59 tataniaga IV. Hal ini disebabkan oleh panjangnya rantai tataniaga yang ada.
Semakin banyak lembaga yang terlibat akan menyebabkan rantai tataniaga semakin panjang sehingga share yang diperoleh petani akan semakin sedikit dan
juga sebaliknya. Perlu diketahui bahwa khusus untuk pasar di China, harga di tingkat konsumen yang dimaksud adalah harga jual eksportir karena keterbatasan
informasi yang diperoleh peneliti.
6.2.3 Rasio Keuntungan terhadap Biaya
Rasio keuntungan terhadap biaya merupakan indikator ketiga dalam menentukan tingkat efisiensi tataniaga di setiap saluran. Tabel 19 menunjukkan
hasil dari rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga. Tabel 19 Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada setiap Lembaga Tataniaga Salak
Pondoh di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman
Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga
I II
III IV
V
Pedagang Pengumpul
Biaya c RpKg 447.04
805.67 Keuntungan
RpKg 1 874.97
2 294.33 Rasio
c 4.19
2.85 -
- -
Pedagang Besar
Biaya c RpKg 353.80
100.00 1 232.00
Keuntungan RpKg
3 046.20 400.00
1 768.00 Rasio
c -
8.61 -
4.00 1.44
Pedagang Pengecer
Biaya c RpKg 130.62
341.55 187.50
Keuntungan RpKg
2 519.38 2 158.45
3 312.50 Rasio
c 19.29
6.32 17.67
- -
Total
Biaya c RpKg 577.66
1 501.01 187.50
100.00 1 232.00
Keuntungan RpKg
4 394.35 7 498.99
3 312.50 400.00
1 768.00 Rasio
c 7.61
5.00 17.67
4.00 1.44
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 19, dapat dilihat bahwa masing-masing saluran tataniaga memiliki rasio keuntungan terhadap biaya yang berbeda-beda. Saluran I hingga
saluran V menghasilkan nilai rasio sebesar 7.61, 5.00, 17.67, 4.00 dan 1.44. Penyebaran yang tidak merata terjadi pada saluran tataniaga I dan II. Pada saluran
60 I, pedagang pengumpul mempunyai nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar
4.19 dan pedagang pengecer sebesar 19.29. Perolehan nilai yang besar terhadap pengecer karena keuntungan lembaga tersebut adalah Rp 2 519.38 per kg dengan
pengeluaran biaya sebesar Rp 130.62 per kg. Pedagang pengecer mengambil keuntungan paling banyak karena risiko yang ditanggung oleh mereka lebih besar
daripada pedagang pengumpul. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga yang terlibat
pada saluran II berturut-turut mulai dari pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer adalah 2.85, 8.61 dan 6.32. Pedagang pengumpul memperoleh
nilai terkecil karena biaya yang dikeluarkan oleh lembaga ini paling besar, terutama biaya transportasi. Saluran tataniaga III adalah saluran terpendek dengan
perolehan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar daripada saluran lainnya yakni sebesar 17.67 dengan biaya yang dikeluarkan Rp 187.50 per
kg dan keuntungan sebesar Rp 3 312.50 per kg. Hal ini disebabkan karena harga jual Salak Pondoh pada saluran ini paling tinggi dibandingkan dua saluran
sebelumnya sedangkan biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Pada saluran tataniaga IV hanya melibatkan satu lembaga tataniaga yaitu
pedagang besar dengan biaya sebesar Rp 100 per kg dan keuntungan Rp 400 per kg sehingga diperoleh nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 4.00.
Terakhir yaitu saluran V yang merupakan saluran dengan rasio terkecil sebesar 1.44 dikarenakan biaya transportasi yang harus ditanggung lembaga ini cukup
besar yakni Rp 1 232 per kg sedangkan keuntungan yang diperoleh pada lembaga ini tidak terlalu besar yaitu Rp 1 768 per kg. Adapun keterbatasan dalam
penelitian ini adalah tidak adanya informasi yang menjelaskan biaya dan keuntungan dari PT.AMS dan swalayan Carrefour sehingga nilai rasio keuntungan
terhadap biaya tidak dapat dihitung.
6.2.4 Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga dapat dilihat setelah menghitung ketiga indikator sebelumnya, yakni marjin tataniaga,
farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Suatu saluran dikatakan efisien jika masing-masing lembaga