46 a
b
c d Gambar 23. Penampakan fisik bahan baku : a bagasse ukuran besar, b sludge lembut,
c bagasse ukuran diperkecil, dan d campuran bagasse dan sludge co-composting Dari gambar-gambar tersebut terlihat bagasse yang memiliki ukuran besar diperkecil lagi
agar dapat tercampur dengan sludge secara homogen. Hal ini mendukung kesesuaian co- composting menjadi kompos yang berkualitas dan mempermudah proses pengomposan pada
Gambar 23d. Menurut Dalzell et al. 1987 ukuran partikel yang berukuran kurang dari 10 mm perlu dilakukan aerasi buatan, sedangkan ukuran partikel yang berukuran lebih besar dari 50 mm
hanya diperlukan aerasi alami untuk suplai oksigen. Murbandono 1983 menambahkan bahwa sampai batas tertentu semakin kecil ukuran potongan bahan, semakin cepat pula waktu
pembusukannya. Hal ini karena semakin banyak permukaan yang tersedia bagi bakteri untuk menyerang dan menghancurkan material-material tersebut. Namun, pengecilan ukuran bahan
terlalu kecil mengakibatkan timbunan mampat dan tidak terkena udara.
C. MUTU HASIL CO-COMPOSTING
Struktur fisik dan karakteristik bahan co-composting merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kualitas dari sebuah proses co-composting. Secara struktur fisik hasil proses
pengomposan pada bagasse dengan sludge tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Masing-masing perlakuan formulasi menunjukkan komposisi sludge yang berbeda dalam bagasse, sehingga memiliki
sedikit perbedaan dalam artian kandungan sludge secara fisik. Setelah proses pengomposan selama kurang lebih 60 hari menghasilkan bahan co-composting yang secara struktur fisik sudah sesuai
dengan literatur. Hasil analisa parameter mutu kompos dari hasil co-composting seperti pada Tabel 16.
47 Tabel 16. Hasil analisa parameter mutu kompos dari hasil co-composting
Dari data di atas menunjukkan dari setiap parameter mutu kompos dari hasil co-composting masih adanya beberapa parameter yang belum memenuhi standar SNI, seperti nilai CN, kadar
nitrogen, dan kadar air yang masih jauh dari rentang standar yang ditetapkan SNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih perlu adanya proses degradasi bahan kompos pengomposan agar fase
degradasi senpurna dan fase sanitasi tercapai. Dari parameter kadar karbon menunjukkan nilai persentase yang sudah masih di bawah maksimum, sehingga bisa dikatakan sudah memenuhi rentang
nilai standar. Pada parameter kalium K
2
O dan kadar phospor P
2
O
5
menunjukkan persentasi nilai yang hampir semuanya masuk di atas nilai minimum, kecuali pada formulasi 0 dan 25 sludge
perlakuan aerasi aktif. Nilai pH hanya pada formulasi 50 sludge aerasi aktif dan pasif yang masuk rentang standar SNI, sedangkan suhu seluruhnya masuk sesuai standar. Perbandingan hasil pengujian
terhadap parameter uji nilai CN ditunjukkan pada Gambar 24 dan nilai pH pada Gambar 25.
Gambar 24. Hasil pengujian terhadap nilai CN bahan akhir co-composting 71.95
44.03 55.28
192.91
60.92 62.81
50 100
150 200
250
0 sludge 25 sludge
50 sludge Ni
la i
C N
Formulasi Co-composting Aerasi aktif
Aerasi pasif
Parameter Mutu Aerasi Aktif
Sludge Aerasi Pasif
Sludge SNI
19-7030-2004
25 50
25 50
Min Maks
Kadar Air 65.27
64.55 56.45
51.72 59.48
51.29 -
50 Kadar Karbon
16.61 12.45
12.45 24.98
13.99 12.25
9.80 32
Total Nitrogen 0.23
0.13 0.29
0.23 0.23
0.20 0.40
- Nilai CN
71.40 43.48
54.73 192.36
60.37 62.26
10 20
Kalium 0.15
0.18 0.235
0.28 0.33
0.33 0.20
- Phospor
0.05 0.06
0.10 0.11
0.14 0.17
0.1 -
Nilai pH 4.45
6.29 7.10
4.62 6.31
7.25 6.80
7.49 Suhu
o
C 28.92
28.33 28.00
28.67 28.17
28.33 Suhu air tanah
48 4.45
6.29 7.1
4.62
6.31 7.25
1 2
3 4
5 6
7 8
0 sludge 25 sludge
50 sludge Ni
la i
pH
Formulasi Co-composting Aerasi aktif
Aerasi pasif
Gambar 25. Hasil pengujian terhadap nilai pH bahan akhir co-composting Hasil analisa dan pengujian terhadap parameter uji berupa nilai CN dan nilai pH bahan
akhir co-composting, dilakukan untuk mendapatkan perbandingan pengaruh antara parameter uji dengan perlakuan yang diterapkan. Kualitas bahan pengomposan yang diperoleh melalui co-
composting bagasse dengan sludge secara umum sudah mendekati sifat fisik bahan kompos. Hal ini ditunjukkan dengan penampakan warna bahan coklat kehitaman dan bau mendekati bau tanah. Cahaya
dan Nugraha 2008 menambahkan kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai materi tanah dan berwarna coklat kehitam-hitaman yang
terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil, sedangkan bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguraian alami oleh mikroorganisme yang
hidup di dalam kompos. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap bahan pengompos dari masing-masing reaktor,
menunjukkan bahwa secara keseluruhan memiliki warna yang sedikit berbeda tetapi bau yang ditimbulkan hampir sama. Hal tersebut diperoleh ketika bahan pengompos saling dibandingkan antar
formulasi. Perlakuan aerasi aktif maupun pasif belum menunjukkan perbedaan dari segi warna maupun struktur fisik. Bau yang ditimbulkan dari timbunan kompos dalam proses pengomposan
menunjukkan bau yang khas bagasse, tetapi sedikit berbau tanah. Artinya, pada fase ini dapat diidentifikasi sudah mulai mendekati fase pematangan kompos, namun belum sempurna karena
kondisi suhu dan aerasi belum tersalurkan dengan baik. Ketika bahan pengompos telah terdegradasi dengan sempurna dan digunakan pada tanah, kompos memberikan efek-efek yang menguntungkan
bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuk kompos meliputi N, P, K, Ca, dan Mg. Indrasti 2004 menambahkan bahwa kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan
sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman
dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Mutu kompos dapat dikontrol dengan menjaga kondisi ideal selama proses pengomposan dilakukan. Hasil
dan bentuk secara fisik dari co-composting bagasse dengan sludge dapat dilihat pada Gambar 26.
49 a d
b e
c f Gambar 26. Hasil co-composting a formulasi 0 sludge aerasi aktif, b formulasi 25 sludge aerasi
aktif, c formulasi 50 sludge aerasi aktif, d formulasi 0 sludge aerasi pasif, e formulasi 25 sludge aerasi pasif, f formulasi 50 sludge aerasi pasif
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa pada formulasi 0 Gambar 26a dan Gambar 26d terlihat struktur bahan yang lebih kasar dan berwarna coklat. Pada formulasi 25 Gambar 26b dan
Gambar 26e menunjukkan struktur bahan yang lebih halus karena ada campuran sludge 25 dan bahan tersebut berwarna coklat sedikit kehitaman. Formulasi 50 Gambar 26c dan Gambar 26f
menunjukkan penampakan warna coklat lebih kehitaman dibandingkan dua formula lainnya dan memiliki struktur yang lebih halus karena campuran sludge 50.
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Co-composting merupakan salah satu solusi alternatif dalam pemanfaatan limbah padat industri gula, khususnya bagasse dan sludge yang masih belum dimanfaatkan dengan baik. Limbah berupa
bagasse dan sludge dapat dikombinasikan menjadi bahan co-composting karena memilki karakteristik yang saling melengkapi. Bagasse memiliki karakteristik kekambaan bulking agent yang cukup
tinggi, sehingga mempermudah sirkulasi dan aliran udara yang masuk ke dalam bahan pengompos sebagai pasokan oksigen untuk konsumsi mikroorganisme. Sludge memiliki kadar kelembaban dan
kadar nitrogen yang tinggi untuk mendukung proses degradasi bahan organik sehingga mempermudah proses pengomposan. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan kualitas proses pengomposan yang
baik dan sesuai dengan kadar unsur kompos yang ideal untuk kesuburan tanah. Perlakuan teknik aerasi baik secara aktif maupun pasif terhadap co-composting terbukti tidak
cukup berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai CN bahan pengomposan. Hal tersebut berdasarkan pengujian dari beberapa parameter uji sebagai faktor pengomposan menunjukkan tidak ada pengaruh
antar perlakuan aerasi yang diterapkan dengan perubahan parameter uji masing-masing. Formulasi co-composting bagasse dengan sludge pada tiga taraf yang terbukti berbeda nyata
terhadap perubahan nilai CN dan secara umum signifikan pada formulasi 50 sludge aktif dan pasif. Secara umum faktor aerasi dan formulasi belum berkaitan erat dan belum memiliki interaksi
yang berpengaruh nyata dalam perubahan nilai CN co-composting.
B. SARAN
Perlu diperhatikan lagi terhadap penerapan teknik aerasi untuk co-composting, mulai dari rancangan dan desain aerasi serta waktu yang dibutuhkan untuk aerasi pada tumpukan bahan organik.
Selain itu, perlu adanya penelitian lanjutan terhadap co-composting bagasse dan sludge dengan teknik aerasi yang lebih kontinyu, sehingga proses pengomposan lebih berkualitas dan mendapatkan nilai
CN yang mendekati mutu standar kompos. Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap bagasse yang masih segar dan membandingkan dengan bagasse yang lama tertimbun di land application proses
alami.