Sejarah Pusat Kota Banda Aceh

2.6 Sejarah Pusat Kota Banda Aceh

Pusat Kota Banda Aceh terdiri dari beberapa wisata sejarah yang sangat penting untuk dikenang. Beberapa wisata sejarah tersebut terdiri dari Taman Putroe Phang, Makam Sultan Iskandar Muda, Museum Aceh, Pendopo, Pemakaman Belanda Kerkhof Peutjoet, Mesjid Raya Baiturrahman, Monumen Pesawat RI 001 Seulawah di Lapangan Blang Padang dan Museum Tsunami. Wisata sejarah pada kawasan ini merupakan peninggalan sejarah yang berbeda masanya, sehingga setiap tempat memiliki nilai historis tersendiri. Sejarah Kota Banda Aceh dimulai dari masa Kerajaan Aceh yang meninggalkan situs sejarah berupa Taman Putroe Phang, Makam Sultan Iskandar Muda dan Museum Aceh. Pada masa itu, Taman Putroe Phang merupakan bagian dari wilayah kompleks Istana Sultan Aceh di Banda Aceh. Taman ini dibuat khusus untuk sang Permaisuri Sultan Iskandar Muda bernama Putroe Phang yang berarti Putri Pahang, yang berasal dari Pahang, Malaysia. Pada awalnya, area Taman Putroe Phang digunakan untuk kepentingan serdadu kerajaan. Namun seiring berjalan dengan waktu, Taman Putroe Phang menjadi bagian dari taman sultan Lowres, 2007. Pada Taman Putroe Phang juga terdapat sebuah monumen yang bernama Gunongan. Lokasi monumen ini dipisahkan oleh jalan raya dari Taman Putroe Phang, tetapi monumen ini tetap termasuk ke dalam lingkup area Taman Putroe Phang. Penamaan Gunongan dibuat oleh masyarakat setempat karena bangunan ini dibuat menyerupai bukit-bukit yang terletak di Pahang, Malaysia. Pembuatan bangunan ini didasari atas permintaan sang Permaisuri sendiri yang selalu rindu kampung halamannya. Selain itu, bersebelah dengan Gunongan terdapat Kandang Makam Sultan Iskandar Tsani yang merupakan putra dari Sultan Iskandar Muda Lowres, 2007. Situs sejarah lain pada masa Kerajaan Aceh adalah Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda dan Museum Aceh. Sultan Iskandar Muda merupakan tokoh penting dalam sejarah Aceh. Aceh pernah mengalami kejayaan saat Sultan memerintah Kerajaan Aceh pada tahun 1607-1636. Sultan Iskandar Muda mampu menempatkan Kerajaan Aceh pada peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke-16. Beberapa peninggalan Kerajaan Aceh, termasuk peninggalan milik Sultan Iskandar Muda terdapat pada Museum Aceh. Museum ini termasuk salah satu dari 18 museum terpenting yang ada di Indonesia karena memiliki koleksi yang langka dan lengkap. Salah satunya adalah manuskrip literatur kuno hasil karya penulis ulama nusantara dan Melayu kuno, koleksi etnis botani dan benda purbakal lainnya. Koleksi tersebut merupakan warisan dari perjalanan sejarah Kerajaan Aceh sejak dari Kerajaan Samudera Pasai, Sultan Iskandar Muda hingga Sultan Muhammad Daud Syah. Selain itu, pada museum ini juga terdapat Rumah Tradisional Aceh dan Cakra Donya yang merupakan salah satu simbol dari Kota Banda Aceh. Pada abad ke-16, Belanda memasuki tanah Aceh. Kedatangan Belanda perlahan memudarkan kejayaan Kerajaan Aceh. Pada tahun 1880, salah satu situs sejarah pada masa penjajahan Belanda yang bernama Pendopo dibangun di bekas peninggalan Kerajaan Aceh. Pendopo merupakan salah satu pembangunan awal kolonial Belanda di Aceh. Pendopo juga merupakan bekas kediaman Gubernur Belanda dan sekarang menjadi rumah dinas Gubernur Aceh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011. Pada masa penjajahan Belanda, Belanda bersama koloninya berniat ingin menguasai tanah Aceh, sehingga banyak pertempuran yang terjadi antara pasukan Belanda dengan masyarakat Aceh. Salah