12 meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah
untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba tersebut membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya dari pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia,
misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak Isroi 2007. Menurut Herdiyantoro 2010 dekomposisi atau pengomposan pada prinsipnya adalah
proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi humus oleh mikroorganisme menggunakan komponen residu sisa tanaman sebagai substrat untuk memperoleh energi yang
dibentuk melalui oksigen senyawa organik dengan produk utama CO
2
lepas ke alam dan karbon untuk sintesis sel baru.
Menurut Murbandono 1983 dan Indriani 1999 menyatakan bahwa dalam proses pengomposan terjadi proses perubahan yaitu :
a Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO
2
dan air b Protein, melalui amida-amida dan asam-asam amino menjadi amoniak, CO
2,
dan air c Peningkatan beberapa unsur hara di dalam tubuh mikroorganisme terutama nitrogen
N disamping P, K, dan unsur lainnya yang terlepas kembali ketika mikroorganisme tersebut mati
d Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanah.
2. Mekanisme Proses Pengomposan
Menurut Indrasti 2007 setelah bahan baku kompos masuk ke proses pengomposan, maka bahan tersebut berada pada fase aktif kompos yang di dalamnya terjadi dekomposisi aktif
mikrobial. Perombakan mikroba diikuti dengan kenaikan suhu dan terbunuhnya bakteri patogen yang terdapat dalam kompos. Selama fase aktif kompos terdapat beberapa parameter
yang harus dikontrol dan dikendalikan. Proses pengomposan Gambar 5 berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur.
Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang
mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula diikuti dengan peningkatan pH kompos.
Suhu akan meningkat hingga di atas 50-70
o
C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu dan mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif
pada suhu tinggi. Pada kondisi ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan
menguraikan bahan organik menjadi CO
2
, uap air, dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini
dapat mencapai 30 – 40 dari volumebobot awal bahan. Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik menggunakan oksigen atau anaerobik tidak ada oksigen. Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam
proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses
13 pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti pada asam-asam organik asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine, amonia, dan H
2
S Isroi 2007.
Gambar 5. Proses umum pengomposan limbah padat organik Rynk 1992 Menurut Setyorini et al. 2006 menyatakan bahwa bahan organik tidak dapat
digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan CN dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan CN tanah. Nilai CN merupakan perbandingan antara unsur
karbon C dan nitrogen N. Nilai CN tanah berkisar antara 10-12 dan apabila bahan organik mempunyai nilai CN mendekati atau sama dengan nilai CN tanah, sehingga bahan tersebut
dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai nilai CN tinggi. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan nilai CN bahan organik hingga sama
dengan CN tanah 20. Semakin tinggi nilai CN bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Proses perombakan bahan organik terjadi secara
biofisiko-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob dengan O
2
maupun anaerob tanpa O
2
. Proses penguraian aerob dan anaerob secara garis besar sebagai berikut :
Bahan organik + O
2
H
2
O + CO
2
+ hara + humus + energi
Bahan organik CH
4
+ hara + humus Proses perombakan tersebut akan menghasilkan hara dan humus, proses bisa
berlangsung jika tersedia N, P, dan K. Penguraian bisa berlangsung cepat apabila perbandingan kadar C-organik : N : P : K dalam bahan terurai setara 30 : 1 : 0.1 : 0.5. hal ini
disebabkan N, P, dan K dibutuhkan untuk aktivitas metabolisme sel mikroba dekomposer. Menurut Herdiyantoro 2010 proses perombakan bahan organik secara aerob terjadi
seperti reaksi berikut : Gula CH
2
Ox + O
2
xCO
2
+ H
2
O + Energi selulosa, hemiselulosa
N-organik protein NH
4 +
NO
2 -
NO
3 -
+ Energi
Mikroba aerob N, P, K
N, P, K Mikroba anaerob
14 Sulfur Organik S + xO
2
SO
4 -2
+ Energi Fosfor Organik
H
3
BO
3
CaHPO
4
Fitin, lesitin Asam borat Kalsium hidrofosfat Reaksi utuh :
Aktivitas mikroorganisme
Bahan organik CO
2
+ H
2
O + hara + humus + Energi 484-674 Kkalmol glukosa
Proses perombakan bahan organik secara anaerob seperti pada reaksi perombakan berikut :
Bakteri penghasil asam Methanomonas
CH
2
Ox xCH
3
COOH CH
4
+ CO
2
N-organik NH
3
2H
2
S + CO
2
CH
2
Ox + S + H
2
O + Energi 26 kkalmol glukosa Menurut Isroi 2007 proses pengomposan tergantung pada tiga aspek penting yaitu
karakteristik bahan yang dikomposkan, aktivator pengomposan yang dipergunakan, dan metode pengomposan yang dilakukan. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme Organisme
Jumlah Selg kompos
Mikroflora Bakteri
10
8
-10
9
Aktinomicetes 10
5
– 10
8
Kapang 10
4
- 10
6
Mikrofauna Protozoa Mikrofauna Protozoa
10
4
- 10
5
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll
Sumber : Isroi 2007
Herdiyantoro 2010 menambahkan bahwa proses pengomposan terdiri atas tiga tahapan dalam kaitannya dengan suhu yaitu mesofilik, termofilik, dan pendinginan.
