Aktivitas fagositik ditentukan melalui indeks fagositik yang diukur mengikuti Anderson dan Siwicki 1993. Pengukuran dilakukan dengan cara : sebanyak 50 µl darah
dimasukkan kedalam eppendorf, ditambahkan 50 µl suspensi sel Staphylococcus aureus 10
7
3.5.2. Jumlah total bakteri S. agalactiae di organ target
dalam PBS, dicampurkan homogen dan diinkubasi selama 20 menit. Sebanyak 5µl dibuat sediaan ulas, dikeringkan di udara, lalu difiksasi dengan metanol 5 menit, dibilas
dengan akuades dan dikeringkan. Sediaan diwarnai dengan pewarna Giemsa 15 menit, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan diatas kertas tisu. Aktivitas fagositik didasarkan
pada persentase dari 100 sel fagositik yang menunjukkan proses fagositosis.
Kemampuan bakteri probiotik hasil seleksi dalam menghambat perkembangan bakteri S. agalactiae juga ditentukan berdasarkan jumlah bakteri S. agalactiae yang ada di
otak, mata dan ginjal. Masing-masing organ diambil lalu ditimbang dan dimasukkan ke dalam larutan PBS dengan perbandingan 1 : 9. Kemudian organ digerus sampai homogen
dengan larutan PBS. Setelah homogen dengan larutan PBS, diambil sebanyak 0,1 ml kemudian dilakukan pengenceran bertingkat lalu dituang dalam cawan petri dengan metode
agar tuang dan disebar merata dengan batang penyebar pada media BHIA dengan 2 ulangan dan diinkubasi selama 24-48 jam. Jumlah koloni bakteri S. agalactiae dihitung berdasarkan
rumus : PM =
AxB K
Dimana: PM
= Populasi bakteri cfuml K
= Jumlah koloni A
= Volume inokulasi dalam media pengencer ml B
= Pada pengenceran keberapa koloni bakteri dihitung Jika jumlah koloni bakteri S. agalactiae pada perlakuan lebih kecil dibandingkan
kontrol maka perlakuan tersebut berhasil menghambat S. agalactiae.
3.5.4. Jumlah total bakteri di usus
Pengukuran jumlah bakteri di usus dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui efektivitas pemberian prebiotik dalam menstimulir
pertumbuhan koloni bakteri dalam usus. Cara kerja untuk perhitungan koloni bakteri diusus
sama dengan perhitungan koloni bakteri pada organ target S. agalactiae, akan tetapi untuk organ usus digunakan media TSA.
3.5.3. Histopatologi Pengukuran parameter histopatologi dilakukan pada organ otak, mata, ginjal dan hati
ikan nila pada hari ke 7 dan 14 setelah uji tantang. Histopatologi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan organ akibat serangan bakteri patogen. Masing-masing
perlakuan diambil 1 ekor ikan sebagai sampel. Hasil preparat histopatologi dibandingkan dengan kontrol. Jika terlihat tingkat kerusakan jaringan pada perlakuan lebih kecil dari
kontrol berarti perlakuan memberikan pengaruh dalam menekan virulensi dari patogen. Prosedur pembuatan preparat histopatologi melalui empat tahapan yaitu : fiksasi atau
pengawetan jaringan, perlakuan processing jaringan, pemotongan jaringan dan pewarnaan jaringan.
a. Fiksasi
Tahap permulaan pembuatan sediaan histopatologis adalah memotong bagian tubuh ikan yang akan dijadikan sampel, lalu kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin’s.
Larutan Bouin’s dibuat dari campuran asam pikrat 21 gl, formalin 40 dan acetic acid glacial, dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Pada penelitian ini organ tubuh ikan yang diambil
adalah otak, ginjal, hati dan mata. Sampel dipotong dengan ukuran kira-kira 1x1 cm. Semua sampel organ direndam dalam larutan fiksatif Bouin’s selama 24 jam. Setelah difiksasi
kemudian sampel direndam dalam larutan formalin 4 selama 24 jam dan alkohol 70 selama 24 jam, dengan tujuan agar sampel jaringan tidak mengeras.
b. Perlakuan processing jaringan
Potongan sampel organ diberi perlakuan berupa dehidrasi pengambilan air dan clearing penjernihan, kemudian dilakukan impregnasi penyusunan parafin untuk
kemudian jaringan siap dibuat blok melalui proses embedding Lampiran 1. Proses ini bertujuan untuk membuat sediaan ada dalam blok paraffin yang merupakan penunjang yang
sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Mula-mula paraffin cair dituang kedalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil dengan pinset dan diletakkan
diatas dasar blok tersebut, kemudiaan bahan embedding dituang hingga memenuhi cetakan dengan sediaan di dalamnya. Blok kemudian ditempel pada holder atau blok kayu.
c. Pemotongan jaringan
Sediaan yang sudah diblok siap dipotong dengan menggunakan mikrotom setebal 5 µm dan dibuat preparat. Sebelum proes pewarnaan, dilakukan deparafinasi dengan cara
mencelupkan sediaan ke dalam Xylol I dan II masing-masing 5 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam alkohol absolut I dan II selama 2-3 menit, alkohol 95
selama 2-3 menit, alkohol 90 selama 2-3 menit, alkohol 80 selama 2-3 menit, alkohol 70 selama 2-3 menit, alkohol 50 selama 2-3 menit Lampiran 2. Kemudian dilakukan
proses rehidrasi yaitu proses mencuci preparat jaringan dengan aquades mengalir selama 2- 3 menit.
d. Pewarnaan jaringan
Proses pewarnaan preparat jaringan yaitu dengan memasukkan preparatsediaan ke dalam larutan pewarna hematoksilin selam 3-5 menit, dicuci dalam air mengalir. Kemudian
dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam larutan pewarna eosin selama 3 detik. Untuk menghilangkan kelebihan warna, preparat dicuci dalam air mengalir selama 5 menit.
Selanjutnya dilakukan pencelupan ke dalam alkohol 50, 70, 85, 90, alkohol absolut I dan absolut II maing-masing selama 2-3 menit. Kemudian preparat jaringan ditutup dengan
cover glass yang sudah ditetesi dengan entelan neu, dikeringkan dalam oven pada suhu 40
o
3.5.5. Kelangsungan hidup Survival Rate SR
C selama 24 jam. Setelah itu preparat dapat diamati dibawah mikroskop.
Kelangsungan hidup ikan dihitung dengan rumus berdasarkan Effendie 1979 :
Dimana : SR = Kelangsungan hidup
N
t
N = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan ekor
o
= Jumlah ikan pada awal pemeliharaan ekor
3.5.6. Laju Pertumbuhan GR
Laju pertumbuhan harian ikan dianalisa dengan menggunakan rumus berdasarkan Huismann 1976, diacu dalam Effendie 1979:
SR = 100
x No
Nt