PENGALENGAN PRODUK BERBASIS DAGING

17 log T r − T B = log T r − T pih Ball − t B f h 9 log T r − T pih Ball = log T r − T pih − t o f h 10 J h = T r −T pih Ball T r −T i 11 log T r − T B = log[ J h T r − T i ] − t B f h 12 log g = log[ J h . I h ] − t B f h 13 F o = f h x L r f h U 14 Keterangan : T B = suhu maksimum produk pada akhir pemanasan t B = waktu pemanasan Ball T i = suhu awal produk I h = perbedaan suhu retort dan suhu awal produk = T r -T i g = perbedaan suhu akhir produk dengan suhu medium pemanas = T r - T B U = nilai sterilitas = F o L r Subarna et al, 2008. Perancangan jadwal proses dilakukan berdasarkan nilai f h dan J h yang diperoleh dari evaluasi penetrasi panas. Kedua variabel tersebut dapat digunakan untuk produk yang sama dengan dimensi kemasan yang sama, dalam suhu proses T r yang berbeda Sharma et al, 2000. Waktu proses Ball ditentukan dengan persamaan 16, dengan terlebih dahulu menentukan nilai log g dari nilai f h U yang diperoleh dari persamaan 15. f h U = f h x L r F o 15 t B = f h x log J h I h − log g 16 Subarna et al, 2008.

D. PENGALENGAN PRODUK BERBASIS DAGING

Produk berbasis daging umumnya berasam rendah, karena itu umumnya proses termal yang diterapkan adalah sterilisasi komersial dengan suhu sekitar 215-225° F. Proses ini memungkinkan dihasilkannya produk siap makan ready to eat yang dapat disimpan pada suhu ruang self-stable food. Terdapat pula beberapa produk berbasis daging yang hanya melalui proses pasteurisasi pada suhu minimum 150° F, yang harus melalui rantai dingin selama distribusi dan disimpan pada suhu refrigerator. Pemanasan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan 18 perubahan signifikan pada flavor, tekstur, dan warna, yang merupakan fungsi dari suhu dan waktu pemanasan Pearson dan Tauber, 1984. Pemanasan daging dalam kaleng pada suhu lebih tinggi dari 125° C dapat menyebabkan gelatinisasi kolagen, karena itu dapat memodifikasi karakter produk daging yang kaya kolagen Thippareddi dan Shancez, 2006. Material kaleng yang biasa digunakan dalam pengalengan produk daging biasanya berupa pelat baja berlapis timah. Pelapisan timah dilakukan dg tujuan : a melindungi permukaan baja dari pengkaratan akibat reaksi dengan bahan pangan; b sebagai medium dalam proses soldering untuk melekatkan pelat kaleng. Bagian dalam kaleng juga biasanya dilapisi dengan bahan organik untuk mencegah interaksi antara bahan pangan dengan metal. Lapisan organik yang biasa digunakan dalam pengalengan produk pangan antara lain lapisan resisten asam acid-resistant dan resisten sulfur sulfur-resistant. Produk daging menggunakan lapisan sulfur-resistant untuk mencegah interaksi antara lapisan timah dengan sulfur yang dilepas dari protein selama pemanasan yang dapat menimbulkan warna hitam pada produk. Untuk produk padat yang sulit dikeluarkan, kaleng juga biasanya dilapisi dengan lapisan pelicin release agent Pearson dan Tauber, 1984. Masalah dalam pengalengan daging biasanya lebih akut karena produk daging merupakan produk berasam rendah low-acid food. Pertumbuhan mikroorganisme pembusuk pada produk daging menimbulkan penyimpangan warna, bau, dan flavor. Mikroorganisme patogen yang menjadi perhatian utama dalam produk berbasis daging antara lain Eschericia coli O157:H7, Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Staphyllococcus aureus, Clostridium perfringens, serta Clostridium botulinum Thippareddi dan Sanchez, 2006. Berkaitan dengan hal ini, USDA-FSIS menetapkan standar pelaksanaan performance standards proses pemanasan untuk produk proses termal, yaitu produk dikemas secara hermetis dan dipanaskan secara steril komersial untuk menurunkan level C. botulinum minimal 12 siklus D Hariyadi, 2008, Thippareddi dan Sanchez, 2006. Selain C. botulinum, kelima mikroorganisme lainnya merupakan mikroorganisme aaerobik yang tidak terlalu dihawatirkan keberadaannya dalam makanan kaleng yang diproduksi secara optimal. Untuk menjamin keamanan produk, sebelum produk didistribusikan, diambil beberapa sampel dari masing-masing lot dan masing-masing batch untuk disimpan pada suhu 95±2° F selama 10-30 hari. Pada akhir waktu inkubasi, produk dievaluasi apakah terjadi kebusukan akibat proses pengalengan yang kurang optimum. Jika tidak ditemukan kebusukan dalam sampel-sampel yang dievaluasi, produk dalam lot yang bersangkutan diizinkan untuk didistribusikan Pearson dan Tauber, 1984. Kondisi penyimpanan produk daging dalam kaleng sebaiknya disimpan dalam ruang dingin dan kering, karena suhu dan kelembaban akan mempengaruhi mutu selama penyimpanan. Kelembaban relatif RH harus tidak lebih dari 30-40 untuk mencegah pengkaratan. Suhu ruang penyimpanan sebaiknya di bawah 70° F 21° C, karena suhu lebih dari itu akan mempercepat kecepatan degradasi komponen produk sehingga mengurangi umur simpan. Produk daging dalam kaleng yang disimpan dalam kondisi ini dapat bertahan selama 4-5 tahun dengan mutu sensori yang masih dapat dipertahankan Pearson dan Tauber, 1984. 19 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT