pelaksanaan Yajña
Perenungan
”Soma rārandhi no hṛdhi gāvo na yavaseṣv ā, marya iva sva okye”.
Terjemahannya.
”Tuhan Yang Mahapengasih, semoga Engkau berkenan bersthana pada hati nurani kami tubuh kami sebagai pura, seperti halnya anak-anak sapi yang merumput
di padang subur, seperti pula seorang gadis di rumahnya sendiri”. Åg Veda I. 91.13.
Memahami Teks
Melaksanakan yajña bagi umat Hindu hukumnya wajib. Segala sesuatu yang dilaksanakan tanpa dilandasi oleh yajña adalah sia-sia. Bagaimana agar semua yang
kita laksanakan dapat bermanfaat dan berkualitas, kitab Bhagavad Gita menyebutkan sebagai berikut.
“Aphalākāòkṣibhir yajòo vidhi-dṛṣþo ya ijyate, yaṣþavyam eveti manaá samādhāya sa sāttvikaá”.
Terjemahannya adalah.
“Yajña menurut petunjuk kitab-kitab suci, yang dilakukan oleh orang tanpa mengharap pahala dan percaya sepenuhnya bahwa upacara ini sebagai tugas
kewajiban, adalah sattvika”. Bhagavad Gita. XVII.11. “Abhisandhāya tu phalaṁ danbhārtham api çaiva yat,
ijyate bharata-ṡrestha taṁ viddhi rājasam”.
Terjemahannya adalah.
“Tetapi persembahan yang dilakukan dengan mengharap balasan, dan semata- mata untuk kemegahan belaka, ketahuilah, wahai Arjuna, yajña itu adalah bersifat
rajas”. Bhagavad Gita. XVII.12.
“Vidhi-hinam asṛṣtānnaṁ mantra-hìnam adakṣiṇam, ṡraddhā-virahitaṁ yajñaṁ tāmasaṁ paricakṣate”.
Terjemahannya adalah.
“Dikatakan bahwa yajña yang dilakukan tanpa aturan bertentangan, di mana makanan tidak dihidangkan, tanpa mantra dan sedekah serta tanpa keyakinan
dinamakan tamas”. Bhagavad Gita. XVII.13.
Kelas XI SMASMK
36
Agar pelaksanaan yajña lebih eisien, maka syarat pelaksanaannya perlu mendapat perhatian, yaitu sebagai berikut.
1. Sastra, yaitu yajña harus berdasarkan Veda. 2. Sraddha, yaitu yajña harus dengan keyakinan.
3. Lascarya, keikhlasan menjadi dasar utama yajña. 4. Daksina, memberikan dana kepada pandita.
5. Mantra, puja, dan gita, wajib ada pandita atau pinandita. 6. Nasmuta atau tidak untuk pamer, jangan sampai melaksanakan yajña hanya
untuk menunjukkan kesuksesan dan kekayaan. 7. Anna Sevanam, yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cara
mengundang makan bersama. 8. Dalam Bhagavad Gita XVII. 11, 12, dan 13 disebutkan ada tiga kualitas yajña,
yakni sebagaimana tertera di bawah ini.
a Satwika Yajña
Satwika Yajña adalah kebalikan dari Tamasika Yajña dan Rajasana Yajña bila didasarkan penjelasan Bhagawara Gita tersebut di atas. Satwika Yajña
adalah yajña yang dilaksanakan sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Syarat-syarat yang dimaksud, antara lain sebagai berikut.
1 Yajña harus berdasarkan sastra. Tidak boleh melaksanakan yajña sembarangan, apalagi didasarkan pada keinginan diri sendiri karena mempunyai uang
banyak. Yajña harus melalui perhitungan hari baik dan buruk, yajña harus berdasarkan sastra dan tradisi yang hidup dan berkembang di masyarakat.
2 Mengingat arti yajña itu adalah pengorbanan suci yang tulus ikhlas, Sang Yazamana atau penyelenggara yajña tidak boleh kikir dan mengam-
bil keuntungan dari kegiatan yajña. Apabila dilakukan, maka kualitasnya bukan lagi disebut sattwika.
3 Yajña harus menghadirkan sulinggih yang disesuaikan
dengan besar kecilnya yaj- ña. Kalau yajñanya besar,
sebaiknya hadirkan seorang sulinggih dwijati atau pandita.
Tetapi kalau yajñanya kecil, cukup dipuput oleh seorang
pemangku atau pinandita saja.
Gambar 2.8 Persembahan di Gunung Bromo Sumber : Dok. Pribadi
Sumber: Dok Pribadi
2.8 Persembahan di Gunung Bromo