46 4. Tingkat residukontaminasi di produk, tanah dan air.
5. Biaya input produksi 6. Kemudahan dan kepraktisan
7. Tenaga kerja yang perlu disediakan 8. Pendapat pakar
3.5.2. Sub Model Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan
Sub model pemanfaatan lahan berkelanjutan dibuat dengan tujuan untuk menetapkan teknik pengelolaan lahan berkelanjutan yang dapat dilakukan oleh
petani untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya sekaligus mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Terdapat dua keluaran dari sub model ini,
pertama : teknik konservasi berbasis local ecological knowledge LEK yang dapat meminimalkan erosi dan meningkatkan ketersediaan air dan kedua : kombinasi jenis
komoditas unggulan dalam satu kawasan berdasarkan karakteristik lahan dan agroklimatnya. Dengan demikian, pemanfaatan lahan kering dataran tinggi tidak
menimbulkan kerusakan yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungannya. Metode Perbandingan Eksponensial MPE digunakan untuk menetapkan alternatif
teknikperlakuan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan tersebut. Sumber data berasal dari data dan informasi mengenai LEK petani dalam
mengelola lahannya selama beberapa tahun dilengkapi dengan pendapat pakar yang terkait dengan:
1. Informasi usahatani secara umum seperti luas kepemilikan lahan, lokasi lahan, jenis usahatani, status kepemilikan lahan, kemiringan lereng, sistem
pergiliranrotasi tanaman dalam satu tahun, serta sistem pertanaman menerapkan konservasi tanah atau tidak.
2. Local ecological knowledge LEK dalam menerapkan teknik budidaya dan pengelolaan lahan, pemanfaatan sumber dan antisipasi terhadap anomali iklim
serta pengetahuan dan pengalaman petani dalam melaksanakan konservasi tanah dan air.
3. Jenis komoditas berdasarkan persyaratan hiduphabitatnya dan persyaratan pengelolaannya tanaman semusim, tanaman tahunan dan peternakan.
3.5.3. Sub Model Agribisnis - Pemasaran
Sub model agribisnis-pemasaran dibuat dengan tujuan untuk menetapkan pola pemasaran yang paling efektif dan efisien, agar produk yang dihasilkan dari
kegiatan usahatani memenuhi standar kualitas kesehatan dan dapat memberikan keuntungan maksimum kepada petani. Kualitas produk yang tinggi dan rantai
47 pemasaran yang pendek akan meningkatkan harga jual sekaligus memaksimalkan
keuntungan yang diterima oleh petani produsen. Keberhasilan pemasaran susu sapi melalui koperasi dan pola kemitraan di
Kecamatan Lembang akan menjadi sumber informasi sekaligus pembanding dalam pengembangan model untuk pemasaran sayuran. Selain itu dilakukan analisis
struktur pasar untuk mengetahui potensi dan kondisi pasar sayuran, analisis finansial untuk mengetahui kelayakan usahatani sayuran secara finansial.
Selanjutnya keputusan dibuat berdasarkan Metode Perbandingan Eksponensial MPE sumber meliputi:
1. Informasi pasar dan kredit meliputi harga jual produk ketika panen, sumber kredit usahatani, tingkat suku bunga, dan lamanya pengembalian
2. Hasil panen dan pendapatan: pendapatan keluarga baik dari usahatani ataupun dari luar usahatani
3. Rantai pemasaran dari petani-konsumen 4. Biaya produksi dan biaya lainnya
5. Jumlah produksi supply dan jumlah permintaan demand 6. Jarak lokasi produksi ke pasar terdekat
7. Sistem transportasi 8. Standar kualitas produk pertanian
3.5.4. Sub Model Penguatan Modal Sosial
Sub model penguatan modal sosial dirancang dengan maksud untuk membuat pola penguatan modal sosial yang mengakar pada kelembagaan dan
kearifan lokal, interaksi komunitas, norma yang berlaku serta kontrol sosial berdasarkan kesepakatan bersama. Dengan kekuatan modal sosial, komunitas
dapat mempertahankan kualitas lingkungannya, membangun kekuatan internal untuk
memenuhi kebutuhan
modal usahataninya
dan meningkatkan
kesejahteraannya. Data kuantitatif dan kualitatif dikumpulkan menggunakan Skala Likert dan
instrumen kuesioner yang mengacu kepada pedoman pengukuran modal sosial yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Isi kuesioner akan disesuaikan dengan kondisi
kelembagaan sosial dalam komunitas petani dan perilaku petani dalam berkomunikasi dan bekerjasama dalam komunitasnya.
Persepsi masyarakat terhadap model ecofarming dilakukan dengan analisis Skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert sejak tahun 1932. Kondisi
lingkungan dan masyarakat dinyatakan dalam bentuk penilaian alternatif yaitu
48 Sangat Tinggi 5, Tinggi 4, Cukup Tinggi 3, Rendah 2 dan Rendah Sekali 1.
Metode yang digunakan untuk menetapkan nilai akhir kekuatan modal sosial adalah fuzzy semi numeric. Metode ini di pilih agar dalam penetapan keputusan yang
diambil masih mengakomodasikan pendapat dan keinginan stakeholders dalam batasannya yang disebut wilayah “abu-abu”.
3.5.5. Sub Model Kebijakan Publik