Kerja Edermu Bayu. Sistem Pawiwahan dalam Agama Hindu

Kelas XI SMASMK 170 keputusan pembicaraan waktu Maba Manuk. Setelah selesai semua pembicaraan maka dilaksanakan secara berturut-turut oleh Anak Beru Dipempo dengan perantara Anak Beru Si Nereh mempelai wanita. Memberi Unjukan beli kepada Si Mupus yang melahirkan antara ayah dan ibu kepada Si Mupus salah seorang dari senina, Bere-bere, Perbibin, Perninin, Si Rembah Jalai, dan penghulu. Sebaliknya pihak menerima Si Nereh juga memberikan sesuatu kepada kedua mempelai. Menurut adat, penyerahan dilakukan oleh Senina orangtua wanita berupa sehelai kain kawin Uis Sereh, emas perhiasan, dan menyerahkan modal rumah tangga berupa alat dapur kepada kedua mempelai. Setelah selesai upacara penyerahan adat itu, diakhiri dengan upacara Mejuah- juah Selamatan, sambil menaburkan beras agar kedua mempelai selamat dalam menempuh hidup baru. Selanjutnya diteruskan acara makan bersama. Ini dilakukan oleh pihak laki-laki. Pada saat mukul ini diadakan jamuan makan bersama dalam satu piring berisi makanan, nasi, telor, gulai, dan ayam yang masih utuh masak. Acara makan dalam satu piring ini merupakan suatu sumpah untuk hidup bersama dan saling setia untuk selama-lamanya. Ini melambangkan persatuan dan kesatuan dalam perkawinan. Upacaranya dihadiri oleh keluarga terdekat dari kedua belah pihak yaitu Anak Beru, Kalimbubu, Senina, dan Aron. Setelah berakhirnya upacara ini maka sahlah perkawinan mereka dan sah pula sebagai suami istri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, sahnya suatu perkawinan menurut Hukum Adat Hindu apabila telah memenuhi tiga syarat yang disebut Tri Upa Saksi, yaitu saksi kepada keluarga, masyarakat pemerintah, dan saksi kepada DewaTuhan. Saksi kepada keluarga akan terlihat pada waktu upacara Maba Manuk yang hanya dihadiri oleh beberapa keluarga yang terdekat. Sedangkan saksi kepada masyarakat akan nampak pada acara kerja Erdemu Bayu yang dihadiri oleh kepala desa, kaum kerabat dan masyarakat lainnya. Yang terakhir saksi kepada Dewa atau Tuhan akan dijumpai pada waktu upacara Mukul, di mana kedua belah pihak mempelai makan berdua dalam satu piring dengan mengucapkan sumpahnya kepada Tuhan di mana akan berjanji hidup bersama untuk selama-lamanya.

f. Sesudah Perkawinan. Upacara terakhir menurut Adat Karo yang beragama Hindu adalah Nguluhken

Limbas yang sering disebut dengan istilah Ertedeh Atai kangen. Ini dilaksanakan di rumah orangtua wanita sarana yang disiapkan, yaitu ayam dua ekor, beras secukupnya, kelapa segandeng, sayur-sayuran secukupnya, sirih seperangkat, dan tabung. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 171 Proses pelaksanaannya adalah dengan menyodorkan sirih kepada hadirin pihak Sineren mempelai wanita. Selanjutnya acara makan bersama karena mereka telah sah menjadi suami istri yang sebentar lagi membuat rumah tangga yang baru. Pada umumnya laki-laki dan wanita Batak Karo yang sudah kawin, kedua pengantin itu tidak lama hidup atau tinggal bersama orangtua laki-laki. Mereka akan berdiri sendiri berpisah dari rumah tangga orangtuanya. Tindakan mereka yang dilakukan dengan memisahkan diri dari orangtua pihak lelaki disebut dengan istilah ”Penyanyon atau Njoyo“. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa hal berikut. 1 Perkawinan umat Hindu yang berlaku di Sumatra menggunakan sistem meminang. 2 Perkawinan yang dianggap ideal dalam masyarakat Batak Karo adalah perkawinan orang-orang Rimpal, yakni di mana seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya. 3 Dalam menyelesaikan segala kegiatan adat, maka Anak Beru, Kalimbubu dan Senina ini harus ada Sangkep Sitelu atau Rakut Sitelu dan ketiganya ini mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda-beda. 4 Pelaksanaan pesta perkawinan disesuaikan dengan keadaan. Misalnya bagi yang mampu dapat melaksanakan upacara perkawinan secara besar-besaran atau tingkat utama Kerja Sinita dalam bahasa Karo. Biasanya acara seperti ini disertai dengan iringan gendang adat. Bagi umat yang termasuk ekonomi sedang maka dapat melangsungkan upacara dengan tingkat madya atau menengah, sedangkan bagi umat sedharma yang tingkat perekonomiannya rendah dapat melangsungkan upacara perkawinan dengan kecil-kecilan dengan tidak mengurangi nilai pokok dalam ajaran agama, yaitu disesuaikkan dengan Desa, Kala, dan Patra. Pelaksanaan acara perkawinan yang berlangsung secara sederhana ini di Bali disebut dengan istilah Byakaonan. Uji Kompetensi 1. Apakah yang dimaksud dengan sistem perkawinan itu? Jelaskanlah 2. Sebutkanlah sistem perkawinan menurut kitab Manawa Dharmasastra? 3. Jelaskanlah bentuk-bentuk perkawinan yang terdapat dalam kitab Manawa Dharmasastra 4. Apakah sistem perkawinan Mekaro Lemah dan Campuran dapat diterima dalam agama Hindu? Jelaskanlah 5. Buatlah peta konsep yang menggambarkan tentang sistem perkawinan yang ada dalam agama Hindu Diskusikanlah dengan orangtuamu di rumah 6. Buatlah rangkuman yang menggambarkan tentang sistem perkawinan yang ada dalam agama Hindu