Kawasan Wisata Sejarah Pusat Kota Banda Aceh

besar, namun potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sumber pendapatan daerah. Potensi yang sangat menonjol di Kota Banda Aceh terdiri dari jasa, perdagangan, perikanan dan kelautan, serta pariwisata. Sektor pariwisata dan kebudayaan adalah salah satu sektor pembangunan yang telah membantu pemulihan ekonomi setelah dilanda krisis yang berkepanjangan. Sektor ini juga tidak terlepas dari pengaruh krisis tersebut, namun masih memberi secercah harapan untuk dapat mempercepat pemulihannya. Optimisme ini terlihat dari beberapa hal, yaitu: • Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan sektor yang telah siap dari segi fasilitas, sarana, prasarana dan infrastrukturnya karena kepariwisataan lebih ke arah pariwisata alam, sejarah dan budaya. • Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan sektor yang mempunyai daya tarik khusus yang bersumber dari kekayaan alam, sejarah dan budaya. • Adanya peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami menjadikan nama Aceh, khususnya Kota Banda Aceh semakin terkenal di seluruh dunia, maka sektor pariwisata alam, sejarah dan budaya dapat dikembangkan menjadi salah satu daerah tujuan wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2008.

4.1.2 Kawasan Wisata Sejarah Pusat Kota Banda Aceh

Kawasan wisata sejarah Pusat Kota Banda Aceh berada di Kecamatan Baiturrahman dengan pusat kota di Mesjid Raya Baiturrahman, Kampung Baru. Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Kecamatan Baiturrahman ini merupakan salah satu kecamatan yang tidak cukup parah mengalami kerusakan saat peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004. Secara geografis, lokasi Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrah man ini terletak antara 5˚3140 − 5˚3320 LU dan 95 ˚1620 − 95˚2000 BT. Luas wilayah kecamatan ini adalah 453,9 Ha dan memiliki 10 kampung, yaitu Kampung Baru, Peuniti, Suka Ramai, Neusu Jaya, Neusu Aceh, Ateuk Pahlawan, Ateuk Deah Tanoh, Ateuk Munjeng, Ateuk Jawo dan Seutui Acehpedia, 2009. Pada Pusat Kota Banda Aceh ini terdapat beberapa objek peninggalan sejarah yang dimulai dari masa Kerajaan Aceh sampai Kemerdekaan RI. Objek- objek peninggalan sejarah tersebut berada di tiga kampung pada Kecamatan Baiturrahman, yaitu Kampung Baru, Peuniti dan Sukaramai. Akan tetapi, sebagian besar objek peninggalan sejarah tersebut banyak terdapat di Kampung Baru. Selain itu, pada masa Kerajaan Aceh sampai saat ini, kawasan ini juga dijadikan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pariwisata Kota Banda Aceh, sehingga kawasan ini ditetapkan sebagai Pusat Kota Banda Aceh. Kawasan sejarah Pusat Kota Banda Aceh ini merupakan salah satu kawasan cagar budaya. Kawasan ini dijadikan sebagai kawasan yang ditetapkan dalam rangka pelestarian atau konservasi terhadap lingkungan, bangunan dan benda-benda cagar budaya yang ada di dalamnya. Ketentuan tentang lingkungan bangunan dan benda benda cagar budaya mengacu pada Undang-Undang Cagar Budaya. Tujuan penetapan kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan, bangunan dan benda-benda cagar budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi untuk kepentingan kehidupan di masa yang akan datang. Berdasarkan ketentuan di atas, kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh ditetapkan pada kawasan Mesjid Raya Baiturrahman, Kompleks Museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang, Pendopo, Kerkhof Peutjoet, Pintoe Khop, Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda dan Kompleks Lapangan Blang Padang. Selain itu, ruang-ruang yang menjadi peringatan bencana tsunami juga ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, seperti kawasan Museum Tsunami, Tsunami Heritage Ulee Lheue, kawasan PLTD Apung, kapal di atas rumah di Lampulo dan Kuburan Massal. Perencanaan luas ruang yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya adalah 64,29 Ha Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Kota Banda Aceh, 2009. Berdasarkan strategi pengembangan struktur ruang Kota Banda Aceh RTRW 2002-2010, struktur ruang Kota Banda Aceh menunjukkan pola radial simetris. Hal ini terlihat dari pemusatan kegiatan dengan konsentrasi kepadatan di pusat kota dengan kegiatan tersebut memanjang hampir linear mengikuti pola jaringan jalan utama, serta relatif radial dengan Masjid Raya Baiturrahman dan sekitarnya sebagai pusat utama yang diperkuat oleh keberadaan Pasar Aceh dan Pasar Peunayong. Pusat utama dan sub pusat pelayanan ini menjadi daya tarik bagi sistem pergerakan atau perangkutan di Kota Banda Aceh karena pada pusat dan sub pusat tersebut didukung oleh kegiatan perdagangan dan jasa, perkantoran, restoran, pariwisata dan aktivitas lainnya dengan karakteristik yang berbeda. Selain itu, Kota Banda Aceh juga dibagi menjadi beberapa zona secara fisik, yaitu coastal zone, eco-zone, traditional city center zone dan urban development zone Gambar 5. Berdasarkan pembagian zona fisik, maka sebagian besar dari Kecamatan Baiturrahman merupakan kawasan yang tergolong ke dalam traditional city center zone yang terdapat penggunaan lahan sebagai kawasan kegiatan komersial, area fasilitas budaya, bangunan-bangunan untuk evakuasi, fasilitas transportasi darat, jalur-jalur evakuasi, pusat pelayanan pemerintahan, serta fasilitas pendidikan. Gambar 5 Peta pembagian zona fisik Kota Banda Aceh Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 4.2 Data Tapak 4.2.1 Aspek Kesejarahan Kawasan