Tahapan Proses Pengalengan Konvensional

11 10 -9 jika diasumsikan jumlah awalnya ≤ 10 3 Hariyadi, 2008 dan Thippareddi dan Sanchez, 2006. Secara teknis, terdapat dua metode umum pengalengan, yaitu metode konvensional dan inkonvensional. Metode konvensional merujuk pada makna pengalengan secara harfiah, yaitu teknik appertizing, sterilisasi produk dilakukan di dalam wadah setelah pengisian. Sedangkan metode inkonvensional atau aseptic canning merupakan metode yang sering diterapkan untuk produk dengan kemasan pouch, tetrapack, botol plastik, dan sebagainya. Metode ini melibatkan sterilisasi bahan dan wadah secara terpisah, kemudian pengisian bahan ke dalam kemasan filling dilakukan secara aseptik dalam ruangan yang bebas mikroba Muchtadi, 1994. Tahapan proses pengalengan pangan secara konvensional dan perhitungan kecukupan panas akan dipaparkan lebih lanjut pada sub bab berikut.

2. Tahapan Proses Pengalengan Konvensional

Secara umum, proses pengalengan konvensional terdiri dari beberapa tahap, yaitu pemilihan dan persiapan bahan, blansir, hot filling, exhausting, penutupan double seaming, sterilisasi, dan pendinginan Hariyadi dan Kusnandar, 2000. Setiap tahap dilakukan untuk menciptakan kondisi optimum dalam wadah yang memberikan jaminan keamanan sesuai standar. Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam sebelum filling dengan tujuan untuk memperbaiki mutu bahan sebelum dikenai proses lanjutan. Proses blansir berguna untuk : i membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal; ii meningkatkan suhu bahan; iii membuang udara yang masih ada dalam jaringan; iv menginaktivasi enzim; v menghilangkan rasa mentah; vi mempermudah proses pemotongan; viii mempermudah pengupasan untuk buah dan sayur; ix memberikan warna yang dikehendaki; x mempermudah pengaturan produk dalam kaleng. Blansir yang baik akan memberikan tingkat vakum dan integritas yang baik. Hal ini disebabkan selama blansir produk akan mengerut dan membuang gas yang terperangkap dalam jaringan dan sel sehingga mengurangi tekanan dalam wadah selama pemanasan Hariyadi, 2000. Blansir dapat dilakukan dengan medium air panas maupun uap panas Kusnandar et al., 2006. Pengisian bahan ke dalam kaleng dilakukan segera setelah proses blansir, untuk mencegah penurunan suhu bahan. Dalam hal ini, standardisasi komposisi memegang peranan penting, untuk menjamin pola penetrasi panas yang relatif seragam untuk setiap produk. Standardisasi komposisi meliputi formulasi bahan baku, proporsi bahan dan medium pemanasan saat pengisian filled weight, berat bersih net weight, serta ukuran potongan bahan. Saat melakukan pengisian, pada bagian atas kemasan perlu diberi headspace, yaitu ruang kosong setinggi 1-2 cm pada bagian atas kaleng untuk memberi ruang muai bagi produk pada saat dipanaskan, sehingga kaleng tidak menggembung dan menyebabkan bukcling . Buckling merupakan suatu kondisi terbentuknya tekukan pada dasar kaleng yang permanen. Selain mengganggu estetika kemasan, buckling juga dapat memberi peluang masuknya mikroorganisme ke dalam produk melalui lubang mikro yang dapat terbentuk pada tekukan Fields, 1990. 12 Exhausting dilakukan untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Selama proses exhausting dan sterilisasi, headspace diisi oleh uap air dari produk. Uap air tersebut kemudian terkondensasi setelah proses pendinginan, sehingga menyebabkan kondisi vakum dalam kaleng. Kondisi ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain : i spora bakteri pembusuk yang bersifat anaerobik umumnya tidak tahan panas sehingga lebih mudah dimusnahkan pada proses pemanasan; dan ii dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi baik selama pemanasan maupun selama penyimpanan setelah diproses. Tingkat kevakuman kaleng setelah penutupan juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir membantu mengeluarkan udaragas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : i melakukan pengisian produk ke dalam kaleng saat produk masih dalam kondisi panas; ii memanaskan kaleng beserta isinya sampai pada suhu 80-95° C dengan tutup kaleng masih terbuka; atau iii secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum Hariyadi dan Kusnandar, 2000. Segera setelah proses exhausting, kaleng ditutup secara hermetis. Penutupan kaleng ini lebih dikenal dengan istilah double seaming. Pengemasan secara hermetis merupakan pengemasan yang sangat rapat, tidak dapat ditembus udara, air, mikroba, atau bahan asing lain. Teknik ini memungkinkan terlindungnya produk dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa Muchtadi , 1994. Skema penutupan kaleng disajikan dalam Gambar 5. Gambar 5. Skema mekanisme penutupan kaleng double seaming [FAO], 2009 Tahap berikutnya yaitu sterilisasi dalam tabung pemanas bertekanan yang disebut retort atau autoklaf. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan sukses atau tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan Hariyadi dan Kusnandar, 2000. Terdapat tiga tipe retort yang biasa digunakan dalam industri pangan, yaitu retort non- agitasi sering juga disebut sebagai still retort, retort teragitasi kontinyu, dan retort hidrostatik. Retort kontinyu memungkinkan terjadinya agitasi selama pemanasan, sehingga mempercepat penetrasi panas dan mempersingkat waktu pemanasan. Sedangkan retort hidrostatik merupakan satu kesatuan sistem pemanasan yang lengkap, menggunakan sistem konveyor yang menggerakkan kaleng-kaleng untuk memasuki chamber uap dan air dan melalui setiap tahap pemanasan Pearson dan Tauber, 1984. 13 Sebagian besar produk daging steril komersial diproses menggunakan still retort. Retort ini merupakan bejana bertekanan yang beroperasi di atas tekanan atmosfir dan menggunakan air atau uap jenuh sebagai medium pemanas. Retort jenis ini bekerja dengan sistem batch, karena itu jadwal proses harus berjalan ketat untuk memastikan level keamanan yang sama pada setiap batch produk Pearson dan Tauber, 1984. Jadwal proses mencakup venting time waktu venting, come-up time waktu untuk mencapai suhu target, dan operator time waktu pemanasan sejak dicapai suhu target sampai retort dimatikan. Gambar 6 menyajikan ilustrasi still retort vertikal yang digunakan. Gambar 6. Still Retort Vertikal [FAO], 2009 Udara di dalam retort harus dikeluarkan terlebih dahulu dengan membuka katup venting sampai suhu di titik terdingin mencapai 105° C. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa tidak terdapat udara di dalam ruang pemanasan yang dapat mengganggu aliran panas dari uap jenuh. Setelah retort mencapai suhu 105° C, katup venting ditutup dan retort dibiarkan mencapai suhu target. Waktu yang diperlukan retort untuk mencapai suhu tersebut dikenal dengan istilah venting time, sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu target dikenal dengan istilah come-up-time. Waktu pemanasan, atau lebih dikenal dengan istilah waktu operator, dihitung sejak retort mencapai suhu target Fields, 1990. Selama dan pada akhir proses pemanasan, tekanan dalam kaleng meningkat Fields, 1990. Proses pendinginan mengakibatkan penurunan signifikan terhadap tekanan kaleng. Kondisi ini memungkinkan masuknya air pendingin ke dalam kaleng. Karena itu perlu dipastikan air pendingin sesteril mungkin. Untuk produk yang menggunakan kaleng berdiameter besar danatau yang dipanaskan dalam hydrostatic cooker, proses pendinginan harus dilakukan di bawah tekanan untuk mencegah penggembungan yang menyebabkan buckling . Suhu produk idealnya mencapai 70-80° F 21-27° F pada akhir tahap pendinginan Pearson dan Tauber, 1984. 14

3. Perhitungan Kecukupan Panas dan Perancangan Jadwal Proses