Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

175

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

1. Secara umum sistem usahatani lahan dataran tinggi di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko termasuk dalam kategori tidak berkelanjutan, ditunjukkan oleh nilai rata-rata indeks keberlanjutan pada lima dimensi 50 pada skala 1-100. Untuk Kecamatan Lembang berturut- turut adalah nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi yaitu sebesar: 35,47; 38,14; 56,42; 34,49; dan 17,30, sedangkan untuk Kecamatan Dongko sebesar: 24,16; 47,13; 63,78; 64,78 dan 41,55. 2. Variabel pengungkit dan variabel dominan yang digunakan untuk meningkatkan status keberlanjutan usahatani di kedua wilayah penelitian adalah: pengaturan proporsi tanaman semusim terhadap tanaman tahunan, pemanfaatan sumber bahan organik lokal jumlah ternak, jumlah bahan organik tanah, produktivitas lahan, harga produk pertanian, harga faktor produksi, laju erosi aktual, laju infiltrasi, laju aliran permukaan, pertumbuhan rumah tangga pertanian RTP, dan intervensi pemerintah 3. Model ecofarming dibangun oleh 5 sub model yaitu sub model LEISA, sub model pengelolaan lahan berkelanjutan, sub model agribisnis-pemasaran, sub model kekuatan modal sosial dan sub model kebijakan pemerintah. Data yang digunakan untuk membangun struktur model adalah data primer kondisi saat ini agar penggunaan asumsi dapat diminimalkan serta untuk menghindarkan terjadinya bias yang tidak diinginkan. Hasil validasi perilaku struktur model terhadap data empirik menunjukkan, bahwa model yang dihasilkan valid dan dapat merefleksikan sistem yang sebenarnya. 4. Hasil simulasi menggunakan model dinamis menetapkan 3 skenario model ecofarming. Pemilihan terhadap skenario model memperhatikan: manfaat yang diperoleh, kondisi biofisik lahan, ketersediaan dana, prioritas perbaikan dan kesiapan stakeholders terkait. Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan skenario 1 adalah sebesar Rp. 88.560.000ha, untuk skenario 2 sebesar Rp. 70.431.000hektar sedangkan untuk skenario 3 diperlukan biaya sebesar Rp. 54.285.500ha. 5. Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa keinginan pemerintah untuk mengembalikan fungsi seluruh lahan dataran tinggi sebagai kawasan 176 lindung sangat sulit direalisasikan, karena bagi petani bertani adalah cara hidup sehingga cenderung untuk menolak jika harus dipindahkan ke tempat lain. Oleh karena itu, diperlukan model pengelolaan kawasan yang dapat menjalankan fungsi lindung dan fungsi budidaya secara bersamaan sebagai bentuk penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Model ecofarming yang dihasilkan dari penelitian ini, adalah model pengelolaan kawasan yang rekomendasikan untuk dilaksanakan di lahan dataran tinggi. Penerapan model ecofarming secara konsisten, akan menjamin keberlanjutan fungsi lindung dan fungsi budidaya yang terukur dari manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, manfaat sosial dalam bentuk stabilitas sosial masyarakat serta manfaat ekologi berupa kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

8.2. Saran