29
Tabel 3. Perbandingan komposisi bumbu kalio
Komponen Bumbu Resep Untuk 2 Kg Daging
Cabe merah 250 g
Bawang merah 500 g
Bawang putih 250 g
Kunyit 1 ruas jari
Lengkuas 100 g
Jahe 50 g
Sereh 6 lembar
Daun jeruk 10 lembar
Daun kunyit 2 lembar
Kulit jeruk limau 4 butir
Kapulaga
1 genggam Kayumanis
Cengkih Pekak
Pala Jinten
Merica Santan
dari 3 butir kelapa berukuran sedang Serundeng
200 g Garam
Secukupnya
Tabel 4. Hasil percobaan penggantian santan alami dengan santan kental siap pakai
Jumlah Santan Karakteristik Organoleptik
30 Rasa kurang gurih, secara keseluruhan lebih mirip dengan balado
40 Rasa kurang gurih, belum mendekati karakteristik kalio yang
diinginkan 50
Rasa gurih pas, secara keseluruhan mendekati karakteristik kalio yang diinginkan
60 Rasa terlalu gurih, rasa dan aroma rempah kurang tajam
Berdasarkan hasil percobaan seperti yang disajikan dalam Tabel 5, digunakan proporsi santan sebanyak 50 yang menghasilkan karakteristik sensori mendekati produk
acuan. Dengan demikian, diperoleh proporsi bumbu standar sebagai berikut Tabel 5.
3. Standarisasi Proses Pembuatan Kalio untuk Proses Pengalengan
Setelah dilakukan standarisasi formula kalio, selanjutnya dilakukan standarisasi proses pembuatan rendang dalam kaleng, yang meliputi penyesuaian tingkat kematangan
bumbu dan daging pada saat filling, perbandingan jumlah bumbu dan daging filled weight, serta lama waktu blansir daging dan exhausting. Penyesuaian kondisi proses pengalengan
dilakukan untuk memperoleh produk kalio dalam kaleng yang memiliki karakteristik sensori mendekati kalio dengan pemasakan konvensional.
30
Tabel 5. Proporsi bumbu kalio standar yang digunakan
Komponen Bumbu Jumlah
Cabe merah 8.0
Bawang merah 16.0
Bawang putih 8.0
Kunyit 0.4
Lengkuas 3.4
Jahe 1.7
Sereh 1.7
Daun jeruk 0.4
Daun kunyit 1.2
Kulit jeruk limau 0.4
Kapulaga 0.2
Kayumanis 0.2
Cengkih 0.2
Pekak 0.2
Pala 0.2
Jinten 0.2
Merica 0.6
Santan 50.0
Serundeng 5.0
Garam 2.0
Total 100
Mula-mula dilakukan penentuan tingkat kematangan daging pada saat pengisian ke dalam kaleng. Dilakukan dua perlakuan percobaan tingkat kematangan daging, yaitu mentah
dan tanpa proses blansir a dan dimasak setengah matang bersama bumbu selama 30 menit b. Skema dari kedua perlakuan tersebut disajikan dalam Gambar 10 dan 11. Bumbu I
meliputi rempah-rempah yang dihaluskan, yaitu cabe merah, bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, jahe, kapulaga, pala, jinten, dan merica. Sedangkan bumbu II meliputi
rempah-rempah yang tidak dihaluskan.
Proses blansir tidak diikutsertakan pada perlakuan a dengan pertimbangan bahwa proses exhausting dengan suhu 80° C selama 5 menit yang dilakukan mampu menghilangkan
udara yang terperangkap dalam daging. Selain itu dihawatirkan proses blansir yang dilakukan dengan suhu minimum 80° C akan menyebabkan denaturasi protein daging. Denaturasi
protein ini, selain menyebabkan keluarnya sebagian cairan daging bersama komponen gizi larut air, juga dihawatirkan akan merubah struktur daging dan menghambat pentrasi bumbu
ke dalam daging selama pemanasan di dalam retort. Sedangkan perlakuan b dilakukan dengan tujuan meresapkan bumbu ke dalam daging sebelum dilakukan proses pemanasan di
dalam retort, sehingga diharapkan bumbu akan lebih meresap ke dalam daging. Selain itu juga menghindari kehilangan kehilangan komponen gizi larut air.
