III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga
Menurut American Marketing Associationdalam Limbong dan Sitorus 1985 mendefinisikan tataniaga sebagai suatu pelaksanaan aktivitas dunia usaha
yang mengarahkan arus benda-benda serta jasa-jasa dari para produsen ke konsumen. Sedangkan menurut Backman dalam Limbong dan Sitorus 1985
mendefinisikan bahwa tataniaga mencakup segala aktivitas yang diperlukan dalam mengerjakan pemindahan hak milik dan menyelenggarakan saluran fisik
daripadanya. Lain halnya dengan Kotler dalam Limbong dan Sitorus 1985 yang menjelaskan bahwa tataniaga adalah kegiatan yang diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran. Berdasarkan definisi di atas, maka tataniaga pertanian mencakup segala kegiatan dan usaha yang
berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke
tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih
mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya Limbong dan Sitorus 1985.
Asmarantaka 2012 menjelaskan bahwa pemasaran atau tataniaga dari perspektif makro merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk
mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Menurut Purcell dalam Asmarantaka 2012 tataniaga produk agribisnis menganalisis semua aktivitas
bisnis yang terjadi dalam komoditi pertanian atau produk agribisnis, setelah produk tersebut lepas dari petani produsen primer sampai ke tangan konsumen
akhir. Saat ini, penjualan produk pertanian telah berkembang menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. Oleh karena itu, pengertian tataniaga telah
berkembang sehingga dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
19 1.
Aspek ilmu ekonomi Tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa fungsi, yaitu
fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Rangkaian fungsi tersebut merupakan aktivitas bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan atau
menciptakan nilai value added processmeliputi nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan.
2. Aspek ilmu manajemen
Tataniaga adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan
inginkan dengan
menciptakan, menawarkan
dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Kotler dalam Rahim dan Hastuti 2008 tataniaga komoditas pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari produsen
petani, peternak dan nelayan sampai ke konsumen atau pedagang perantara tengkulak, pengumpul, pedagang besar dan pengecer berdasarkan sistem
pemasaran, kegunaan pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran.
3.1.2 Konsep Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga
Soekartawi 1993 menyebutkan ciri-ciri produk pertanian diantaranya: 1.
Bersifat musiman, produk pertanian tidak tersedia setiap saat jika tidak diimbangi dengan manajemen stok yang baik.
2. Bersifat segar dan mudah rusak, produk pertanian diperoleh dalam keadaan
segar sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Namun jika akan disimpan dalam jangka panjang maka diperlukan perlakuan pasca
panen tambahan. 3.
Bersifat bulky, memiliki volume yang besar tetapi nilainya relatif kecil sehingga dibutuhkan tempat yang luas dan menyebabkan biaya penyimpanan
atau perawatan meningkat. 4.
Lebih mudah terserang hama dan penyakit sehingga tingkat kerusakannya besar.
5. Produk pertanian tidak mudah didistribusikan ke lain tempat untuk
menghindari penularan terhadap hama dan penyakit.
20 6.
Bersifat lokal atau kondisional, tidak semua produk pertanian dapat dihasilkan dari satu lokasi melainkan berasal dari berbagai tempat.
7. Produk pertanian mempunyai kegunaan yang beragam.
8. Produk pertanian memerlukan keterampilan khusus yang ahlinya sulit
disediakan. 9.
Dapat dikonsumsi langsung maupun diolah menjadi produk lain. 10.
Produk pertanian tertentu dapat berfungsi sebagai produk sosial. Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperlukan beberapa pihak untuk
memperlancar proses penyaluran barang yang disebut dengan lembaga tataniaga. Menurut Asmarantaka 2012 lembaga tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis
atau kelompok bisnis yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas bisnis fungsi-fungsi pemasaran.Limbong dan Sitorus 1985 mengatakan bahwabadan
atau lembaga yang bertugas menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui penjualan dikenal sebagai perantara middlemanatau
intermediary. Selain melakukan pengangkutan, lembaga ini juga berfungsi
sebagai penghubung informasi mengenai suatu barang atau jasa. Badan-badan ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan atau perseroan yang akan
melakukan fungsi tataniaga. Asmarantaka 2012 menjelaskan bahwa fungsi tataniaga ada tiga yaitu:
1. Fungsi pertukaran exchange functions merupakan aktivitas dalam
perpindahan hak milik barang atau jasa yang terdiri dari fungsi pembelian, penjualan dan fungsi pengumpulan.
2. Fungsi fisik physical functions merupakan aktivitas penanganan, pergerakan
dan perubahan fisik dari produk atau jasa serta turunannya. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan, pabrikan, dan
pengemasan. 3.
Fungsi fasilitas facilitating functions merupakan fungsi yang memperlancar fungsi pertukaran dan fisik yang terdiri dari fungsi standardisasi, fungsi
keuangan, fungsi penanggungan risiko, fungsi intelijen pemasaran, komunikasi dan promosi iklan.
21 Aktivitas dari lembaga tataniaga akan menghasilkan beberapa saluran.
Limbong dan Sitorus 1985 mendefinisikan saluran tataniaga sebagai rangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari
produsen ke konsumen. Setiap komoditas pertanian akan menghasilkan saluran yang berbeda-beda. Faktor-faktor penentu panjang pendeknya saluran tataniaga
yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian adalah sebagai berikut: 1 jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan
konsumen, maka semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk; 2 jangka waktu produk rusak. Produk yang cepat rusak harus segera diterima konsumen
sehingga membutuhkan saluran yang pendek dan cepat; 3 skala produksi. Jika produksi yang dihasilkan sedikit maka jumlah yang dihasilkan juga sedikit
sehingga tidak akan menguntungkan jika langsung dijual ke pasar; 4 posisi keuangan perusahaan. Produsen yang memiliki posisi keuangan kuat cenderung
memperpendek saluran tataniaga Hanafiah dan Saefuddin 1986 dalam Rahim dan Hastuti 2008.
