12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Pertanian Berbasis Ekologi Ecofarming
Sebagian  ahli  menyebutkan  ecofarming  sebagai  reasonable  organic farming,  karena  pemanfaatan  input  produksi  non  organik  masih  diperbolehkan
dalam  jumlah  terbatas  dengan  memperhatikan  kapasitas  daya  dukung  dan kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri dari pencemar.  Berbeda dengan
absolut  organic  farming  yang  sama  sekali  tidak  memperbolehkan  penggunaan input  produksi  non  organik.  Menurut  Gupta  et  al.,  2005  konsep  yang
dikembangkan  dalam  pertanian  organik  murni  adalah  mengembalikan keseimbangan  energi  di  alam  tanpa  menggunakan  pupuk  dan  pestisida  kimia.
Disebutkan  pula  bahwa  pertanian  organik  sangat  mengandalkan  metodateknik tradisional dalam mengolah alam dengan memperhatikan aspek-aspek ekologis.
Sistem  pertanian  organik  memanfaatkan  pupuk  hijau,  pestisida  biologi,  biosida dan  pengolahan  lahan  secara  manual  namun  bukan  berarti  sistem  budidaya
pertanian  kembali  seperti  jaman  batu  dahulu.    Beberapa  konsep  lain  yang berkembang  dari  sistem  pertanian  organik  disebutkan:  Natural  Farming,  Rishi
Krishi, Biodynamic Agriculture, Ecofarming, dan Do Nothing Agriculture. Menurut  PMID  1993,  keberhasilan  China  meningkatkan  kualitas
lingkungannya diperoleh dengan cara menekan laju pertumbuhan penduduk dan mengembangkan  ecofarming.  Negara  ini  juga  melindungi  keanekaragaman
hayati,  mencari  dan  mengembangkan  sumber  energi  baru,  melaksanakan  pola konsumsi  yang  aman  dan  berkelanjutan,  melakukan  efisiensi  pemanfaatan
sumberdaya alam, menggunakan produksi dalam negeri untuk mempertahankan keberlanjutan pembangunan nasional, menerapkan manajemen bersih, mengatur
arus migrasi, serta meningkatkan kerjasama internasional. Keanekaragaman yang menjadi salah satu ciri ecofarming diyakini dapat
mengurangi  tingkat  ketergantungan  pertanian  terhadap  pupuk  kimia.    Becker  et al.,  2001  menguatkan  pendapat  tersebut,  bahwa  peningkatan  jumlah  mikro  –
meso  fauna  disekitar  perakaran  gandum  yang  ditanam  secara  multikultur  akan meningkatkan  aktivitas  enzym  dan  ketersediaan  hara  tanah.    Tanah  di  sekitar
perakaran  menjadi  lebih  subur,  sehingga  jumlah  pupuk  kimia  dapat  dikurangi penggunaannya.
Sebagian  pakar  menyebutkan  aspek  sosial  dalam  pengembangan ecofarming  menjadi  bagian  yang  sama  pentingnya  dengan  aspek  ekologi  dan
ekonomi  dalam  pengembangan  sebuah  sistem  pertanian.    Integrasi  antara
13 kearifan  lokal  dengan  teknologi  modern  akan  mampu  menyelesaikan  masalah-
masalah  yang  ditemukan  pada  pertanian  di  negara  berkembang  terutama  yang terkait dengan erosi, degradasi lingkungan dan kerusakan ekologi Rajasekaraan
et  al.  1991.  Menurut  Saptana  et  al.,  2004,  terdapat  tiga  pilar  utama kelembagaan  sosial  yang  harus  ada  untuk  mendukung  keberhasilan
pengembangan  kawasan  produksi  sayuran  di  Sumatera  yaitu:  kelembagaan yang  hidup  dan  telah  diterima  oleh  komunitas  lokal  atau  tradisional  voluntary
sector,  kelembagaan  pasar  private  sector  dan  kelembagaan  politik  atau pemerintah public sector.
Menurut Egger 1990, kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya alam local ecological knowledge seharusnya tetap dipertahankan meskipun teknologi
pertanian berkembang pesat.  Egger menambahkan, bahwa karakteristik sistem ecofarming meliputi:
1.  Pemanfaatan sumberdaya
lokal secara
maksimal namun
tetap memperhatikan keberlanjutannya.
2.  Penggunaan  input  dari  luar  secara  minimal,  hanya  sebagai  pengganti  jika sumberdaya lokal tidak tersedia
3.  Penekanan  pada  budidaya  tanaman  pangan  yang  dikombinasikan  dengan tanaman lain yang dapat dipanen sebelum tanaman utama dihasilkan.
4.  Memastikan  bahwa  fungsi  biologi  dasar  dari  tanah,  air,  unsur  hara  dan humus dapat terjaga.
5.  Memelihara keanekaragaman
jenis tanaman
dan binatang
untuk keseimbangan  ekologi  dan  stabilitas  ekonomi  dengan  mengembangkan
spesies dan varietas lokal. 6.  Menciptakan  suatu  bentuk  pengelolaan  lahan  yang  menarik  dan  mampu
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Rajasekaran  et  al.,  1991  memperkuat  pernyataan  tersebut,  bahwa
kearifan  lokal,  stabilitas  ekosistem,  introduksi  teknologi  yang  tepat  dan  skala usahatani yang menguntungkan merupakan syarat untuk mengelola sumberdaya
alam  melalui  sistem  pertanian  yang  berkelanjutan.    Oleh  karena  itu,  metode pendekatan  RRA  rural  rapid  appraissal  digunakan  untuk  menemukan
permasalahan  lokal  sekaligus  menetapkan  tujuan  yang  diinginkan  oleh masyarakat setempat.
Klein  2006  menambahkan  bahwa  ecofarming  dan  ecofallow,  adalah sistem  pertanian  tanpa  atau  minimal  olah  tanah  no  till  or  reduced  tillage.
14 Ecofarming  dijelaskan  sebagai  sistem  pertanian  dengan  cara  menekan  laju
pertumbuhan gulma melalui pengelolaan sisalimbah pertanian dan menerapkan rotasi  tanaman,  serta  melakukan  pengolahan  tanah  secara  minimal.
Kemampuan mengendalikan erosi tanah dan pertumbuhan gulma, meningkatkan infiltrasi tanah dan menjaga kelembaban tanah akan menurunkan biaya produksi
sekaligus meningkatkan produktivitas lahan. Keberhasilan  pengembangan  ecofarming  di  Rwanda  dilaporkan  oleh
Egger 1990 karena menerapkan: 1.  Penanaman tanaman semusim yang diintegrasikan dengan tanaman tahunan
spesifik  lokal  dan memiliki  nilai  eksotika  tinggi.    Selain  mencegah  terjadinya erosi  tanah,  pohon-pohon  dapat  menghasilkan  buah,  kayu  dan  energi.
Pohon  juga  akan  mengembalikan  ketersediaan  hara  ke  permukaan  tanah dan menciptakan iklim mikro yang lebih baik. Kombinasi kedua jenis tanaman
tersebut  juga  mampu  meningkatkan  kunjungan  wisatawan  untuk  tujuan ekowisata.
2.  Mengembangkan peternakan disekitar lokasi pertanian. 3.  Penggunaan sisa-sisa tumbuhan semak untuk pupuk hijau. Lahan diberakan
selama 1 – 2 tahun yang diikuti dengan pertanaman selama dua tahun akan menghasilkan 10 – 25 tonha bahan organik kering untuk pupuk dan mampu
mengasimilasi  150  –  300  kg  nitrogen  per  tahun.    Tanaman  semak  terbukti meningkatkan  akumulasi  humus,  menekan  pertumbuhan  gulma,  mencegah
terjadinya  longsor  dan  meningkatkan  kapasitas  tanah  mengikat  air  serta meningkatkan  efisiensi  pemupukan  mineral.  Penggunaan  pupuk  hijau  dan
pupuk mineral bukan bersifat alternatif, namun saling melengkapi. 4.  Membuat parit-parit dan tanaman pagar untuk mencegah terjadinya erosi.
5.  Menggantikan monokultur menjadi  pertanian multikultur  yang mengandalkan kebutuhan dan kearifan lokal.
6.  Menggunakan input luar pupuk mineral dan pestisida pada saat yang tepat, tergantung pada kondisi dan kebutuhannya.
7.  Total ecodesign, dilaksanakan dengan komitmen tinggi dalam satu kawasan. 8.  Didukung  oleh  penyuluhan  dan  pelatihan  mengenai  penerapan  ecofarming
bagi petani.
2.2.  Pendekatan Sistem dalam Model Ecofarming