satu peperangan besar yang pernah tercatat dalam sejarah adalah peperangan yang terjadi di Masjid Raya Baiturrahman. Banyak korban yang berjatuhan pada perang tersebut, hingga seorang jenderal Belanda yang bernama Kohler juga tewas tertembak. Pada peperangan ini, Mesjid Raya Baiturrahmann juga mengalami kerusakan dan terbakar habis. Akan tetapi, pada tahun 1935 M, Mesjid Raya Baiturrahman ini dibangun kembali dan diperluas bahagian kanan serta kirinya dengan tambahan dua kubah. Pada tahun 1975 M, terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Pada perluasan kedua ini, Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan diselesaikan hingga tahun 1967 M. Selain itu, tahap pengembangan ini juga dibuat sebuah menara atau tugu yang disebut dengan Menara Tugu Modal Badrudin, 2009. Selama masa penjajahan Belanda di Aceh banyak memakan korban, baik dari pihak masyarakat Aceh maupun dari pihak serdadu Belanda. Beberapa serdadu Belanda yang tewas dalam peperangan atau mati terkena wabah penyakit dimakamkan pada sebuah pemakaman umum Belanda. Pemakaman umum Belanda ini dinamakan dengan Kerkhof Peutjoet. Saat ini, pemakaman Belanda tersebut telah menjadi salah satu objek wisata di Kota Banda Aceh. Pada pemakaman ini terdapat kurang lebih sekitar 2.200 makam orang Belanda, mulai dari yang berpangkat serdadu sampai dengan yang berpangkat Jenderal. Makamnya mulai dari berbagai suku bangsa yang tergabung dalam tentara kolonial Belanda pada saat itu sampai kepada makam sekelompok orang Yahudi yang dulu pernah tinggal di Aceh. Bahkan, pada kuburan tersebut masih dapat dibaca nama-nama dan pangkat para tentara serta tahun-tahun dan tempat-tempat dimana mereka gugur. Pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia RI, masyarakat Aceh turut berpartisipasi dalam membantu Soekarno sebagai Presiden RI yang pertama pada masa itu untuk menjalankan tugas kenegaraan. Pesawat RI 001 Seulawah merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Pesawat ini merupakan angkutan udara pertama yang dimiliki Indonesia dan dibeli dengan sumbangan ikhlas Rakyat Aceh pada awal Kemerdekaan. Pesawat ini disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar Aceh, sehingga Presiden Soekarno menyebut “Daerah Aceh adalah Daerah Modal bagi Republik Indonesia”. Untuk mengenang jasa masyarakat Aceh tersebut, maka dibuat replika Pesawat RI 001 Seulawah sebagai monumen yang berada di Lapangan Blang Padang, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh Bagusriyanto, 2009. Pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, kota ini juga mengalami peristiwa tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60 bangunan kota. Salah satu obyek wisata sejarah yang dibuat untuk mengenang peristiwa tsunami adalah Museum Tsunami Aceh yang dibangun di Pusat Kota Banda Aceh kira-kira 1 km dari Mesjid Raya Baiturrahman. Fungsi dari museum ini adalah sebagai objek sejarah yang menjadi pusat penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami. Selain itu, Museum Tsunami merupakan simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami. Selain museum, untuk memperingati bencana tsunami ini juga dibuatkan dua buah tugu di Lapangan Blang Padang yang berdekatan dengan Monumen Pesawat RI 001 Seulawah. Dua tugu tersebut adalah Tugu Peringatan Tsunami dan Tugu Aceh Thanks The World yang merupakan tugu untuk ucapan terima kasih kepada negara-negara yang telah memberikan bantuan untuk Aceh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011.

BAB III METODOLOGI