38
40 45
50
55
60 65
70 75
80
1 2
3 4
5
K ada
r A
ir
Minggu Ke-
25 50
40 45
50 55
60 65
70 75
80
1 2
3 4
5
K ada
r A
ir
Minggu Ke-
25 50
4.0 4.5
5.0 5.5
6.0 6.5
7.0 7.5
1 2
3 4
5
Ni la
i pH
Minggu ke-
25 50
4.0 4.5
5.0 5.5
6.0 6.5
7.0 7.5
1 2
3 4
5
Ni la
i pH
Minggu ke-
25 50
Parameter uji lain yang juga sangat berperan dalam co-composting adalah suhu, kadar air, dan keasaman pH. Parameter uji tersebut diukur dan dianalisa dari sampel bahan yang diambil setiap
minggu kadar air dan pH, sedangkan suhu diukur pada bahan di dalam reaktor setiap hari. Data hasil analisa yang sudah diolah dalam bentuk grafik suhu disajikan pada Gambar 17, kadar air pada Gambar
18, dan keasaman pH pada Gambar 19.
Gambar 18. Perubahan kadar air co-composting : a aerasi aktif dan b aerasi pasif
Gambar 19. Perubahan nilai pH co-composting: a aerasi aktif dan b aerasi pasif
1. Perubahan Nilai CN
Perbandingan nilai karbon organik C dengan nitrogen N merupakan indikator kualitas dan tingkat kematangan dari sebuah bahan kompos. Pengomposan bergantung pada aktivitas
mikroorganisme, sehingga dibutuhkan sumber karbon untuk menyediakan energi dan nitrogen sebagai zat pembangun sel mikroorganisme. Metcalf dan Eddy 1991 menambahkan bahwa unsur
karbon dan nitrogen keduanya dibutuhkan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme.
a b
a b
39 Hasil analisa kandungan karbon organik pada bahan co-composting bagasse dan sludge
menunjukkan adanya kandungan karbon yang cukup banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya limbah industri gula merupakan limbah organik dan masih mengandung sedikit gula serta
bahan lainnya. Hasil analisa terhadap kandungan karbon organik dalam bahan co-composting dengan perlakuan aerasi aktif dan aerasi pasif ditunjukkan pada Gambar 14.
Grafik tersebut menunjukkan dari dua perlakuan yang diterapkan masing-masing memiliki trend penurunan kandungan karbon organik. Pada formulasi 50 sludge secara umum terjadi
penurunan. Begitupun dengan kadar karbon organik formulasi 25 sludge baik dengan perlakuan aktif maupun pasif mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme
yang mengkonsumsi bahan organik dalam bahan pengompos sebagai nutrisi dan pertumbuhannya. Semakin banyaknya jumlah aktivitas mikroorganisme menjadikan bahan pengompos dan proses
pengomposan semakin berkualitas. Berbeda dengan dua formulasi tersebut, formulasi 0 sludge dengan perlakuan aerasi aktif terjadi penurunan hingga di bawah 10 dan meningkat kembali
pada minggu terakhir. Begitupun pada formulasi 0 sludge dengan perlakuan aerasi pasif juga terjadi pelonjakkan kadar karbon yang cukup tinggi hingga 25 di minggu terakhir. Hal tersebut
dimungkinkan terjadinya pengurangan konsumsi bahan organik oleh mikroorganisme karena kondisi suhu menurun dan aliran udara tidak tersalurkan dengan baik.
Unsur lain yang juga sangat penting dalam mempengaruhi proses pengomposan adalah kadar nitrogen N sebagai sumber zat pembangun sel pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah
nitrogen yang terdapat dalam bahan co-composting bagasse dan sludge ini relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kandungan karbon organiknya. Hasil analisa terhadap kadar nitrogen dalam
bahan co-composting bagasse dan sludge dengan perlakuan aerasi aktif dan perlakuan aerasi pasif dapat dilihat pada Gambar 15.
