tapak. Sirkulasi tersier merupakan sirkulasi yang berada di dalam setiap ruang objek wisata yang berbentuk loop, agar dapat menghubungkan setiap objek,
atraksi dan fasilitas wisata yang ada pada setiap ruang objek wisata.
4.4.2.3 Konsep Jalur Interpretasi
Konsep jalur interpretasi mengikuti letak setiap objek wisata sejarah utama dan objek wisata sejarah pendukung berdasarkan periode sejarah Kota Banda
Aceh yang terdiri dari tiga periode, yaitu masa Kerajaan Aceh, masa Kolonial Belanda dan masa Kemerdekaan RI. Konsep ini juga memperhatikan media dan
sarana interpretasi. Pada kawasan ini terdapat satu objek wisata sejarah utama yang masuk ke dalam tiga periode, yaitu Mesjid Raya Baiturrahman, karena
mesjid ini mengalami perubahan dan perkembangan di setiap periode tersebut. Objek wisata sejarah utama lainnya mencakup Pintoe Khop, Gunongan dan
Kandang Makam, Pendopo, Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda, Musuem Aceh, Menara Modal, Monumen Pesawat RI 001 Seulawah, Tugu Peringatan
Tsunami, Tugu Aceh Thanks The World, Pemakaman Belanda, serta Museum Tsunami Aceh. Posisi objek-objek wisata sejarah ini berada pada ruang objek
wisata, yaitu ruang yang ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan nilai sejarahnya. Selain itu, pada kawasan ini juga terdapat objek pendukung wisata
yang mencakup Pasar Aceh, Taman Sari dan Taman Budaya yang menyediakan berbagai atraksi wisata yang menarik. Media atau sarana interpretasi pada
kawasan ini didukung oleh karakteristik dari identitas kawasan atau suatu desain arsitektur yang memperhatikan kesatuan dari elemen pembentuk kawasan
tersebut, seperti bentuk bangunan Mesjid Raya Baiturrahman, Pintoe Khop, Pintoe Aceh, dan bentuk lainnya. Contoh media interpretasi dapat berupa
sculpture, signboard, signage, peta wisata dan leaflet. Untuk media interpretasi umumnya berada pada setiap ruang inti ruang objek wisata serta ruang
penyangga dan transisi.
4.4.2.4 Konsep Aktivitas Wisata
Konsep aktivitas wisata yang direncanakan pada tapak disesuaikan dengan keberadaan objek wisata sejarah, atraksi wisata dan pembagian ruang. Aktivitas
pada ruang akan dikembangkan menjadi kegiatan interpretasi wisata sejarah
dengan memanfaatkan beberapa atraksi seni dan budaya. Interpretasi pada kawasan wisata sejarah dapat berupa suatu daya tarik, keinginan dan pengetahuan
para pengunjung tentang sejarah. Interpretasi merupakan persepsi yang didapatkan pengunjung setelah berkunjung ke suatu kawasan yang berkaitan dengan objek
dan atraksi wisata sebagai hasil representasi dari keberadaan objek dan atraksi wisata tersebut. Pada konsep ini juga akan dilakukan pengembangan yang
disesuaikan dengan sejarah yang pernah terjadi di Pusat Kota Banda Aceh dan elemen-elemen lain yang terkait di dalamnya.
Beberapa contoh aktivitas yang dapat dilakukan, seperti melihat jalur interpretasi sejarah, piknik, bermain, bersantai, menikmati objek wisata sejarah
dan atraksi budaya, wisata berbelanja kerajinan tangan dan souvenir khas Aceh, serta wisata kuliner masakan khas Aceh. Dalam pengembangan kawasan wisata
sejarah, kawasan ini dibedakan menjadi empat ruang, yaitu ruang objek wisata, ruang transisi, ruang pelayanan dan ruang penerimaan. Ruang objek wisata
mencakup kawasan objek sejarah, sehingga aktivitas yang dapat dilakukan, seperti photo hunting, sightseeing, tracking, beribadah dan berdoa atau berziarah.
Sedangkan aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang transisi berupa berjalan dan beristirahat sejenak. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang pelayanan adalah
bersantai, menikmati makanan dan minuman khas, beristirahat, photo hunting, rekreasi dan sightseeing. Selain itu, aktivitas yang dilakukan pada ruang
penerimaan adalah registrasi, pembelian tiket dan mendengarkan panduan singkat dari pemandu wisata.
4.4.2.5 Konsep Fasilitas Wisata
Fasilitas wisata merupakan salah satu penunjang dalam mencapai tujuan wisata yang berkaitan dengan kenyamanan pada suatu kawasan wisata. Fasilitas
wisata sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan kegiatan wisata para pengunjung, sehingga tata letak dari fasilitas ini harus sesuai dengan kegiatan wisata tersebut.
Konsep fasilitas yang digunakan harus memperhatikan fungsi dan kelestarian kawasan, serta dapat menunjang aktivitas wisata terutama yang berkaitan dengan
nilai sejarah kawasan, seperti kegiatan interpretasi sejarah. Fasilitas wisata yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan interpretasi sejarah, seperti pusat informasi,
papan informasi, tempat registrasi dan penjualan tiket, pemandu wisata, kendaraan umum tradisional bis mini atau becak, pamflet, signboard, gedung serba guna
dan lain-lain. Selain itu, fasilitas wisata juga harus memperhatikan kenyamanan wisata sejarah pada kawasan ini, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan
dalam berwisata. Beberapa contoh fasilitas yang berkaitan dengan kenyamanan, yaitu tempat sampah, kafetaria, tempat duduk, area parkir, toilet, mushalla, toko
souvenir, signboard, kantor pengelola dan lain-lain. Pada setiap ruang yang ada di kawasan ini memiliki fasilitas dengan fungsi
yang berbeda. Pada ruang objek wisata, fasilitas wisata berkaitan dengan kegiatan interpretasi sejarah. Sedangkan pada ruang transisi, ruang pelayanan dan ruang
penerimaan akan dibangun fasilitas yang berkaitan dengan kenyamanan berwisata, kegiatan penerimaan, serta beberapa fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan
interpretasi, seperti pusat informasi, papan informasi dan signboard. Selain memperhatikan fungsi dan letak dari fasilitas wisata, fasilitas wisata
juga harus memperhatikan desain arsitektur dari bangunan fasilitas tersebut yang berkaitan dengan objek wisata sejarah. Desain arsitektur yang digunakan harus
memperhatikan kesatuan dari elemen pembentuk kawasan wisata tersebut. Desain arsitektur yang dapat diterapkan pada fasilitas atau infrasturktur dapat mengadopsi
arsitektur islami atau bentuk bangunan adat, seperti bentuk bangunan gaya islami yang mengikuti bangunan Mesjid Raya Baiturrahman, motif islami yang terdapat
pada bangunan mesjid tersebut, motif Pintoe Aceh dan motif Pintoe Khop.
4.4.2.6 Konsep Tata Hijau