58 importir
dengan harga Rp 40 000 per kg dan pada konsumen akhir Salak Pondoh dijual Rp 90 000 per 6 buah.
Sama halnya dengan saluran tataniaga IV, pedagang besar pada saluran V juga dalam hal ini adalah PT.SAS hanya menerima Salak Pondoh grade A.
Lembaga ini menetapkan harga beli dari petani sebesar Rp 8 000 per kg, kemudian menjual kembali produk kepada swalayan Carrefour Jabodetabek
dengan harga Rp 11 000 per kg. Biaya yang dikeluarkan oleh PT.SAS untuk mengirimkan barangnya adalah Rp 1 232 per kg dan marjin yang diperoleh
sebesar Rp 3 000 per kg. Salak Pondoh yang diterima swalayan tersebut dijual kepada konsumen akhir seharga Rp 18 850 per kg sehingga diperoleh marjin
sebesar Rp 7 850 per kg. Besarnya biaya yang dikeluarkan swalayan Carrefour tidak dicantumkan karena keterbatasan informasi yang diperoleh. Rincian biaya
tataniaga Salak Pondoh dapat dilihat pada Lampiran 4.
6.2.2 Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan indikator kedua yang menentukan tingkat efisiensi di setiap saluran tataniaga.
Farmer’s share dapat diperoleh dengan cara membandingkan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang diterima
konsumen akhir dalam bentuk persentase. Hasil dari perhitungan farmer’s share
dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18
Farmer’s share setiap Saluran dari Semua Grade pada Tataniaga Salak Pondoh di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman
Saluran tataniaga
Harga di tingkat petani RpKg
Harga di tingkat konsumen
RpKg Farmersshare
Saluran I 2176.00
3 833.33 56.77
Saluran II 2000.00
5 000.00 40.00
Saluran III 5750.00
7500.00 76.67
Saluran IV 7000.00
40000.00 17.50
Saluran V 8000.00
18850.00 42.44
Sumber: Data Primer diolah
Tabel 18 menunjukkan bahwa farmer’s share pada saluran tataniaga I
sebesar 56.77, saluran II sebesar 40.00, saluran tataniaga III sebesar 76.67, saluran IV sebesar 17.50 dan saluran tataniaga V sebesar 42.44. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa farmer’s share terbesar diperoleh pada
saluran tataniaga III sedangkan farmer’s share terkecil diperoleh pada saluran
59 tataniaga IV. Hal ini disebabkan oleh panjangnya rantai tataniaga yang ada.
Semakin banyak lembaga yang terlibat akan menyebabkan rantai tataniaga semakin panjang sehingga share yang diperoleh petani akan semakin sedikit dan
juga sebaliknya. Perlu diketahui bahwa khusus untuk pasar di China, harga di tingkat konsumen yang dimaksud adalah harga jual eksportir karena keterbatasan
informasi yang diperoleh peneliti.
6.2.3 Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Rasio keuntungan terhadap biaya merupakan indikator ketiga dalam menentukan tingkat efisiensi tataniaga di setiap saluran. Tabel 19 menunjukkan
hasil dari rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga. Tabel 19 Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada setiap Lembaga Tataniaga Salak
Pondoh di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman
Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga
I II
III IV
V
Pedagang Pengumpul
Biaya c RpKg 447.04
805.67 Keuntungan
RpKg 1 874.97
2 294.33 Rasio
c 4.19
2.85 -
- -
Pedagang Besar
Biaya c RpKg 353.80
100.00 1 232.00
Keuntungan RpKg
3 046.20 400.00
1 768.00 Rasio
c -
8.61 -
4.00 1.44
Pedagang Pengecer
Biaya c RpKg 130.62
341.55 187.50
Keuntungan RpKg
2 519.38 2 158.45
3 312.50 Rasio
c 19.29
6.32 17.67
- -
Total
Biaya c RpKg 577.66
1 501.01 187.50
100.00 1 232.00
Keuntungan RpKg
4 394.35 7 498.99
3 312.50 400.00
1 768.00 Rasio
c 7.61
5.00 17.67
4.00 1.44
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 19, dapat dilihat bahwa masing-masing saluran tataniaga memiliki rasio keuntungan terhadap biaya yang berbeda-beda. Saluran I hingga
saluran V menghasilkan nilai rasio sebesar 7.61, 5.00, 17.67, 4.00 dan 1.44. Penyebaran yang tidak merata terjadi pada saluran tataniaga I dan II. Pada saluran