31
Gambar 10. Diagram alir pengalengan kalio langsung dari daging mentah perlakuan a
Pemasakan bumbu bertujuan membentuk warna dan aroma rendang sebelum dimasukkan ke dalam kaleng. Lama waktu pemasakan sangat bergantung pada banyaknya
bahan yang dimasak. Sebanyak 500 g bumbu mentah memerlukan waktu pendidihan santan selama 5 menit, pemasakan I selama 15 menit, dan pemasakan II selama 10 menit.
Pemasakan II dihentikan saat mulai tercium aroma rendang dan fraksi minyak dari santan mulai terpisah. Demikian pula untuk pemasakan bumbu yang disertakan daging di dalamnya.
Hasil pengamatan terhadap kedua perlakuan tersebut disajikan dalam Tabel 6. Retort
Double seamer Exhaust Box
Alat masak
Produk rendang daging sapi dalam kaleng
Daging Pemasakan
sampai mendidih
Pendinginan Pengisian ke dalam kaleng
Pemasakan I
Sterilisasi 121
o
C, t
P
60 menit Exhausting
80
o
, ± 5 menit
Double seaming Blender
Bumbu I
Penghancuran dan pencampuran
Bumbu II Santan
Pemasakan II Serundeng
32
Gambar 11. Diagram alir pengalengan kalio dari daging yang dimasak terlebih dahulu bersama bumbu perlakuan b
Retort Double
Exhaust Box Alat
masak
Produk rendang daging sapi dalam kaleng
Pemasakan sampai mendidih
Pendinginan Pengisian ke dalam kaleng
Pemasakan sampai daging
setengah Pemasakan I
Sterilisasi 121
o
C, t
P
60 menit Exhausting
80
o
, ± 5 menit
Double seaming Blender
Bumbu I
Penghancuran dan pencampuran
Daging Bumbu II
Santan
Pemasakan II Serundeng
33
Tabel 6. Hasil Pengamatan Terhadap Percobaan Standarisasi Pengalengan Tahap 1
No. Atribut
Sensori Deskripsi Sensori
Perlakuan a dari daging mentah
Perlakuan b dari daging setengah matang
1 Tekstur daging
Keempukan tidak berbeda secara signifikan, tetapi lebih
“juicy” Keempukan tidak berbeda
secara signifikan, tetapi daging terkesan lebih “kering”
2 Konsistensi
bumbu Sangat encer
Sedikit lebih kental, tetapi masih belum mendekati
konsistensi bumbu kalio komersil
3 Rasa
Lebih ringan dibanding b Lebih gurih
4 Warna
Kuning kecoklatan, agak pucat 5
Aroma Khas kalio
, tetapi terlalu “ringan” 6
Penyerapan bumbu
Cukup baik, bumbu sedikit terasa di bagian dalam daging Perlakuan a menghasilkan konsistensi bumbu yang sangat encer, karena air dari
dalam daging keluar selama sterilisasi. Hal ini juga ber akibat pada “pengenceran” rasa
bumbu, sehingga menjadi lebih “ringan” dibanding perlakuan b. Berdasarkan penilaian secara subjektif, dari segi keempukan daging, warna, aroma, serta secara keseluruhan,
keduanya tidak berbeda, tetapi belum diperoleh karakteristik produk yang diinginkan. Pengukuran terhadap konsistensi bumbu, warna daging, dan kekerasan daging tidak
dilakukan secara objektif menggunakan instrumen karena secara visual telah tampak sangat jauh berbeda dengan produk acuan.
Dengan pertimbangan bahwa proses pengalengan kalio langsung dari daging mentah akan lebih sederhana, baik dalam hal persiapan bahan sebelum filling maupun penentuan
perbandingan bahan saat filling, maka digunakan prosedur tersebut untuk tahap selanjutnya.
Memperhatikan konsistensi bumbu yang masih sangat encer, maka dilakukan percobaan berikutnya untuk memperoleh konsistensi bumbu yang diinginkan, yaitu dengan
menyertakan proses blansir pada daging dan menyesuaian perbandingan jumlah daging dan bumbu saat filling. Proses blansir dalam hal ini terutama bertujuan untuk mengurangi air dari
dalam daging yang dapat keluar saat sterilisasi dan berakibat pada pengenceran bumbu. Perlakuan selengkapnya disajikan dalam Tabel 8. Pemasakan bumbu dilakukan dengan basis
seperti pada tahap pertama, yaitu 500 g bumbu mentah.