Hasil analisa terhadap kadar nitrogen pada grafik di atas secara umum menunjukkan bahwa adanya perubahan trend peningkatan kandungan nitrogen seiring berjalannya waktu pada
formulasi 25 dan 50 sludge di minggu ke-3 hingga minggu ke-5. Dilihat dari masing-masing formulasi dan perlakuan menunjukkan peningkatan yang fluktuatif. Terlihat pada formulasi 50
sludge kadar nitrogen meningkat pada minggu ke-4 hampir mencapai 0.25- 0.30 dan menurun sedikit pada minggu ke-5. Hal ini disebabkan perombakan dan degradasi bahan organik oleh
mikroorganisme dan pembentukan sel pertumbuhan oleh zat yang terkandung dalam nitrogen menjadikan jumlah mikroorganisme meningkat. Secara tidak langsung jumlah nitrogen dalam
bahan pengompos semakin meningkat dan akhirnya perbandingan kandungan C dan N dalam bahan semakin menurun. Hal ini terjadi akibat biodegradasi bahan menjadi karbon dioksida CO
2
dan H
2
O. Kandungan karbon C yang ada dalam bahan pengompos tereduksi sejalan dengan proses pengomposan, sehingga menurunkan kandungan nilai CN. Adapun terjadinya fluktuatif
grafik kadar nitrogen pada formulasi 0 dan 25 sludge dimungkinkan adanya perubahan kondisi bahan pada minggu tertentu, baik secara faktor aerasi, suhu, dan kelembaban. Dimungkinkan juga
terjadi penambahan kadar nitrogen yang disebabkan udara yang masuk dan terjadinya proses nitrifikasi pada bahan pengompos. Nitrifikasi ini merupakan proses alami mengembalikan ke
kondisi normal yang dilakukan oleh bakteri genus nitrosomonas dan nitrobacter dengan cara mengoksidasi dan mentransformasi senyawa ammoniak yang potensial beracun menjadi senyawa
nitrat yang tak beracun. Nitrifikasi menggunakan sebagian kecil energi yang dilepaskan ketika ammonia dioksidasi menjadi nitrat dan mengurangi karbon anorganik dalam CO
2
menjadi karbon organik. Griffiths 1989 menambahkan bahwa nitrifikasi merupakan proses produksi nitrat NO
3 -
dari amonium NH
4 +
dan proses ini menentukan sebagian besar kandungan nitrogen dalam aplikasi limbah organik untuk kesuburan tanah.
40 Peningkatan kadar nitrogen juga dapat terjadi akibat fiksasi nitrogen, yaitu pembentukan
nitrogen dalam bentuk terikat yang terjadi di dalam tanah atau bahan organik oleh bakteri. Fiksasi berlangsung apabila di lingkungan konsentrasi ammonia menurun atau rendah dan berlangsung
dengan bantuan kompleks enzim nitrogenase. Hasil pengolahan data analisa terhadap nilai CN menunjukkan perubahan, terlihat pada
Tabel 15. Tabel 15. Hasil analisa perbandingan nilai C dan N dalam bahan co-composting
Teknik Aerasi
Formulasi Sludge
Minggu ke- 1
2 3
4 5
Aerasi Aktif 112.92
217.14 208.93
51.61 96.77
71.40 25
88.17 147.17
280.88 79.23
89.63 43.48
50 67.17
77.49 136.73
93.18 46.99
54.73 Aerasi Pasif
129.76 160.76
238.06 139.24
102.68 192.36
25 73.69
103.31 133.22
156.68 67.77
60.37 50
88.35 93.87
110.79 78.33
60.99 62.26
Data perbandingan nilai karbon organik dan nitrogen tersebut relatif menunjukkan adanya perubahan yang terlihat dari trend perubahan nilai CN baik dari perlakuan teknik aerasi ataupun
perlakuan formulasi. Setelah bahan co-composting diinkubasi selama kurang lebih satu bulan terlihat data seperti pada Tabel 15. Hal ini membuktikan adanya keselarasan kandungan nilai CN
terhadap degradasi bahan organik selama kurun waktu yang telah ditetapkan. Aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik semakin meningkat sehingga nilai CN, unsur
hara, humus, dan energi bahan co-composting semakin mendekati proses pengomposan yang diharapkan menghasilkan kompos berkualitas.
Perubahan nilai CN tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti pengaruh suhu, pengaruh aerasi sebagai pemasok oksigen, kadar air bahan, pengaruh keasaman
pH, dan penampakan fisik porositas bahan dan ukuran bahan co-composting. Aspek-aspek tersebut menjadi acuan dalam mengendalikan dan mengontrol nilai CN bahan pengompos agar
mendekati kadar nilai CN standar bahan kompos. Adapun untuk menguji berbagai faktor tersebut, digunakan perlakuan percobaan dengan menerapkan tiga taraf formulasi dan dua taraf perlakuan
aerasi yaitu aerasi aktif dan aerasi pasif. Pengujian dilakukan pada perlakuan formulasi dengan membedakan co-composting dengan formula 0, 25, dan 50 sludge. Dari hasil analisa
terhadap nilai CN co-composting dengan aerasi aktif dan membandingkan dengan aerasi pasif dapat dilihat pada Gambar 16.
Dari grafik perubahan nilai CN co-composting pada aerasi aktif Gambar 16a menggambarkan bahwa secara umum terjadi trend penurunan walaupun belum cukup signifikan.
