Kriteria Pemilihan Pemasok Pemilihan

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ambardi 2010, kriteria yang dipilih dalam evaluasi pemilihan supplier mengacu kepada kriteria menurut Dickson yaitu biaya, kualitas, pengiriman, logistik pemasok, teknologi pemasok, perusahaan pemasok dan hubungan dengan pemasok. Penelitian yang dilakukan oleh Chamid 2007 menggunakan kriteria evaluasi supplier Dickson yaitu supplier capability supply capacity, deliver, flexibility, price, dan quality. Pada penelitian ini, terdapat enam kriteria untuk evaluasi pemilihan supplier mengacu kepada evaluasi pemilihan supplier Dickson yaitu quality, delivery, performance history, warranties and claim policies, price, technical capability . Penetapan kriteria tersebut juga didukung oleh diskusi dengan orang yang ahli dan berpengalaman dalam masalah pemasokan bahan baku lateks dari pihak perusahaan.

3.3. Pemesanan Bahan Baku

Penyusunan budget pemesanan bahan baku merupakan tanggung jawab bagian pembelian. Budget ini secara rinci memuat rencana-rencana pembelian, yaitu: 1. Jumlah setiap jenis bahan baku yang harus dibeli 2. Kapan pembelian harus dilakukan 3. Estimasi harga bahan baku yang dibeli Rencana pembelian yang baik akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, terutama dalam hal penurunan biaya produksi. Ada perbedaan antara budget pembelian bahan baku dengan budget kebutuhan bahan baku: 1. Kuantitas bahan baku yang tercantum dalam kedua budget tersebut dapat berbeda sebagai akibat perubahan tingkat persediaan bahan baku. 2. Budget bahan baku hanya mencantumkan kuantitas kebutuhan bahan baku saja, sedangkan budget pembelian kuantitas dan nilai pembelian. Manajer pembelian, di dalam menyusun rencana pembelian, bertanggungjawab atas pemberian input-input keputusan sebagai berikut: 1. Penetapan kebijakan yang berkaitan dengan tingkat persediaan 2. Penetapan kuantitas dan waktu pembelian untuk setiap jenis bahan baku yang diperlukan 3. Estimasi harga setiap jenis bahan baku yang dibeli Jika kebutuhan bahan baku untuk produksi tidak berubah-ubah, maka kebijakan tingkat persediaan stabil dan akan berakibat kuantitas pembelian sama dengan kuantitas kebutuhan. Sebaliknya jika kebutuhan bahan baku untuk produksi berubah-ubah, maka kebijakan pembelian yang tetap akan mengakibatkan tingkat persediaan berubah-ubah mengikuti pola perubahan kebutuhan bahan baku.

3.4. Analytical Hierarchy Process AHP

Metode Analytic Hierarchy Process AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor — faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian—penilaian dan nilai—nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis. Analytic Hierarchy Process AHP digunakan dalam menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagian, serta menjadikan variabel dalam suatu tingkatan hirarki. Masalah yang kompleks terdiri dari lebih dari satu multikriteria masalah, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian- bagian, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik dengan pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi basil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Analytic Hierarchy Process AHP mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari : 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah f kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1f kali lebih penting dari A.