papan informasi, tempat registrasi dan penjualan tiket, pemandu wisata, kendaraan umum tradisional bis mini atau becak, pamflet, signboard, gedung serba guna
dan lain-lain. Selain itu, fasilitas wisata juga harus memperhatikan kenyamanan wisata sejarah pada kawasan ini, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan
dalam berwisata. Beberapa contoh fasilitas yang berkaitan dengan kenyamanan, yaitu tempat sampah, kafetaria, tempat duduk, area parkir, toilet, mushalla, toko
souvenir, signboard, kantor pengelola dan lain-lain. Pada setiap ruang yang ada di kawasan ini memiliki fasilitas dengan fungsi
yang berbeda. Pada ruang objek wisata, fasilitas wisata berkaitan dengan kegiatan interpretasi sejarah. Sedangkan pada ruang transisi, ruang pelayanan dan ruang
penerimaan akan dibangun fasilitas yang berkaitan dengan kenyamanan berwisata, kegiatan penerimaan, serta beberapa fasilitas yang berkaitan dengan kegiatan
interpretasi, seperti pusat informasi, papan informasi dan signboard. Selain memperhatikan fungsi dan letak dari fasilitas wisata, fasilitas wisata
juga harus memperhatikan desain arsitektur dari bangunan fasilitas tersebut yang berkaitan dengan objek wisata sejarah. Desain arsitektur yang digunakan harus
memperhatikan kesatuan dari elemen pembentuk kawasan wisata tersebut. Desain arsitektur yang dapat diterapkan pada fasilitas atau infrasturktur dapat mengadopsi
arsitektur islami atau bentuk bangunan adat, seperti bentuk bangunan gaya islami yang mengikuti bangunan Mesjid Raya Baiturrahman, motif islami yang terdapat
pada bangunan mesjid tersebut, motif Pintoe Aceh dan motif Pintoe Khop.
4.4.2.6 Konsep Tata Hijau
Kawasan sejarah di Pusat Kota Banda Aceh memiliki beberapa vegetasi yang masih ada sejak masa Kolonial Belanda. Konsep tata hijau yang akan
dikembangkan pada kawasan wisata ini, yaitu tata hijau yang mengutamakan tanaman lokal yang memiliki nilai sejarah yang sudah ada pada tapak, terutama
tanaman yang sudah ada dari masa Kolonial Belanda, sehingga tanaman tersebut dapat memperkuat nilai sejarah pada kawasan ini. Tanaman lokal yang memiliki
nilai sejarah ini berfungsi sebagai penguat identitas. Selain itu, pada konsep ini juga menggunakan tanaman dengan fungsi estetika, pembatas, peneduh dan
pengarah. Penataan tanaman pada kawasan ini akan disesuaikan antara fungsi
ruang dengan fungsi setiap tanaman, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan para pengunjung. Hubungan ruang dan tanaman dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Hubungan ruang dan tanaman
Ruang Objek Wisata
Transisi Pelayanan
Penerimaan Fungsi Tanaman
Penguat Identitas Estetika
Pembatas Peneduh
Pengarah
4.4.2.7 Konsep Pelestarian Kawasan
Kawasan wisata sejarah Pusat Kota Banda Aceh ini termasuk salah satu kawasan benda cagar budaya. Suatu kawasan wisata sejarah akan bertahan jika
dilakukan pelestarian pada kawasan tersebut. Konsep pelestarian kawasan ini dapat berupa pemanfaatan untuk wisata sejarah yang didukung dengan
pengelolaan. Salah satu upaya pengelolaan yang dapat dilakukan adalah membuat zonasi pelestarian yang diperlukan untuk mengetahui tindakan pelestarian
Gambar 29. Zonasi pelestarian tersebut dapat dibagi menjadi tiga ruang, yaitu ruang inti, ruang penyangga dan ruang pengembangan. Ruang inti merupakan
ruang yang terdapat objek-objek peninggalan sejarah, sehingga dapat dilakukan tindakan pelestarian berupa konservasi terhadap bangunan dan benda cagar
budaya serta lingkungan sekitarnya. Ruang penyangga merupakan ruang yang berfungsi sebagai pembatas yang melindungi ruang inti dari perkembangan
kawasan sekitar yang tidak sesuai dengan fungsi dan aktivitas pada tapak, sehingga dapat dilakukan tindakan pelestarian berupa penguatan karakteristik
kawasan pada jalur interpretasi atau area transisi. Sedangkan ruang pengembangan merupakan ruang yang mengembangkan berbagai fasilitas
penunjang bagi para pengunjung, sehingga dapat dilakukan tindakan pelestarian berupa pengembangan fasilitas untuk pelayanan pengunjung.
Gambar 29 Zonasi pelestarian kawasan Upaya pelestarian pada kawasan ini juga dapat dilakukan dengan
pengelolaan secara terintegrasi oleh beberapa pihak, yaitu pemerintah, pengelola dan masyarakat. Upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah dapat berupa
tindakan mengontrol seluruh kawasan Pusat Kota Banda Aceh, serta adanya kebijakan dan peraturan berlaku, seperti Qanun Kota Banda Aceh. Upaya
pelestarian yang dapat dilakukan oleh pengelola objek dan kawasan wisata mencakup tindakan teknis pada setiap ruang wisata dan memperhatikan daya
dukung kawasan wisata. Sedangkan upaya pelestarian yang dilakukan masyarakat dapat berupa partisipasi aktif, seperti menjadi pemandu wisata, menjual souvenir,
adanya tempat makan yang menyediakan makanan khas dan penginapan, serta tindakan lainnya.
Daya dukung pada kawasan ini merupakan salah satu kegiatan pelestarian kawasan Tabel 23. Hal ini dikarenakan perhitungan daya dukung ini dapat
mengatasi kelebihan pengunjung yang dapat mengancam kelestarian kawasan benda cagar budaya. Perhitungan yang digunakan dalam menghitung daya dukung
pada kawasan ini berdasarkan penggunaan rumus untuk kawasan wisata menurut Boulon dalam Nurisjah dan Pramukanto 2003, yaitu:
DD = A T = DD x K
K = N S
R Keterangan:
DD : daya dukung orang
A : area yang digunakan m²
S : standar rata-rata individu untuk aktivitas aktif pada ruang luar
12 m²orang T
: total pengunjung per hari pada area yang diperkenankan orang K
: koefisien rotasi N
: jam kunjungan per hari pada area yang diperkenankan 6 jamorang R
: rata-rata waktu kunjungan 4 jamorang
Tabel 23 Daya dukung dan total pengunjung setiap ruang
Ruang Sub Ruang
Daya Dukung orang
Total Pengunjung yang Diperkenankan
oranghari Objek Wisata
1. Taman Putroe Phang
2.220 3.330
2. Pendopo 826
1.239 3. Makam Sultan
Iskandar Muda 193
290 4. Museum Aceh
672 1.008
5. Mesjid Raya Baiturrahman
2.400 3.600
6. Lapangan Blang Padang
3.300 4.950
7. Pemakaman Belanda
3.142 4.713
8. Museum Tsunami
421 632
9. Pasar Aceh 2.418
3.627 10. Taman Sari
123 185
Transisi 4.889
7.334
Pelayanan 39.632
59.448
Penerimaan 978
1.467
4.5 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah 4.5.1 Rencana Ruang Wisata