Hal tersebut terjadi karena bahan baku yang digunakan terdegradasi oleh mikroorganisme yang hidup dalam bahan organik tersebut, sehingga menghasilkan perubahan nilai CN pada setiap
kurun waktu pengomposan. Namun, masih ada peningkatan di minggu ke-1 dan minggu ke-2 tetapi selanjutnya mengalami penurunan yang cukup mendekati standar nilai CN pada bahan
pengompos. Formulasi 0 dan 25 sludge memilki trend penurunan yang mirip, hanya saja pada 25 sludge minggu ke-2 mengalami lonjakan hingga mencapai nilai 280. Pada formulasi 50
sludge terlihat memiliki nilai CN yang paling mendekati standar sampai minggu ke-5 dan kestabilan yang paling baik dibandingkan dengan formulasi yang lainnya. Hal tersebut sesuai
41
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
1 2
3 4
N il
ai C
N
Minggu ke-
Sludge 0 Sludge 15
Sludge 30
komposisi sludge pada masing-masing bahan dan hal ini juga menunjukkan bahwa formulasi 50 dapat dijadikan formulasi yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan perubahan nilai CN
hingga mencapai 54.73. Sebagai perbandingan pengaruh teknik aerasi dalam co-composting disajikan juga grafik perubahan nilai CN co-composting dengan aerasi pasif Gambar 16b.
Grafik perubahan nilai CN dengan aerasi pasif di atas menunjukkan terjadinya penurunan pada ketiga taraf formulasi yang diterapkan. Pada formulasi 50 sludge memilki kestabilan dan
penurunan yang hampir sama dengan formulasi 50 sludge aerasi aktif. Begitupun dengan formulasi 0 dan 25 sludge menunjukkan trend yang sama seperti aerasi pasif. Hal ini
menunjukkan bahwa teknik perlakuan aerasi dua taraf yaitu aerasi aktif dan aerasi pasif belum menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan nilai CN co-composting.
Pembuktian juga dilakukan dengan mengolah data analisa menggunakan analisis varian sidik ragam melalui software SPSS. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan teknik aerasi dua
taraf belum berpengaruh nyata terhadap nilai CN co-composting. Berbeda dengan teknik aerasi, perlakuan formulasi tiga taraf : 0, 25, dan 50 sludge menunjukkan hasil yang berbeda
nyata terhadap perubahan nilai CN co-composting. Dari kedua interaksi perlakuan yang diterapkan menunjukkan bahwa interaksi antara teknik aerasi dan formulasi belum berpengaruh
nyata terhadap perubahan nilai CN co-composting. Sebagai pembuktian lanjut untuk menemukan formulasi yang terbaik dilakukan pengujian lanjut dengan uji Duncan alpha 5 dan hasil
menunjukkan bahwa pada formulasi 50 sludge baik secara aerasi aktif maupun aerasi pasif berbeda nyata terhadap perubahan nilai CN co-composting hingga mencapai nilai mendekati
standar yaitu 54.73 dan 62.26. Olah data pengujian untuk pembuktian tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebagai perbandingan hasil pengamatan terhadap proses co-composting limbah padat
industri gula oleh rekan satu tim penelitian yaitu berbahan baku blotong Gambar 20 dan abu ketel Gambar 21 dengan campuran sludge yang sama.
Gambar 20. Perubahan nilai CN co-composting pada blotong : a aerasi aktif dan b aerasi Pasif Agastirani 2011
Pada grafik co-composting bahan blotong dengan sludge belum menunjukkan perubahan nilai CN yang signifikan. Namun, nilai CN sudah menunjukkan pada rentang bahan kompos yang
sudah matang, baik pada perlakuan aerasi aktif ataupun aerasi pasif. Pembanding lain juga dapat dilihat pada co-composting bahan abu ketel dengan sludge pada Gambar 19. Secara umum
menunjukkan belum adanya perubahan yang berarti terhadap nilai CN dari minggu ke minggu, grafik menunjukkan trend yang stabil dibandingkan dengan bahan blotong dan bagasse. Nilai CN sudah
mulai mendekati standar nilai CN bahan kompos.
2
4
6 8
10 12
14 16
18 20
1 2
3 4
N il
ai C
N
Minggu ke-
Sludge 0 Sludge 15
Sludge 30
a b
42
10 20
30 40
50 60
70
1 2
3 4
Ni la
i C
N
Minggu ke-
0 Sludge 20 Sludge
40 Sludge 10
20 30
40 50
60 70
1 2
3 4
Ni la
i C
N
Minggu ke-
0 Sludge 20 Sludge
40 Sludge
Gambar 21. Perubahan nilai CN co-composting pada abu ketel: a aerasi aktif dan b aerasi pasif Dwiyanty 2011
2. Pengaruh Aerasi