Penggembungan yang mengakibatkan terjadinya buckling pada perlakuan a2 diduga akibat masih terdapatnya udara dalam daging mentah yang tidak keluar secara sempurna oleh
proses exhausting, sehingga saat sterilisasi keluar dan memenuhi headspace, kemudian memuai karena panas dan mendesak volume kaleng sehingga terjadi penggembungan. Nilai
viskositas bumbu produk acuan adalah 1,518.33 ± 52.39 cP, dengan demikian perlakuan a1 lebih mendekati produk acuan dibanding perlakuan a2.
34
Tabel 7. Perlakuan dan Hasil Pengamatan Terhadap Percobaan Standarisasi Pengalengan Tahap 2
Keterangan Perlakuan a1
Perlakuan a2
P er
lak u
an
Pemasakan I sebelum penambahan serundeng
100° C, 15 menit 100° C, 15 menit
Pemasakan II setelah penambahan serundeng
100° C, 10 menit 100° C, 20 menit
Blansir pada daging sebelum filling
5 menit dengan medium uap jenuh
pada suhu 90° C, Tidak dilakukan
Perbandingan jumlah daging : bumbu saat filling
5 : 6 8 : 3
H as
il
Buckling Tidak
Ya Konsistensi Bumbu
Lebih kental, 1,770.00 cP
Lebih encer, 885.00 cP
Karakteristik sensori warna, aroma, dan rasa
Khas kalio, tidak berbeda Proses blansir dengan uap jenuh pada suhu 90° C menyebabkan denaturasi protein
dalam daging sehingga menyebabkan perubahan struktur dan secara tidak langsung menyebabkan perubahan tingkat kekerasan daging. Perubahan struktur daging pada kisaran
suhu 70-80° C terutama terkait dengan denaturasi termal protein miosin 40-60° C, aktin 66-73° C, dan penyusutan kolagen 56-62° C. Kontraksi protein ini menyebabkan
pengeluaran air dari dalam daging, yang lazim disebut dengan susut masak cooking loss Martens 1982 dalam Palka dan Daun 1999. Susut masak akibat proses blansir yang
dilakukan pada penelitian ini berkisar antara 39.9 sampai 40.3.
Denaturasi protein daging yang semula dihawatirkan akan menghambat penetrasi bumbu ke dalam daging, ternyata tidak terlalu berpengaruh. Berdasarkan penilaian secara
subjektif, tingkat peresapan bumbu ke dalam daging pada keduanya tidak berbeda. Secara keseluruhan, perlakuan a1 memberikan karakter produk yang lebih baik dibanding perlakuan
a2, tidak menyebabkan penggembungan kaleng dan timbulnya buckling. Karena itu standar proses pengalengan yang diberlakukan untuk tahap berikutnya mengacu pada perlakuan a1
tersebut. Diagram alir standar proses pengalengan yang dimaksud disajikan dalam Gambar 12.
Waktu yang diperlukan untuk setiap tahap pemasakan pada Gambar 12 berbeda untuk jumlah bumbu yang berbeda. Sebanyak 500 g bumbu mentah memerlukan waktu pemasakan
I dan II masing-masing selama 15 dan 10 menit, sedangkan untuk 2 kg bumbu mentah memerlukan waktu pemasakan I dan II masing-masing selama 30 dan 25 menit. Selama
pemasakan I dan II, rata-rata air yang menguap dari bumbu sebanyak 39.1-41.9. Standardisasi konsistensi bumbu dilakukan dengan menambahkan air ke dalam bumbu jika
air menguap terlalu banyak, dan dengan menguapkan kembali jika air masih terlalu banyak. Hal ini dilakukan karena di dalam bumbu hampir tidak terdapat komponen yang dapat
mengakibatkan perubahan konsistensi bumbu akibat perubahan strukturnya selama pemanasan, seperti pati. Konsistensi bumbu hanya dipengaruhi oleh proporsi air dan padatan
yang terdapat di dalamnya.
35
Gambar 12. Standar proses pembuatan kalio dalam kaleng
Air mengalir Retort
D ouble seamer
Exhaust Box Blancher
Blender Alat Masak
Santan
Pendidihan Pemasakan I
Pemasakan II
Potongan daging 30-50 g
Blansir 90° C, 5 menit
Pengisian ke dalam kaleng 100 g daging dan 120 g bumbu
Exhausting 80° C, 5 menit
Double seaming
Sterilisasi
Pendinginan Bumbu II
Serundeng Bumbu I
Penghancuran dan pencampuran
Produk kalio daging sapi dalam kaleng siap makan
ready to eat
36
B. EVALUASI PENETRASI PANAS PADA PRODUK