34 kepuasan  intelektual,  emosional,  moral,  dan  spiritual.    Dalam  pandangan  ini,
keragaman  budaya  merupakan  kebijakan  keempat  dari  lingkup  kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan  berkelanjutan  pada  hakekatnya  dapat  diwujudkan  jika terjadi harmonisasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, pertumbuhan ekonomi
serta  stabilitas  sosial  dan  budaya.    Pencapaian  status  berkelanjutan  bukanlah situasi  yang  bersifat  statis,  melainkan  suatu  proses  perubahan  yang  dinamis
dalam  aktivitas  eksploitasi  terhadap  sumberdaya  alam,  arah  investasi,  orientasi perkembangan  teknologi  dan  pengembangan  kelembagaan  secara  konsisten
untuk pemenuhan kebutuhan pada saat ini dan kebutuhan di masa depan.
2.4.1.  Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Setidaknya  terdapat  lebih  dari  70  definisi  dalam  literatur  mengenai pertanian  berkelanjutan.    Perbedaannya  terletak  pada  prioritas,  besaran  nilai
yang  digunakan  dan  tujuan  yang  ingin  dicapai.  Pada  intinya,  pertanian berkelanjutan  sustainable  agriculture  merupakan  salah  satu  implementasi
konsep  pembangunan  berkelanjutan  sustainable  development.  Berdasarkan konsep  pembangunan  berkelanjutan,  organisasi  pangan  dunia  FAO,  1989
menyebutkan  bahwa  pembangunan  pertanian  berkelanjutan  melakukan konservasi  lahan,  air,  sumberdaya  genetik  tanaman  maupun  hewan,  tidak
merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial.
Keberlanjutan  dalam  bidang  pertanian  secara  sederhana  dapat  diartikan sebagai  suatu  kondisi  kecukupan  pangan  sepanjang  waktu.    Gen  et  al.,  1990
menyatakan pembangunan pertanian berkelanjutan adalah kesatuan dari tujuan- tujuan yang mencakup:
1. Memproduksi  jumlah  bahan  makanan  dan  energi  yang  berkualitas  tinggi
dalam jumlah cukup. 2.
Memberikan keuntungan bagi petani. 3.
Menjaga kelestarian sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. 4.
Menjaga  keselarasan  hubungan  yang  harmonis  antara  lingkungan  fisik, sosial dan biologis.
Berdasarkan  penjelasan  tersebut  dapat  dipahami  bahwa  pembangunan pertanian  berkelanjutan  sebagai  suatu  cara  bertani  yang  mengintegrasikan
secara  komprehensif  aspek  lingkungan,  sosial  dan  ekonomi  masyarakat pertanian untuk 1 menghasilkan bahan pangan, serat dan bahan baku industri,
35 2  memberikan  keuntungan  bagi  petani  produsen  serta  meningkatkan  kualitas
kehidupan  masyarakat  secara  keseluruhan,  dan  3  mempertahankan  dan  atau meningkatkan kualitas dan kapasitas daya dukung lingkungan.
2.4.2.  Indikator Untuk Mengukur Keberlanjutan
Indikator  keberlanjutan  adalah  alat  yang  digunakan  untuk  memberikan informasi  secara  langsung  atau  tidak  langsung  mengenai  viabilitas  sebuah
sistem di masa mendatang dari berbagai level tujuan ekologi, ekonomi, sosial. Penggunaannya  dianggap  penting  karena  menjadi  informasi  bagi  perencanaan
dan pengembangan sistem selanjutnya. Walker  dan  Reuter  1996  menggolongkan  indikator  ini  dalam  dua  tipe,
yaitu: 1 indikator kondisi, yaitu indikator yang menjelaskan kondisi sistem pada saat  ini  relatif  terhadap  kondisi  yang  diharapkan,  dan  2  indikator  trend,  yaitu
indikator  yang  menjelaskan  perubahan  dalam  sistem  berdasarkan  waktu sehingga dapat digunakan untuk memonitor kecenderungan yang akan terjadi di
dalam  sistem.    Chen  et  al.,  2002  merekomendasikan  indikator  untuk  menilai keberlanjutan  pertanian  dalam  konteks  China  berdasarkan  tekanan  populasi,
degradasi  lingkungan,  penggunaan  sumberdaya  yang  tidak  efisien  dan manajemen sumberdaya yang tidak tepat.  Food Agricultural Organization FAO,
2000  menggunakan  indikator  seperti  rasio  lahan  pertanian  terhadap  populasi, proporsi  lahan  irigasi,  produksi  pertanian  dan  kontribusi  sektor  pertanian
terhadap  pendapatan  domestik  untuk  menilai  situasi  umum  dari  produksi pertanian di negara-negara berkembang.  Beragamnya indikator yang digunakan
oleh  peneliti  sebelumnya  menunjukkan  bahwa  pemilihan  indikator  harus disesuaikan  dengan  tujuan  dan  karakteristik  sistem  yang  sedang  dihadapi.
Pemilihan  indikator  yang  tepat  adalah  kunci  keberhasilan  dari  pelaksanaan analisis keberlanjutan sistem yang akan dilakukan.
36
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian  dilakukan  di  dua  tempat,  yaitu    di  Kecamatan  Lembang, Kabupaten  Bandung  Barat  dan  di  Kecamatan  Dongko,    Kabupaten  Trenggalek.
Ke  dua  wilayah  tersebut  memiliki  karakterisitik  agroecological  zone  yang  relatif berbeda.  Wilayah Kecamatan Lembang terletak pada ketinggian lebih dari 1.000
m dpl.  Jenis tanah Andisol dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi di  wilayah  ini,  memiliki  kemampuan  mengikat  air  dan  menyediakan  unsur  hara
yang  relatif  tinggi.  Petani  Lembang  dapat  menanam  berbagai  jenis  sayuran  di lahan mereka.
Kondisi tersebut berbeda dengan wilayah Kecamatan Dongko.   Meskipun sama-sama  memiliki  curah  hujan  rata-rata  tahunan  yang  tinggi,  wilayah
Kecamatan Dongko lebih kering dibandingkan Kecamatan Lembang.  Kondisi ini ditunjukkan,  oleh:  1  erosi  telah  menyebabkan  tanah  Alfisol  di  wilayah  ini
kehilangan  sebagian  besar  lapisan  permukaan  yang  kaya  bahan  organik, sehingga  menurunkan  kemampuan  tanah  untuk  mengikat  air  dan  unsur  hara
serta menimbulkan retakan pada tanah pada musim kemarau, 2 vegetasi yang tumbuh  didominasi  oleh  tanaman  tahunan,  sedangkan  jenis  tanaman  semusim
yang dibididayakan petani hanya ubikayu dan nilam, dan 3 debit air yang keluar dari  mata  air  sangat  rendah.    Peta  lokasi  penelitian  dapat  dilihat  pada  Gambar
3.1 dan 3.2 berikut ini.
Gambar 3.1.  Peta Kabupaten Bandung Sumber, Bappeda Jawa Barat 2007
Lokasi Penelitian