Implikasi Kebijakan Forest resources conflicts in West Java and West Kalimantan, Indonesia
239 selanjutnya ketika dimenangkan oleh Masyarakat Dayak Iban Sungai Utik,
pengusaha terusir, negara sementara mendiamkan konflik, tidak ada pengakuan atas otoritas masyarakat adat, namun membiarkan masyarakat menguasai
sumberdaya dan tetap memiliki akses mereka terhadap hutan dalam kondisi cemas dan ketidak pastian, kekhawatiran bahwa sewaktu-waktu negara akan kembali
mengambil otoritasnya. Belajar dari teladan kasus dikedua lokasi dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan aspek historis, secara presisten terbukti bahwa kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan tidak dapat meminggirkan kepentingan masyarakat adat lokal
yang sudah hidup lama di kawasaan tersebut dan bergantung dari keberadaan hutan. Jika kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan meminggirkan keberadaan
masyarakat lokal, maka konflik akan terjadi dan tidak akan pernah selesai. Oleh karena itu, implikasi kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya hutan harus
memperhatikan, hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan tidak boleh meminggirkan
keberadaan masyarakat lokal dengan segala kepentingannya dan otoritas yang diklaim dimiliki oleh masyarakat lokal tersebut.
2. Kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan kedepan harus memasukkan pertimbangan mengenai konflik manajemen bagaimana mengatasi konflik
melalui mediasi; konflik resolusi mengembangkan dan mengusahakan berbagai pendekatan alternatif untuk memecahkan konflik dengan cara
negosiasi atau memecahkan masalah bersama oleh kelompok yang berkonflik; dan konflik transformasi mencapai hasil perdamaian positif
antara kelompok konflik dengan cara mengakhiri kebrutalan, merubah hubungan negatif menjadi hubungan positif dengan cara merubah struktur
politik, sosial dan ekonomi yang menyebabkan hubungan kekuasaan antar kelompok tersebut menjadi negatif, selanjutnya memberdayakan masyarakat
agar terlibat dalam proses perubahan tersebut tanpa kekerasan untuk membangun kondisi perdamaian dan keadilan yang berkelanjutan.
Penyelesaian konflik penguasaan sumberdaya hutan, bukan hanya menempatkan siapa pemilik hutan tapi bagaimana hutan tersebut dapat memberi
manfaat untuk manusia dan makhluk lain. Hutan merupakan kesatuan antara
240 manusia, tumbuhan, hewan dan juga adanya makhluk supranatural. Oleh karena
itu keberlanjutan sistem sosioekologi hutan harus menjadi pertimbangan dalam penyelesaian konflik sumberdaya hutan. Menciptakan masa depan yang
berkelanjutan merupakan tantangan terbesar dalam mengatasi konflik sumberdaya hutan yang tidak berkesudahan.
Dalam kasus konflik di TNGH, penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui resolusi konflik, mendialogkan kepentingan dan otoritas kedua kelompok
konflik. Adapun dalam kasus konflik di Sungai Utik, konflik dapat diselesaikan melalui transformasi konflik, yaitu merubah konflik dari yang brutal pada
perdamaian positif, dengan sarat kondisi ekonomi, sosial dan politik terpenuhi atau dirubah. Penyelesaian konflik Sungai Utik menjadi lebih rumit karena
bertemunya antara kepentingan ekonomi dan lingkungan. Sebenarnya, tujuan kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi tidak selalu bertentangan
tetapi dapat saling menguatkan. misalnya, konsep “pembangunan ekonomi lingkungan yang berkelanjutan” telah memberikan solusi untuk membuat
kesesuaian antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Idealnya masyarakat yang berkelanjutan memungkinkan setiap orang untuk
mencapai fisik, mental, dan kesejahteraan sosial untuk memiliki kualitas hidup yang tinggi. Untuk mewujudkan hal ini, mereka yang mendapat keuntungan
terbesar dari sumberdaya alam harus menjadi kekuatan pendorong di belakang gerakan keberlanjutan dan membawanya lebih dekat ke keadaan yang ideal.
Namun dalam kenyataannya, aktivitas manusia didorong oleh kepentingan pribadi, dan keinginan telah menyebabkan kerusakan yang cepat dari lingkungan
alam, termasuk kerusakan hutan dan berkurangnya keanekaragaman hayati. Sementara itu, ketidakseimbangan sosial seperti kemiskinan dan alienasi
masyarakat adat dari sumberdaya hutan sebagai sumber kehidupannya terus dilakukan oleh negara dan para pengusaha yang mengatas namakan otoritas legal.
Konflik karena perbedaan kepentingan terhadap sumberdaya alam ini akhirnya akan mengarah pada kehancuran kesejahteraan umum dan mengancam
kelangsungan hidup umat manusia, yang pada gilirannya akan menghancurkan kelestarian lingkungan
241 Oleh karena itu, keberlanjutan sistem sosioekologi hutan dapat terwujud
apabila terbentuk masyarakat yang berkelanjutan. Dalam mempelajari dunia yang berkelanjutan, kita perlu memahami tentang sistem interaksi yang kompleks.
Sistem ini merupakan sistem yang kompleks antara sistem manusia dan sistem alam. Sistem manusia termasuk ekonomi, politik, teknologi dan ketersediaan
pangan global. Sementara itu, sistem alam termasuk hutan, laut dan atmosfer dan biodiversitas dan keanekaragaman hayati. Sistem yang kompleks ini tidak dapat
dikendalikan, tetapi mereka dapat dipahami. Memahami ini penting untuk keberlanjutan, dimana semua pihak harus memastikan bahwa setiap aktor
memainkan peran yang tepat untuk keberlanjutan. Konsep pembangunan lingkungan yang berkelanjutan ini harus menjadi
solusi global, tetapi didasarkan pada budaya lokal, sehingga hal tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan konflik
sumberdaya alam. Selanjutnya, intervensi kelembagaan negara dan introduksi teknologi harus layak dan berlaku untuk kondisi setempat. Artinya harus
mengadopsi budaya lokal. Masalah lingkungan adalah masalah manusia tidak
hanya masalah teknologi. Oleh karena itu, pendidikan tentang lingkungan harus dilaksanakan dengan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya, pengetahuan dan
tradisi masyarakat lokal. Pendidikan, kesadaran dan kemauan adalah hal penting untuk mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan, dan keberlanjutan.
243
8 KESIMPULAN DAN SARAN