MenurutRahardi et al 1998 pada umumnya, rantai tataniaga buah-buahan di Indonesia ada enam seperti yang tersaji pada Gambar 2.
1. Tipe I
2. Tipe II
3. Tipe III
Petani Produsen
Pengecer Pedagang
Besar Konsumen
Petani Produsen
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pengecer Konsumen
Konsumen Petani Produsen
Pengecer
22 4.
Tipe IV
5. Tipe V
6. Tipe VI
Masing-masing pola tataniaga di atas memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Pola tataniaga Tipe I memiliki rantai terpendek. Buah dapat segera
dijual sehingga modal dapat cepat kembali namun kekurangan dari pola ini yaitu hanya dapat menjangkau pasar lokal. Berbeda dengan pola pemasaran Tipe II, III
dan IV yang memiliki daerah pemasaran lebih luas sehingga produsen dapat mematok harga jual lebih tinggi. Kekurangannya adalah buah lebih berisiko
terjadi kerusakan karena proses pengangkutan yang lama.
Petani Produsen
Pedagang Pengumpul
Pabrik Pengolahan
Pengecer Konsumen
Petani Produsen
Pedagang Pengumpul
Eksportir Konsumen
Luar Negeri Petani
Produsen Cabang
Supermarket
Pedagang Pengumpul
Supermarket Konsumen
23 Pola tataniaga Tipe V merupakan rantai untuk komoditas yang ingin dibuat
menjadi produk olahan. Produk dari petani bisa langsung disalurkan ke pabrik pengolahan atau melalui pedagang pengumpul. Terakhir adalah pola tataniaga
Tipe VI yang bertujuan untuk diekspor. Ada dua alternatif dalam pola ini yaitu hasil panen dari petani diberikan kepada pedagang pengumpul lalu disetorkan ke
eksportir yang selanjutya dikirim ke luar negeri atau petani langsung mengirimkan produknya kepada pedagang besar atau eksportir sehingga memperoleh
keuntungan yang lebih tinggi. Analisis ini digunakan untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui lembaga, fungsi dan saluran
tataniaga Salak Pondoh di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman.
3.1.3 Konsep Efisiensi Tataniaga
Limbong dan Sitorus 1985 tataniaga disebut efisien adalah bila tercipta keadaan dimana pihak produsen, lembaga tataniaga dan konsumen memperoleh
kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Sedangkan menurut Mubyarto dalam Limbong dan Sitorus 1985 sistem tataniaga dianggap efisien
apabila memenuhi dua syarat: 1 mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan 2 mampu
mengadakan pembagian yang adil daripada keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi
dan tataniaga barang itu. Efisiensi tataniaga dapat terjadi jika biaya pemasaran dapat ditekan sehingga
keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik
tataniaga serta adanya kompetisi pasar yang sehat. Pasar yang bersaing sempurna dapat menciptakan sistem tataniaga yang efisien karena pasar tersebut
memberikan intensif bagi partisipan pasar yaitu produsen, lembaga-lembaga tataniaga dan konsumen Rahim dan Hastuti 2008. Ada empat elemen dalam
efisiensi tataniaga yaitu: 1.
Efisiensi produk adalah usaha untuk menghasilkan suatu produk melalui penghematan harga serta penyederhanaan prosedur teknis produksi dalam
usaha mencapai target produksi guna memperoleh keuntungan maksimum.
24 2.
Efisiensi distribusi dinyatakan sebagai produk dari produsen menuju ke pasar sasaran melalui saluran distribusi yang pendek untuk menghemat biaya dan
waktu. 3.
Efisiensi harga yang menguntungkan pihak produsen dan konsumen diikuti dengan keuntungan yang layak diambil oleh setiap mata rantai tataniaga
sehingga harga di tingkat petani tidak berbeda juah dengan harga yang terjadi di tingkat konsumen akhir.
4. Efisiensi promosi adalah penghematan biaya dalam melaksanakan
pemberitahuan di pasar sasaran mengenai produk yang tepat meliputi penjualan perorangan atau massal dan promosi penjualan.
3.1.4 Konsep Marjin Tataniaga
Rahim dan Hastuti 2008 mengemukakan bahwa marjin pemasaran atau tataniaga komoditas pertanian adalah selisih harga dari dua tingkat rantai
pemasaran atau selisih harga yang dibayarkan di tingkat pengecer konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen petani, nelayan atau peternak. Hal ini
dikarenakan dalam menyampaikan komoditas hasil pertanian dari produsen ke konsumen terdapat biaya tataniaga sehingga terdapat perbedaan antara harga yang
dibayarkan konsumen Pr dengan harga yang diterima oleh produsen Pf. Asmarantaka 2012 memperluas definisi dari marjin tataniaga yaitu harga
dari kumpulan jasa-jasa tataniaga sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah value added. Dalam penelitian ini dipilih analisis marjin
tataniaga untuk mengetahui besarnya penerimaan yang diperoleh setiap lembaga tataniaga, sehingga tujuan penelitian kedua yaitu mengetahui efisiensi sistem
tataniaga Salak Pondoh di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman terjawab.Secara matematis, besarnya marjin tataniaga dapat dirumuskan sebagai:
r f 3.1.5 Konsep
Farmer’s Share
Asmarantaka 2012 farmer’s share adalah porsi dari nilai yang dibayar
konsumen akhir dengan yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase . Semakin panjang rantai tataniaga, maka biaya tataniaga akan semakin besar.