dan mengenang peristiwa sejarah di Pusat Kota Banda Aceh. Peristiwa sejarah tersebut dimulai dari sejarah masa Kerajaan Aceh sampai peristiwa tsunami yang
terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Salah satu kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis Kota Banda Aceh dalam RTRW Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Banda Aceh 2009-2029 adalah pelestarian nilai-nilai budaya dan sejarah, dengan beberapa strategi, yaitu melestarikan situs warisan
budaya Aceh; pemetaan, penataan dan revitalisasi kawasan-kawasan wisata budaya dan spiritual yang merupakan peninggalan budaya heritage Aceh;
mendorong pengembangan kawasan wisata dan sejarah; mengembangkan kegiatan pariwisata budaya dan sejarah.
4.2.4.5.4 Persepsi dan Harapan Pengelola
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner terhadap Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh serta BP3 yang terkait dengan pengelolaan kawasan
sejarah Pusat Kota Banda Aceh, maka didapat hasil berupa pendapat dan harapan pengelola mengenai kawasan Pusat Kota Banda Aceh dan rencana pengembangan
kawasan tersebut sebagai kawasan wisata sejarah. Sebagian besar pegawai pengelola kawasan ini merupakan masyarakat asli Kota Banda Aceh. Seluruh
responden pengelola kawasan tersebut mengetahui sejarah Kota Banda Aceh, di mana informasi sejarah kawasan tersebut bersumber dari keluarga, teman, media
cetak dan elektronik, buku sejarah, studi, serta seminar. Sumber informasi yang paling banyak berasal dari media cetak dan elektronik Gambar 19.
20 10
80 50
10 10
keluarga teman
media cetak dan elektronik
buku sejarah studi
seminar
Gambar 19 Sumber informasi sejarah Kota Banda Aceh
Seluruh pengelola kawasan ini sudah pernah mengunjungi semua objek- objek sejarah di Kota Banda Aceh tersebut lebih dari 10 kali, terutama
mengunjungi Mesjid Raya Baiturrahman. Umumnya pengelola menilai bahwa kondisi fasilitas, akses dan informasi pada objek-objek sejarah tersebut sudah
cukup baik, tetapi perlu adanya pelestarian dan pengelolaan terhadap objek-objek tersebut Tabel 17. Sebanyak 90 dari responden mengetahui sejarah objek yang
ada pada kawasan ini. Seluruh responden juga mempunyai keinginan agar objek- objek sejarah tersebut dapat dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata sejarah
Pusat Kota Banda Aceh dengan tetap mempertahankan dan melestarikan karakter bangunannya sebagai identitas sejarah.
Tabel 17 Persentase pendapat pengelola mengenai fasilitas, akses dan informasi
Objek Sejarah Fasilitas memadai
Akses mudah Informasi jelas
Taman Putroe Phang dan Gunongan 90
100 90
Pendopo 100
100 100
Makam Sultan Iskandar Muda 60
100 100
Museum Aceh 100
100 100
Mesjid Raya Baiturrahman 100
100 100
Monumen Pesawat Seulawah di Lapangan Blang Padang
70 80
70 Pemakaman Belanda
70,56 100
77,78 Museum Tsunami
100 100
100
Pengelola setuju dengan adanya perencanaan kawasan tersebut menjadi kawasan wisata sejarah yang mempertimbangkan kenyamanan wisata dan
kelestarian sejarahnya secara optimal, seperti menyediakan fasilitas yang kurang pada objek sejarah untuk dapat menunjang aktivitas atau kegiatan pengunjung.
Pengelola juga setuju dengan diadakannya atraksi wisata, tetapi sesuai dengan budaya dan syariat Islam di Kota Banda Aceh. Atraksi tersebut seperti tarian
tradisional Aceh, pemutaran film atau dokumentasi sejarah, masakan khas Aceh, adat perkawinan di Aceh dan lain-lain. Harapan dari pengelola dengan
dilakukannya perencanaan kawasan yang menjadi suatu kawasan wisata sejarah tersebut adalah kawasan tersebut dapat mendatangkan banyak pengunjung dan
dapat meningkatkan kelestarian sejarah Kota Banda Aceh, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan daerah, serta sejarah Kota Banda
Aceh ini dapat dikenang oleh seluruh dunia sepanjang waktu.
4.3 Analisis dan Sintesis 4.3.1 Unit Lanskap Sejarah
Kawasan sejarah di Pusat Kota Banda Aceh dapat dimanfaatkan sebagai potensi untuk dijadikan suatu kawasan wisata sejarah. Pembangunan pada suatu
kawasan wisata sejarah merupakan salah satu wujud dari semakin berkembangnya suatu kawasan wisata sejarah tersebut. Akan tetapi, hal tersebut memberikan
tantangan terhadap upaya pelestarian objek sejarah karena berdampak negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya. Analisis unit lanskap sejarah dilakukan
secara spasial yang mencakup area bersejarah Gambar 20, tata guna lahan Gambar 21, periode sejarah Gambar 22, serta aksesibilitas dan sirkulasi
Gambar 23. Analisis ini berhubungan dengan usaha pelestarian objek sejarah yang diterapkan pada tapak dan dikaitkan dengan aktivitas wisata pada
pengembangan kawasan wisata sejarah.
Gambar 20 Area bersejarah