14
3. Perhitungan Kecukupan Panas dan Perancangan Jadwal Proses
Tingkat sterilitas produk merupakan pertimbangan utama dalam menentukan kombinasi suhu dan waktu pemanasan. Semakin tinggi tingkat sterilitas, produk yang
dihasilkan semakin aman. Akan tetapi, di sisi lain faktor ekonomi dan degradasi mutu produk menjadi pembatas. Karena itu, perlu dilakukan optimasi proses pemanasan yang dapat
memberikan jaminan keamanan produk tanpa overprocessing Sharma et al, 2000.
Evaluasi kecukupan proses pemanasan melibatkan dua rangkaian parameter, yaitu kinetika pemusnahan mikroba dalam produk dan karakteristik penetrasi panas dari sistem
pemanasan yang digunakan Sharma et al, 2000. Kedua parameter tersebut akan berbeda untuk setiap jenis produk dan sistem pemanasan yang digunakan.
Kinetika pemusnahan mikroba oleh panas merupakan fungsi dari waktu, suhu, serta jumlah mikroorganisme awal dalam produk. Parameter yang digunakan dalam hal ini antara
lain nilai D, nilai z, lethal rate L
r
, dan nilai letalitas Fo. Nilai D adalah waktu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah mikroba sebesar 10 fold 1 siklus log, atau 90 pada
suhu tertentu, sedangkan nilai z adalah perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 10 fold. Lethal rate L
r
merupakan waktu pemanasan pada suhu 250° F 121° C yang menghasilkan efek pemusnahan yang ekuivalen dengan pemanasan 1 menit pada suhu
proses, sedangkan nilai sterilitas Fo adalah waktu pemanasan pada suhu 250° F 121° C yang ekuivalen dengan pemanasan selama proses. Kinetika pemusnahan mikroba ini bersifat
spesifik untuk setiap jenis mikroba. Penentuan nilainya bergantung pada mikroba target, yaitu mikroba paling tahan panas yang terdapat dalam produk Sharma et al, 2000.
Parameter yang kedua, yaitu karakteristik penetrasi panas, mencakup parameter respon suhu f
h
dan lag factor j
h
. Nilai f
h
menunjukkan kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk selama proses pemanasan, sedangkan nilai j
h
menunjukkan waktu kelambatan sebelum kecepatan penetrasi panas mencapai f
h
Sharma et al, 2000. Karakteristik penetrasi panas ini diperoleh melalui evaluasi penetrasi panas dalam produk, yang akan menghasilkan
profil hubungan suhu dan waktu selama proses pemanasan. Pengukuran suhu produk dilakukan pada titik terdingin coldest point atau slowest heating point, untuk memberikan
jaminan bahwa suhu yang terukur sudah tercapai pada semua titik. Titik terdingin berbeda untuk setiap jenis produk, di mana umumnya untuk produk cair perambatan panas secara
konveksi titik terdingin terletak di tengan bagian pada ketinggin 13 dari tinggi kaleng diukur dari dasar, sementara untuk produk padat perambatan panas secara konduksi titik
terdingin terletak tepat di tengah dimensi kaleng Kusnandar et al, 2009.
Terdapat dua metode yang secara luas digunakan dalam menganalisa kecukupan panas, yaitu metode umum menggunakan grafik dan metode formula. Metode umum
merupakan yang pertama dikembangkan dalam perhitungan proses termal. Dibanding metode formula, metode umum lebih teliti, karena itu umumnya digunakan dalam evaluasi proses
panas yang telah dilakukan. Akan tetapi metode ini sulit digunakan dalam perancangan proses. Karena itu dalam perancangan proses umumnya digunakan metode formula yang
menggunakan beberapa parameter penetrasi panas seperti yang telah disebutkan di atas Toledo, 1991. Metode formula yang digunakan dalam hal ini adalah metode Ball.
15
Perhitungan nilai Fo dengan metode umum dilakukan dengan integrasi lethal rate selama proses pemanasan terhadap waktu, seperti yang disajikan dalam persamaan 2 dan 3.
Aplikasi perhitungan integral menggunakan spreadsheet misalnya Microsoft Office Excel dilakukan dengan metode trapesium. Nilai F parsial dihitung sebagai luas bidang trapesium
pada grafik lethal rate vs. waktu dengan interval waktu tertentu, seperti disajikan dalam persamaan 3. Nilai sterilisasi total diperoleh dari hasil penjumlahan nilai Fo parsial selama
proses pemanasan Subarna et al, 2008.
L
r
= 10
T-Tref z
2 F
o
= L
r
.dt
t t
o
3 Fo parsial =
L
r
n + L
r
n−1 2
x Δt
4 Keterangan :
T = suhu proses ° C
T
ref
= suhu referensi, biasanya digunakan 121° C L
r
= lethal rate F
o
= nilai sterilitas z
= waktu yang diperlukan untuk menurunkan nilai D sebesar 1 siklus log L
r
n = lethal rate pada menit ke-n, dihitung dengan persamaan 1 L
r
n-1 = lethal rate pada menit sebelumnya, dihitung dengan persamaan 1 ∆t
= interval waktu Untuk perhitungan proses termal menggunakan metode formula, data penetrasi panas
diplotkan ke dalam grafik t vs. Tr-T, dengan sumbu y Tr-T menggunakan skala logaritma. Plot kurva ini kemudian diputar 180°, sehingga akan tampak seperti Gambar 7.
Berdasarkan grafik yang dibentuk dari fase linier, diperoleh persamaan umum seperti disajikan dalam persamaan 5 dan 6.
T
r
− T = T
r
− T
pih
. 10
− t f
h
5 log
T
r
− T = log T
r
− T
pih
−
t f
h
6 Keterangan :
T
r
= suhu retort T
= suhu akhir produk T
pih
= suhu awal semu produk pseudo initial heating t
= waktu pemanasan f
h
= waktu yang dibutuhkan garis linier untuk menempuh 1 siklus log menit
16
Gambar 7. Contoh plot data penetrasi panas Persamaan tersebut dapat diperoleh secara otomatis menggunakan spreadsheet seperti
Microsoft Office Excel , dengan bentuk berbeda, yaitu sebagai berikut persamaan 7.
y = a. e
−bx
7 Log y = Log a
− b. Log e . x 8
Dengan demikian, T
r
-T = y T
r
-T
pih
= a f
h
= 1b.log e. t
= x Metode Ball menggunakan asumsi bahwa retort mencapai suhu proses pada 0.58
come-up-time dan tidak ada proses pemanasan sebelum itu. Dengan demikian t
o
dimulai pada 0.58 come-up-time t
c
, dan waktu proses Ball adalah 0.42 t
c
ditambah waktu operator waktu sejak retort mencapai suhu proses sampai dimatikan, t
p
. Penyesuaian persamaan 6 dengan metode Ball menghasilkan persamaan 9. Nilai T
r
– T
pih Ball
diperoleh dari persamaan 6 saat t = t
o
, seperti tampak pada persamaan 10. Nilai J
h
diperoleh dengan membagi T
r
-T
pih Ball
dengan T
r
-T
i
atau I
h
, sehingga bentuk persamaan umum tampak pada persamaan 12 dan 13. Variabel g atau T
r
-T
B
menunjukkan perbedaan suhu retort dan suhu produk di akhir pemanasan waktu Ball, yang secara teoritis tidak akan mencapai angka nol. Nilai Log
g digunakan untuk menentukan nilai f
h
U dengan grafik atau Tabel log g vs. f
h
U yang diperoleh dari Lopez 1981. Nilai f
h
U ini selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai F
o
pemanasan dengan persamaan 14. Nilai F
o
yang diperoleh dari metode Ball kemudian diverifikasi dengan nilai F
o
yang diperoleh dengan metode grafik. 1
10
100
1000 -10
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 T
r
-T ° F
t menit T
r
-T
i
T
r
-T
pih
f
h
T
r
-T
pih Ball
0.58 CUT
17
log T
r
− T
B
= log T
r
− T
pih Ball
−
t
B
f
h
9 log
T
r
− T
pih Ball
= log T
r
− T
pih
−
t
o
f
h
10 J
h
=
T
r
−T
pih Ball
T
r
−T
i
11 log
T
r
− T
B
= log[ J
h
T
r
− T
i
] −
t
B
f
h
12 log g = log[ J
h
. I
h
] −
t
B
f
h
13 F
o
=
f
h
x L
r
f
h
U
14 Keterangan :
T
B
= suhu maksimum produk pada akhir pemanasan t
B
= waktu pemanasan Ball T
i
= suhu awal produk I
h
= perbedaan suhu retort dan suhu awal produk = T
r
-T
i
g = perbedaan suhu akhir produk dengan suhu medium pemanas = T
r
- T
B
U = nilai sterilitas = F
o
L
r
Subarna et al, 2008. Perancangan jadwal proses dilakukan berdasarkan nilai f
h
dan J
h
yang diperoleh dari evaluasi penetrasi panas. Kedua variabel tersebut dapat digunakan untuk produk yang sama
dengan dimensi kemasan yang sama, dalam suhu proses T
r
yang berbeda Sharma et al, 2000. Waktu proses Ball ditentukan dengan persamaan 16, dengan terlebih dahulu
menentukan nilai log g dari nilai f
h
U yang diperoleh dari persamaan 15. f
h
U =
f
h
x L
r
F
o
15 t
B
= f
h
x log J
h
I
h
− log g 16
Subarna et al, 2008.
D. PENGALENGAN PRODUK BERBASIS DAGING