Penyelesaian Konflik Sumberdaya Alam

40 the case. Conflict resolution is developing and offering a range of alternative approaches for handling disputes non violently and effectively.The methods might include customary or traditional methods, join problem solving, negotiation, mediation, arbitration. Conflict transformation is Achieving positive peace: ending violence and change negative relationships between conflicting parties, changing the political, social or economic structures that cause such negative relationships, and empowering people to become involved in non violent change processes themselves, to help build sustainable conditions for peace and justice ”. Berdasarkan pendapat De Roo dan Klaver 2013 tersebut bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui berbagai cara. Konflik manajemen digunakan untuk menangani konflik tentang benar dan salah. Dalam penyelesaian konflik ini tidak harus selalu mencapai win-win solution, tetapi bagaimana mengendalikan konflik. Jika bisa dimediasi maka dilakukan mediasi tetapi jika tidak bisa maka dilakukan penghindaran agar konflik tidak menjadi brutal. Jika konflik yang terjadi tersebut mencirikan konflik non violent, maka bisa diselesaikan dengan cara resolusi konflik, yaitu melalui jalan mediasi, negosiasi, penyelesaian maslah secara bersama-sama oleh para pihak yang berkonflik. Namun jika konflik tersebut mencirikan adanya kekerasan, penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan cara mengubah hubungan negatif menjadi perdamaian positif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengubah struktur politik, sosial atau ekonomi yang menyebabkan terjadinya hubungan negatif dan memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam perubahan tanpa kekerasan, membantu membangun kondisi perdamaian dan keadilan yang berkelanjutan.

2.6. Dinamika Kelembagaan Dalam Sistem Sosio Ekologi Hutan

Kelembagaan adalah suatu kumpulan aturan yang membentuk interaksi sosial dengan cara tertentu, sebagaimana Knight 1992 kemukakan bahwa “an institution is a set of rules that structure social interactions in partic ular ways”. Agar seperangkat aturan tersebut menjadi kelembagaan, maka pengetahuan mengenai aturan tersebut harus dibagi diantara anggota komunitas atau masyarakat for a set of rules to be an institution, knowledge of these rules must be shared by the members of the relevant community or society. Kelembagaan dapat dikatakan sebagai sekumpulan aturan yang mengatur hidup manusia mulai 41 dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, sebagaimana dikemukakan oleh Knight 1992 bahwa “social institutions are prevalent wherever individuals attempt to live and work together. From the simplest to the most complex, we produce them while conducting all aspects of our social life. From political decision making to economic production and exchange to the rules governing personal relationships, institutional arrangements establish the framework in which these social interactions take place. To be a member of a communi ty or society is to live within a set of social institutions”. Selanjutnya Knight 1992 menjelaskan bahwa kelembagaan itu bervariasi. Pada tingkat paling dasar dari masyarakat, kelembagaan disebut sebagai sekumpulan konvensi sosial, aturan, dan norma yang mempengaruhi cara bertindak dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pengaruh kelembagaan terhadap kehidupan sosial sangat besar. Kelembagaan membangun hubungan antara jenis kelamin dan urusan yang sedang berlangsung dalam kehidupan keluarga, menetapkan standar perilaku di antara para anggota suatu lingkungan atau masyarakat dan merupakan sumber penting untuk transmisi pengetahuan sosial dan informasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan kelembagaan informal bisa menjadi landasan dalam membentuk kelembagaan formal yang mengatur kehidupan ekonomi dan politik. Organisasi ekonomi, dari perusahaan kecil hingga perusahaan multinasional, diatur oleh kerangka kelembagaan. Lebih umum, pasar ekonomi sendiri dibangun oleh kelembagaan-kelembagaan yang mencakup sistem hak milik yang mendefinisikan pertukaran ekonomi. Pembuatan keputusan politik, juga dibingkai oleh aturan kelembagaan dan prosedur. Dalam prakteknya, kelembagaan ekonomi dan politik tersebut ditopang oleh kekuatan hukum. Kelembagaan bukan hanya melibatkan adanya rules, ideologi, norma, dan aktor, tetapi juga perlunya teritori. Teritori atau bisa juga dimaknai sebagai kontrol wilayah merupakan upaya langsung untuk mengatur hubungan antara masyarakat dan sumberdaya, misalnya dengan menggambar batas-batas dan mencoba untuk mengontrol akses ke sumberdaya alam dalam batas-batas yang dibuat oleh kelembagaan tersebut. Namun ada juga kelembagaan adat yang dianggap tidak memiliki teritori. Seperti yang dikemukakan oleh Vandergeest dan