mencapai keadaan yang diinginkan tersebut Nurisjah dan Pramukanto, 2009. Simonds 1983 menyebutkan bahwa proses perencanaan merupakan suatu alat
yang sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Hal-hal yang harus
dilestarikan mencakup pemandangan dari suatu lanskap, ekosistem serta unsur- unsur langka untuk mencapai penggunaan terbaik dari suatu lanskap.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto 2009, proses perencanaan lanskap terdiri dari enam tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan,
inventarisasi pengumpulan data dan informasi, analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan. Perancangan lanskap yang umum dikenal sebagai bentuk akhir
dari rekayasa lanskap merupakan tahap lanjutan dari perencanaan lanskap. Perancangan lanskap merupakan tahap kegiatan atau kerja keenam. Bentuk hasil
akhir dari kegiatan perencanaan lanskap bukanlah suatu pendugaan atau pra- konsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu
kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut.
2.5 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah
Merencanakan suatu kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata,
sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan, tetapi pada saat yang bersamaan kepuasaan wisatawan dapat terwujudkan. Dalam
kegiatan perencanaan lanskap, proses perencanaan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya.
Proses ini merupakan suatu alat terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentukan fisik dan fungsi
lahantapakbentangalam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan berbagai rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk
mencapai keadaan yang diinginkan tersebut Nurisjah dan Pramukanto, 2009. Menurut Gold 1980, perencanaan wisata dapat diklasifikasikan melalui
lingkup perencanaan, orientasi, area geografis atau pengguna. Dalam konteks perkotaan, perencanaan wisata telah berubah dari identitas sumberdaya dan
perencanaan fasilitas menjadi identitas kota dan perencanaan lingkungan, dalam konteks desain lingkungan. Komponen dari perencanaan rekreasi harus dapat
disukai oleh populasi khusus. Perencanaan wisata juga dapat diklasifikasi melalui pengguna, area perencanaan atau level dari pelayanan pemerintah. Perbedaan ini
dijelaskan melalui orientasi, skala analisis dan produk dari perencanaan wisata. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain
Gold, 1980: 1.
Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe-tipe aktivitas berdasarkan
seleksi aktivitas terhadap masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan jumlah, tipe dan lokasi, serta
kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. 4.
Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto 2009, perencanaan daerah kawasan bersejarah dan bangunan-bangunan arsitektural harus dilakukan secara
menyeluruh dengan mempertimbangkan bagian-bagian lain dari kota atau lokasi dimana objek tersebut berada dan juga permasalahan fisik, ekonomi dan sosial
dari daerah tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan bersejarah, yaitu:
1. Mempelajari hubungan antara daerah bersejarah ini dengan daerah dan
lingkungan sekitarnya. 2.
Memperhatikan keharmonisan antar daerah dengan tapak yang direncanakan.
3. Membuat objek menjadi menarik.
4. Merencanakan objek sehingga menghasilkan suatu tapak yang dapat
menampilkan masa lalunya.
2.6 Sejarah Pusat Kota Banda Aceh