a Mesofilik Merupakan tahap awal dan memiliki suhu proses naik di sekitar 40
o
C karena adanya bakteri dan fungi pembentuk asam
b Termofilik Proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal bakteri termofilik,
aktinomisetes dan fungi termofilik
15 c Pendinginan
Terjadi penurunan aktivitas mikroba dan penggantian mikroba termofilik ke mesofilik Sel mikroba yang mati merupakan sumber substrat bagi mikroba yang hidup. Dinding
sel fungi terdiri atas selulosa, kitin, dan chitosan. Dinding sel bakteri terdiri atas N- acetylglucosamin dan N-acetylmuramic yang terkandung dalam peptidoglikan yang
merupakan substrat yang baik bagi mikroba lain. Perombakan dalam penyusunan asam humat dan stabilisasi pH masih terus berlangsung.
Perubahan suhu dan jumlah mikroba dalam proses pengomposan ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Perubahan suhu dan jumlah mikroba mesofilik dan termofilik selama proses pengomposan Isroi 2007
Menurut Burford 1994, Finstein 1992, dan McKinley et al. 1985 aktivitas mikroba pada rentang suhu 35-45
o
C sangat banyak. Pada kenaikan suhu akhir 45
o
C, kondisi ini kurang menguntungkan untuk bakteri mesofilik dan mulai mendukung bakteri termofilik. Hasil dari
peningkatan aktivitas mikroba termofilik menyebabkan suhu tumpukan kompos meningkat sampai 65-70
o
C. Adapun populasi mikroba selama proses pengomposan secara aerobik dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Populasi mikroba selama proses pengomposan aerobik
Mikroba Suhu Mesofilik
40
o
C Termofilik
40-70
o
C Mesofilik
70
o
C –
Pendinginan Jumlah Spesies
yang Diidentifikasi
Bakteri Mesofilik
10
8
10
6
10
11
6 Termofilik
10
4
10
9
10
7
1 Actinomyces
Termofilik 10
4
10
8
10
5
14 Fungi
Mesofilik 10
6
10
3
10
5
18 Termofilik
10
3
10
7
10
6
16
Sumber : Poincelet 1977
16 Golueke 1977 memperkirakan bahwa paling sedikit 80-90 aktivitas mikroba dalam
proses pengomposan disebabkan oleh bakteri. Populasi bakteri tersebut tergantung pada bahan baku, kondisi lokal, dan amandemen yang digunakan. Burford 1994 mengamati bahwa pada
proses awal pengomposan banyak mengandung berbagai macam spesies sperti Streptococcus sp., Vibrio sp., dan Bacillus sp. dengan setidaknya ada 2000 turunan. Corominas et al. 1987
mempelajari bahwa mikroorganisme dalam proses pengomposan limbah pertanian, diidentifikasi spesies yang termasuk secara umum terdiri atas Bachillus, Pseudomonas, dan
Arthrobacter semuanya dalam fase mesofilik. Pada fase termofilik, Strom 1985 mengidentifikasi 87 bakteri termofilik yang terdiri atas Bacillus sp. seperti B.subtilis, B.
Stearothermophilic, dan B. licheniformis. Golueke 1977 menambahkan bahwa spesies dari Actinomycetes terdiri atas Micromonospora, Streptomyces, dan Actinomyces secara teratur
dapat ditemukan pada bahan pengomposan. Epstein 1997 juga menambahkan bahwa pada bahan pengompos terdapat beberapa jenis fungi yaitu Aspergillus, Penicillin, Fusarium,
Trichoderma, dan Chaetomonium. Menurut Day dan Shaw 2001 proses pengomposan pada prinsipnya merupakan
konversi biologis dari biodegradasi bahan menjadi karbon dioksida CO
2
dan H
2
O. Akibatnya, kadar karbon C yang ada dalam bahan pengompos akan tereduksi sejalan dengan
proses pengomposan, sehingga akan menurunkan kandungan nilai CN.
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGOMPOSAN